Sukses

Pemerintah Didesak Melakukan Aksi Nyata Terkait Perubahan Iklim

Salah satu pekerjaan rumah Indonesia yang mendesak adalah transisi dari energi kotor ke energi hijau.

Liputan6.com, Jakarta Masyarakat menuntut pemerintah untuk mewujudkan aksi nyata dalam penanganan perubahan iklim seperti janji Presiden Joko Widodo dalam KTT Pemimpin Dunia tentang Perubahan Iklim atau COP26. Salah satu yang cukup mendesak adalah transisi energi.

Direktur Eksekutif Institute for Essential Services Reform (IESR) Fabby Tumiwa menyatakan, apa yang pemimpin dunia, termasuk Indonesia, sampaikan dalam COP26 sifatnya masih komitmen. Menurut dia, komitmen tidak akan menurunkan emisi gas rumah kaca.

"Yang menurunkan emisi gas rumah kaca itu aksi. Jadi setelah COP ini kita ingin melihat bagaimana aksi itu dilaksanakan," kata Fabby.

Salah satu pekerjaan rumah Indonesia yang mendesak adalah transisi dari energi kotor ke energi hijau. Saat ini, batubara masih merupakan sumber utama energi listrik. Indonesia telah memiliki rencana lanjutan untuk penutupan awal beberapa pembangkit listrik tenaga batubara (PLTU).

"Transisi (energi) ini bukan hanya tentang Indonesia, tetapi masyarakat internasional turut mengamati sehingga kita perlu menunjukkan kemajuan kita untuk menjaga akuntabilitas kita, dan kemudian untuk menarik lebih banyak bantuan internasional," jelas Fabby.

Fabby menyebut tiga hal utama yang bisa pemerintah Indonesia lakukan untuk mempercepat transisi energi di Indonesia, yaitu mempensiunkan dini pembangkit batubara, meningkatkan proyek-proyek energi terbarukan, dan membantu PLN dalam hal lelang dan pengadaan energi terbarukan.

Sedangkan Direktur Climate Policy Initiative (CPI) Indonesia Tiza Mafira mengatakan pemerintah harus konsisten menggiring ekonomi agar meninggalkan batubara dan berinvestasi di EBT. Dia mendesak pemerintah menghilangkan segala bentuk tax insentif dan subsidi untuk batubara.

"Bahkan dimahalkan dengan menetapkan batasan emisi and dan tarif pajak (cap & tax) yang ambisius," kata Tiza.

Menurut dia, saat ini semakin banyak konsumen yang tertarik menggunakan energi terbarukan, terutama solar panel dan mobil listrik. Namun di sisi lain masih ada anggapan harga tidak terjangkau. Untuk mengatasi masalah itu, Tiza mengatakan, pemerintah dan institusi keuangan perlu menggalakkan insentif dan skema-skema pembiayaan yang ramah kantong.

"Misalnya subsidi untuk pemasangan (solar panel) di fasilitas umum, cicilan 0%, atau skema sewa," ujar Tiza.

2 dari 2 halaman

Pidato Jokowi

Saat berpidato di COP26, Jokowi mengatakan Indonesia terus berkontribusi dalam penanganan perubahan iklim. Di sektor energi, kata Jokowi, Indonesia memanfaatkan energi baru terbarukan, termasuk biofuel, serta pengembangan industri berbasis energi bersih.

Jokowi memastikan bahwa Indonesia akan terus memobilisasi pembiayaan iklim dan pembiayaan inovatif seperti pembiayaan campuran, obligasi hijau, dan sukuk hijau. Menurut Jokowi, penyediaan pendanaan iklim dengan mitra negara maju, merupakan game changer dalam aksi mitigasi dan adaptasi perubahan iklim di negara-negara berkembang.