Sukses

Anggaran Sumur Resapan 2022 Dicoret, Gagal Tangani Banjir Jakarta?

Proyek pembangunan sumur resapan sebagai upaya mengendalikan banjir di DKI Jakarta menuai kritikan. Banggar DPRD DKI Jakarta pun akhirnya mencoret anggaran untuk pembuatan sumur resapan pada 2022.

Liputan6.com, Jakarta - Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) DKI Jakarta mencoret anggaran program penanganan banjir Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI Jakarta 2022 berupa pembuatan sumur resapan. Dengan begitu, maka proyek tersebut akan berakhir di 2021.

Wakil Ketua Komisi D DPRD DKI Jakarta dari Fraksi Nasdem, Nova Paloh mengungkapkan bahwa Dinas Sumber Daya Air (SDA) DKI Jakarta mengusulkan anggaran pembangunan sumur resapan sebesar Rp 330 miliar pada KUA-PPAS 2022.

Namun alokasi tersebut dihapus saat pembahasan Rapat Badan Anggaran (Banggar) DPRD DKI Jakarta pada Rabu (24/11/2021) lalu.

"Di-nol-kan (anggaran sumur resapan) dari forum Banggar kemarin. Jadinya tidak ada kegiatan lagi untuk sumur resapan," ujar Nova, Jakarta, Rabu (1/12/2021).

Nova menjelaskan, pada tahap pembahasan di Komisi D DPRD DKI Jakarta, anggaran sumur resapan telah dipangkas lebih dari separuh sehingga tersisa Rp 120 miliar. Kemudian saat dibahas di Rapat Banggar, anggaran tersebut dicoret.

"Kalau di komisi kan kita sudah kurangi jadi Rp 120 miliar. Kalau di Banggar besar, kesepakatan terakhir akhirnya di-nol-kan," ucapnya, seperti dikutip dari Antara.

Dengan dicoretnya anggaran sumur resapan tersebut, maka program drainase vertikal sebagai salah satu upaya penanganan banjir di Jakarta itu tak akan lagi dilaksanakan pada 2022.

Menurut Nova, ada sejumlah alasan anggota Banggar DPRD DKI memutuskan menghapus seluruh anggaran sumur resapan. Salah satunya, karena fungsi sumur resapan dinilai belum signifikan mengatasi banjir di Ibu Kota.

"Mungkin dari kawan-kawan ada beberapa masukan yang istilahnya di beberapa wilayah ada yang terlihat belum bisa menangani masalah banjir, terkait masalah resapan airnya gitu," ucapnya.

Wakil Gubernur DKI Jakarta Ahmad Riza Patria menyatakan, pihaknya tidak ambil pusing dengan penghapusan anggaran pembangunan sumur resapan pada RAPBD 2022. Sebab, kata dia, pengendalian banjir di Ibu Kota tidak hanya dilakukan dengan sumur resapan.

"Program pengendalian banjir macam-macam, tidak hanya sumur resapan, ya. Ada program pengerukan, pembuatan waduk, embung, situ, pengadaan pompa mobile, statis, polder, tanggul, jadi banyak sekali," kata Riza di Balai Kota, Jakarta Pusat, Rabu (1/12/2021).

Politikus Gerindra itu menyatakan, Pemprov DKI Jakarta akan mengerjakan sesuai dengan anggaran yang telah disepakati dengan anggota dewan.

"Silakan saja, saya kira teman-teman sudah koordinasi dengan teman-teman di DPRD, dari dinas mana program yang jadi prioritas, disepakati bersama," tutur Riza.

Meski begitu, Pemprov DKI Jakarta tetap akan membangun sumur resapan hingga akhir 2021. Pemprov DKI menargetkan membangun 26.932 titik sumur resapan di wilayah Ibu Kota hingga akhir Desember 2021. 

"Jadi sumur resapan itu yang sudah terpasang itu 19.042 titik dan terus diproses untuk mencapai 26.932 titik sampai akhir Desember. Nah, ini yang sedang kami upayakan," kata Riza, Kamis (2/12/2021).

Dia menuturkan, pengerjaan proyek sumur resapan tersebut sudah berdasarkan anggaran yang ada. Dalam pengerjaannya, sudah ditenderkan menggunakan e-katalog.

Riza juga menyatakan bahwa pencapaian target pembangunan drainase vertikal tersebut menjadi tanggung jawab Dinas Sumber Daya Air DKI Jakarta.

"Sudah ditenderkan pakai e-katalog, kan tinggal proses pelaksanaan, tinggal tunggu sampai selesai," ucapnya.

Sebelumnya, target pembangunan sumur resapan yang ditetapkan dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) 2017-2022, yakni 1,8 juta titik sumur resapan atau 60 titik sumur resapan tiap satu rukun tetangga (RT).

2 dari 3 halaman

Idealnya Membangun Sumur Resapan

Kebijakan pembuatan sumur resapan di Jakarta hingga kini terus menuai polemik. Progam drainase vertikal yang ditujukan untuk mempercepat surutnya genangan saat hujan besar ini dianggap tidak sesuai harapan karena dianggap tidak efektif menangkal banjir di Jakarta. 

Belum lagi, proyek tersebut dianggap cukup menganggu pengguna jalan karena konstruksinya yang lebih rendah dari permukaan jalan, atau malah menjadi tonjolan seperti gundukan. 

Pakar Hidrologi Universitas Gadjah Mada (UGM), Pramono Hadi menyatakan dalam pembangunan sumur resapan harus didasarkan pada sejumlah aspek. Salah satunya yaitu terkait karakteristik atau struktur tanah pada setiap wilayah. 

Sebab fungsi utama sumur resapan adalah membantu meresapkan air hujan di wilayah yang sudah berubah fungsi sehingga tidak mampu berfungsi meresapkan air.

"Sumur resapan harus mampu meresapkan air yang tertampung di sumur, dan ini tergantung pada karakteristik tanah. Tanah clay (lempung) cenderung tidak bisa meresapkan air, jika tanahnya pasiran maka air dalam sumur masih bisa meresap (ini yang diharapkan)," kata Pramono saat dihubungi Liputan6.com, Rabu (1/12/2021). 

Pramono mempertanyakan apakah DKI Jakarta telah menguji karakteristik tanah saat menempatkan lokasi pembuatan sumur resapan.

Kata dia, berdasarkan kajian terdahulu, daerah-daerah dataran rendah di Jakarta tersusun dari endapan marin dan aluvium karena proses fluvial atau bentang alam sungai. Yakni tekstur tanahnya cenderung halus atau lempung.

Lanjut Pramono, bila kajian tersebut benar maka sumur resapan yang dibangun tidak cukup efektif. 

"Volume sumur resapan yang dibangun, cenderung berfungsi sebagai sumur tampungan. Pada saat hujan, sumur ini cepat terisi air hingga penuh. Jika sudah penuh dengan air, maka sumur ini sudah tidak berfungsi lagi mengendalikan banjir," papar dia. 

Pramono menyatakan, pembangunan sumur resapan idealnya pada lahan atau tanah pasiran. Sebab jenis tanah tersebut mudah meresapkan air. 

Lanjut dia, sebelum pembangunan sumur resapan juga perlu diperhatikan yaitu kedalaman muka air tanah. Ketika air tanahnya dangkal, maka sumur serapan tidak bisa dibangun. 

"Kedalaman sumur serapan harus lebih kecil dari kedalaman muka air tanah. Maka sebaiknya dicari di derah-daerah hulu, bukan di daerah hilir (dataran rendah), yang mana cenderung memiliki air tanah yang dangkal," jelas dia. 

3 dari 3 halaman

Sumur Resapan dari Era Jokowi hingga Anies

Banjir di Ibu Kota masih menjadi permasalahan yang terus dihadapi setiap periode pemerintahan. Sejumlah upaya terus dilakukan setiap pemimpin Jakarta. Namun, langkah yang terus dijalankan belum dapat menuntaskan permasalahan klasik tersebut.

Sumur resapan menjadi salah satu upaya yang dilakukan oleh sejumlah Gubernur DKI Jakarta. Fungsi utama sumur resapan yakni membantu meresapkan air hujan di suatu wilayah yang sudah berubah fungsi.

Setelah hanya sekedar wacana, pembangunan sumur resapan mulai dilakukan pada kepemimpinan Gubernur DKI Jakarta Joko Widodo atau Jokowi. Siang itu, 21 Januari 2013, sejumlah material seperti beton, karung, dan sebagainya diturunkan di halaman Balai Kota DKI Jakarta.

Sembilan sumur resapan sebagai percontohan di bangun di halaman Balai Kota. Setelah itu, dia juga meminta para pemilik gedung di DKI Jakarta untuk membuat sumur resapan.

Aturan tersebut yakni melalui Peraturan Gubernur (Pergub) Nomor 20 tahun 2013 tentang Sumur Resapan. Pergub tersebut ditandatangani oleh Jokowi pada 1 April 2013. Untuk gedung yang melanggar aturan tersebut akan dikenakan sanksi.

Namun karena belum optimal pelaksanaannya, banjir masih menghantui Jakarta di musim hujan. Jokowi menilai banyaknya genangan banjir di Jakarta diakibatkan belum optimalnya normalisasi waduk dan pembuatan sumur resapan.

Mantan Wali Kota Surakarta itu menyatakan, diperlukan 2 juta titik sumur resapan untuk membuat Jakarta tak lagi dikepung banjir.

"Butuh 2 juta, yang dikerjakan baru 1.900, jadi kurang berapa? Tapi yang sudah dikerjakan ini berpengaruh, bahwa sumur resapan kelihatan daya serapnya," kata Jokowi, 4 Januari 2014.

Di era pemerintahan Jokowi, sejumlah sumur resapan dibangun di Taman Suropati, Jalan Rasuna Said, Jalan Kebon Sirih, Jalan Pramuka, Jalan Kembangan Utara, hingga Jalan Balai Pustaka.

Sementara itu, Wakil Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok mengatakan pembangunan sumur resapan tak dapat dipercepat. Sebab menurut dia, struktur lapisan bawah tanah Jakarta berbeda-beda setiap wilayah.

Diperlukan tes atau pemetaan untuk mengetahui jenis tanah serta kandungan endapan sedimen yang terdapat di dalam tanah pada suatu wilayah.

"Jadi ke depannya, kita sudah punya peta tanah yang bisa dibuat sumur resapan," ujar Ahok, di Balai Kota, Jakarta Pusat, Senin (11/11/2013).

Saat pemerintahannya sebagai Gubernur DKI menggantikan Jokowi, Ahok lebih fokus untuk melakukan normalisasi sungai untuk pengendalian banjir Jakarta.

Sementara pelaksanaan pembangunan sumur resapan pun dilanjutkan oleh Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan. Saat mencalonkan diri sebagai gubernur, Anies menyatakan solusi di setiap lokasi genangan banjir Jakarta berbeda.

Anies akan mengedepankan pendekatan ilmiah berbasis konservasi yang ramah lingkungan. Di antaranya adalah menambah jumlah situ untuk menampung air, termasuk menambah vertical drainage dengan menambah sumur-sumur resapan.

"Kita akan lihat dulu mana solusi yang tepat untuk banjir di daerah tersebut," kata Anies kepada Liputan6.com, Jakarta, Jumat 17 Februari 2017.

Salah satu pengendalian banjir tersebut pun masuk dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) 2017-2022. Target pembangunan sumur resapan adalah 1,8 juta titik.

Rinciannya yaitu 60 titik sumur resapan di setiap RT, sehingga total 82.020 sumur dari 1.367 RT di Jakarta Pusat, 364.620 sumur dari 6.077 RT di Jakarta Selatan, 311.940 sumur dari 5.199 RT di Jakarta Barat dan 428.160 sumur dari 7.136 RT di Jakarta Timur.

Untuk mencapai target, mantan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan itu menerbitkan Keputusan Gubernur nomor 279 tahun 2018 tentang Tim Pengawasan Terpadu Penyediaan Sumur Resapan dan Instalasi Pengolahan Air Limbah serta Pemanfaatan Air Tanah di Bangunan Gedung dan Perumahan.

Aturan itu mengamanatkan keberadaan tim yang bertugas mengawasi gedung-gedung tinggi dalam penggunaan air tanah, penyediaan sumur resapan dan pengolahan limbah. Anies pun mengumumkan sebanyak 37 gedung di kawasan Sudirman-Thamrin, Jakarta Pusat terbukti tidak punya sumur resapan atau sumurnya tidak berfungsi.

Pembangunan sumur resapan era Anies mulai dilaksanakan pada tahun 2020 dan berhasil membuat sebanyak 2.974 sumur resapan di 777 lokasi. Lalu pembangunan tersebut masih dilakukan hingga saat ini.

Wakil Gubernur DKI Jakarta Ahmad Riza Patria menargetkan membangun 26.932 titik sumur resapan di wilayah Ibu Kota hingga akhir Desember 2021. Kata dia, saat ini pihaknya akan terus mengejar target yang ditentukan.

"Jadi sumur resapan itu yang sudah terpasang itu 19.042 titik dan terus diproses untuk mencapai 26.932 titik sampai akhir Desember. Nah, ini yang sedang kami upayakan," kata Riza, Kamis (2/12/2021).

Kendati begitu, pembangunan sumur resapan di Jakarta menjadi sorotan sejumlah pihak karena lokasi pembuatannya. Proyek tersebut jadi buah bibir masyarakat usai viral video yang memperlihatkan sumur resapan dibuat di atas trotoar dekat Banjir Kanal Timur (BKT) Jakarta Timur.

Dalam video yang beredar, perekam menyebut "Pemprov DKI Jakarta Bodoh" karena membangun sumur resapan lebih tinggi daripada permukaan jalan.

"Terus air apa yang akan meresap ke dalam? Ini Pemprov DKI Jakarta betul-betul akalnya enggak jalan," kata perekam video.

Pengamat Tata Kota, Nirwono Joga menilai, sumur resapan yang dikerjakan Pemprov DKI Jakarta tidak memiliki perencanaan matang. Hal itu berdasarkan penempatan titik sumur resapan yang tidak tepat membuat genangan masih kembali terjadi saat hujan besar mengguyur Jakarta.

"Penempatan titik sumur seperti di trotoar, dekat Banjir Kanal Timur atau sekitar kali titiknya tidak tepat, Pemprov DKI juga tidak memiliki rencana induk pembangunan sumur resapan," kata Nirwono melalui pesan singkat, Sabtu (13/11/2021).

Komentar negatif juga datang dari Ketua Forum Warga Kota Jakarta (FAKTA) Azas Tigor Nainggolan. Dia mengkritik Pemprov DKI Jakarta yang membangun sumur resapan di atas trotoar dekat Banjir Kanal Timur (BKT) Jakarta Timur.

Kritik disampaikan karena BKT berfungsi untuk menangkal banjir, sehingga sumur resapan tidak perlu lagi dibangun di dekatnya.

"Ini lucu, yakni dibangun dekat dengan sungai Banjir Kanal Timur (BKT). Apa pula gunanya membuat sumur resapan yang posisinya di samping sungai BKT yang begitu besar dan panjang?" kata Azas dalam keterangan resminya yang dikutip Liputan6.com, Jumat (12/11/2021).

Azas menegaskan bahwa proyek sumur resapan yang dibangun dekat BKT tidak ada gunanya. Menurut dia, sumur yang dibangun itu bukan untuk menyerap air, melainkan menyerap anggaran Pemprov DKI Jakarta.