Sukses

Pemerintah Diminta Abaikan Permintaan China Setop Aktivitas Pengeboran di Natuna

Justru, pemerintah perlu melakukan pengamanan agar pelaksanaan pengeboran di rig lepas pantai Natuna oleh perusahaan berjalan aman.

Liputan6.com, Jakarta - Beredar kabar kegiatan pengeboran minyak dan gas alam Indonesia di Natuna, Laut China Selatan -- wilayah yang masih menjadi sengketa bagi dua negara -- jadi sorotan. Pasalnya China meminta pemerintah Indonesia untuk menghentikan aktivitas tersebut.

Hal tersebut disampaikan oleh empat sumber yang mengetahui masalah tersebut kepada Reuters.

Pengamat Hubungan Internasional Hikmahanto Juwana menilai pemerintah Indonesia tak perlu menanggapi permintan China. Justru, pemerintah perlu melakukan pengamanan agar pelaksanaan pengeboran di rig lepas pantai oleh perusahaan berjalan aman.

Alasannya, kata Hikmahanto, pertama, Indonesia tidak pernah mengakui sembilan garis putus yang diklaim oleh China di Laut China Selatan. "Sementara China melakukan protes terhadap Indonesia atas dasar klaim sembilan garis putus ini," kata Hikmahanto dalam siaran persnya, Jumat (2/12/2021).

Kedua, China selama ini mengklaim sembilan garis putus yang menjorok ke Indonesia terkait sumber daya alam sebagai 'traditional fishing ground'. Traditional fishing ground merujuk pada sumber daya laut yang berada di kolom laut, seperti ikan.

"Lalu mengapa China protes terkait aktifitas pengeboran sumber daya alam yang berada dibawah dasar laut? Apakah China dengan sembilan garis putus akan mengklaim sumber daya alam di dasar laut?," kata dia. 

Ketiga, dengan mengabaikan protes China berarti Indonesia terus dan tetap konsisten tidak mengakui klaim China atas sembilan garis putus.

Terakhir, adalah tepat bagi Indonesia untuk melakukan eksplorasi dan eksploitasi sumber daya alam di dasar laut tanpa menghiraukan protes China. Hal ini karena Indonesia melaksanakan hak berdaulat atas Landas Kontinen Indonesia di Natuna Utara sesuai ketentuan Konvensi Hukum Laut PBB.

2 dari 2 halaman

China Minta Indonesia Hentikan Pengeboran

Kabarnya sepucuk surat dari diplomat China kepada Kementerian Luar Negeri dengan jelas meminta Indonesia untuk menghentikan pengeboran di rig lepas pantai untuk sementara, karena kegiatan itu dilakukan di wilayah yang diklaim sebagai teritori China, menurut anggota DPR Komisi I Muhammad Farhan yang mendapatkan informasi terkait surat tersebut.

"Jawaban kami sangat tegas, bahwa kami tidak akan menghentikan pengeboran karena itu adalah hak kedaulatan kami," kata Farhan kepada Reuters.

Selain itu, menurut Farhan, dalam surat terpisah China juga memprotes kegiatan latihan militer Garuda Shield pada Agustus yang sebagian besar kegiatannya dilakukan di darat. Latihan itu berlangsung saat pembicaraan mengenai Laut China Selatan antara dua negara mengalami kebuntuan.

Latihan tersebut, yang melibatkan 4.500 tentara dari Amerika Serikat dan Indonesia, telah menjadi acara rutin sejak 2009. Ini adalah protes pertama China terhadap mereka, menurut Farhan. "Dalam surat resmi mereka, pemerintah China mengungkapkan keprihatinan mereka tentang stabilitas keamanan di daerah itu," katanya.

Tiga orang lainnya, yang mengaku telah diberi pengarahan tentang masalah tersebut, membenarkan adanya surat itu. Dua dari mereka mengatakan China berulang kali menuntut agar Indonesia menghentikan aktivitas pengeboran.

Sementara menurut seorang juru bicara Kementerian Luar Negeri mengatakan: "Setiap komunikasi diplomatik antar negara bersifat pribadi dan isinya tidak dapat dibagikan." Dia menolak berkomentar lebih lanjut.

Sejauh ini Kementerian Luar Negeri China, Kementerian Pertahanan dan Kedutaan Besar China di Jakarta belum menanggapi permintaan komentar.

Pemerintah mengatakan ujung selatan Laut China Selatan adalah masuk dalam wilayah Zona Ekonomi Eksklusif Indonesia di bawah Konvensi PBB tentang Hukum Laut. Indonesia menamakan wilayah itu sebagai Laut Natuna Utara pada 2017.

Keberatan China

China keberatan dengan perubahan nama dan bersikeras bahwa jalur air itu berada dalam klaim teritorialnya yang luas di Laut China Selatan, yang ditandai dengan "sembilan garis putus-putus" berbentuk U. Pengadilan Arbitrase Permanen di Den Haag pada 2016 mengatakan batas tersebut tidak memiliki dasar hukum.

"(Surat itu) sedikit mengancam karena itu adalah upaya pertama diplomat China untuk mendorong agenda sembilan garis putus-putus mereka terhadap hak-hak kami di bawah Hukum Laut," kata Farhan kepada Reuters.

China adalah mitra dagang terbesar Indonesia dan sumber investasi terbesar kedua di negara ini. Situasi tersebut menjadikan Beijing bagian penting dari ambisi pemerintah untuk menjadi negara ekonomi papan atas. Pemerintah tetap diam terkait masalah ini untuk menghindari konflik atau pertikaian diplomatik dengan China, kata Farhan dan dua orang lainnya yang berbicara kepada Reuters.