Sukses

Arief Poyuono Sebut Ramalan Jayabaya Notonegoro untuk Airlangga atau Ganjar

Dalam ramalan Jayabaya atau biasa disebut Jongko Joyoboyo disebutkan pemimpin Indonesia adalah mereka yang mempunyai nama dengan akhiran Notonegoro.

Liputan6.com, Jakarta - Mantan Wakil Ketua Umum DPP Partai Gerindra Arief Poyuono menggunakan ramalan dari Jongko Jayabaya sebagai patokan dalam membaca siapa sosok pengganti Presiden Joko Widodo atau Jokowi. Arief mengaku masih menyakini Jongko Jayabaya sebuah ramalan dari Raja Kediri, Prabu Jayabaya (1135-1157 M). Dimana dalam Jangka Jayabaya tersebut memberikan petunjuk pemimpin memiliki nama dengan akhiran yang jika diakronimkan menjadi "Notonegoro".

"Kalau masih bingung, ya namanya Notonegoro bisa jadi presiden di akhirannya (namanya)" kata Arif Poyuono dalam diskusi "Mungkinkah Capres Teratas Versi Survei Berubah?" yang diselenggarakan oleh Total Politik di Warung Upnormal, Jl. Raden Saleh Raya No, 47, Jakarta, Minggu (5/12/2021).

Dalam ramalan Jayabaya atau biasa disebut Jongko Joyoboyo disebutkan pemimpin Indonesia adalah mereka yang mempunyai nama dengan akhiran Notonegoro. Dalam serat Jongko Jayabaya yang ditulis oleh Prabu Jayabaya tersebut, terdapat perhitungan atau ramalan mengenai pemimpin di Indonesia yang terkandung dalam kata ‘Notonegoro’.

‘Noto’ memiliki arti menata dan ‘Negoro’ memiliki arti Negara. Ramalan Jangka Jayabaya ini hidup dalam kosmologi politik Jawa seiring dengan kepercayaan Mesianistik atau Ratu Adil yang disebut masyarakat Jawa sebagai Satria Piningit.

Arief menyebut akhiran NO merujuk pada Soekarno, TO pada Soeharto, kemudian NO yang kedua melekat pada Susilo Bambang Yudhoyono (SBY). Sementara BJ Habibie, Abdurrahman Wahid (Gus Dur), dan Megawati Sukarnoputri tidak masuk dalam hitungan karena mereka tidak sampai lima tahun memimpin.

"kita lihat negara kita tahun 99-2004, apa yang terjadi? Maluku Utara bergetar, Poso bergetar, bom di mana-mana, ya karena pemimpin itu tidak ada di dalam Jongko Joyoboyo." lanjut Arief.

Sosok yang kemudian masuk ramalan kembali kepada NO karena yang menjadi presiden setelah Presiden Susilo Bambang Yudhoyono adalah Jokowi yang punya nama kecil Mulyono.

"Jokowi saat lahir nama aslinya Mulyono. Namun ibunya lalu mengganti nama jadi Joko Widodo. Jadi Jokowi masuknya di No, Mulyono," kata Arief

Berdasarkan urutan Notonegoro dari Jangka Jayabaya tersebut, setidaknya kata Arief ada tiga nama Ganjar, Airlangga atau Gatot Numantyo. Dari tiga nama, ada dua yang masuk radar calon presiden potensial menurut survei.

"Hanya dua tokoh yang masuk Jongko Joyoboyo, Notonogoro sebagai penerus Jokowi. Yaitu Airlangga Hartarto dan Ganjar Pranowo," kata Arief.

 

** #IngatPesanIbu 

Pakai Masker, Cuci Tangan Pakai Sabun, Jaga Jarak dan Hindari Kerumunan.

Selalu Jaga Kesehatan, Jangan Sampai Tertular dan Jaga Keluarga Kita.

#sudahdivaksintetap3m #vaksinmelindungikitasemua

2 dari 2 halaman

Arief Percaya Kata Leluhur Jawa

Arief bahkan mengatakan baik Airlangga, Ganjar juga telah memenuhi syarat berikutnya sebagai presiden yakni harus orang Jawa, lahir di wilayah Jawa Tengah dan Jawa Timur.

"Jadi seperti itu. Saya bukan enggak percaya sama lembaga survei, saya sangat percaya lembaga survei. Tetapi saya juga mempercayai berkah kata-kata leluhur orang Jawa, dan harus Jawa." kata Arief.

Oleh karenanya Arief yakin selain kedua nama itu akan sulit menjadi presiden. Nama-nama seperti Anies Baswedan, Ridwan Kamil, Prabowo Subianto, Moeldoko, Bambang Soesatyo, Sandiaga Uno, bahkan Puan Maharani disebutnya berada di luar Jongko Joyoboyo.

"Kalau Airlangga atau Ganjar tidak bisa, Jokowi lagi tiga periode. Kan sekarang kan kita mau ada presiden tiga periode, masih ada pendukungnya, kemungkinan bisa terjadi. Kalau di amandemen, presiden boleh tiga periode" kata Arief.