Liputan6.com, Jakarta Direktur Riset Setara Institute Halili Hasan menduga ada unsur politik dibalik adanya wacana tuntutan pidana hukuman mati.
Ini disampaikannya menyinggung kasus dugaan korupsi pengelolaan dana PT Asuransi Sosial Angkatan Bersenjata Republik Indonesia atau PT Asabri, Heru Hidayat.
Advertisement
Baca Juga
"Saya membaca selalu ada politik di balik penuntutan hukuman mati, jadi tidak murni selalu atas dasar pertimbangan hukum," kata Halili di Jakarta, Minggu (12/12/2021).
Dia menilai tuntutan hukuman mati tersebut merupakan upaya dari jaksa penuntut umum Kejagung untuk mendapatkan sentimen positif dari publik.
Halili juga menegaskan bahwa Setara Institute tidak sepakat dengan hukuman mati dalam kasus apapun termasuk kasus korupsi.
Menurutnya, hukuman mati tidak akan menurunkan angka atau indeks korupsi di Indonesia.
"Pemiskinan merupakan hukuman yang tepat. Koruptor itu tidak takut mati, mereka takut miskin, makanya para pelaku itu melakukan korupsi," kata Halili.
Pelanggaran Hak
Sementara, Direktur Eksekutif Amnesty International, Usman Hamid menilai penyelesaian kasus dengan hukuman mati merupakan pelanggaran hak untuk hidup sebagaimana dinyatakan dalam Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia.
"Masyarakat Indonesia setuju dengan hukuman mati belum tentu karena mereka punitif atau kejam, tapi bisa karena sistem penegakan hukum di Indonesia banyak kekurangan sehingga masyarakat merasa pelaku yang tertangkap perlu dihukum seberat-beratnya," kata Usman.
Sebelumnya, Jaksa penuntut umum Kejaksaan Agung (Kejagung) menuntut terdakwa perkara dugaan korupsi Asabri, Heru Hidayat dengan pidana hukuman mati. Jaksa meyakini Heru terbukti bersama-sama sejumlah pihak lainnya telah melakukan korupsi dalam pengelolaan dana PT Asabri (Persero) yang merugikan keuangan negara sekitar Rp 22,78 triliun.
Advertisement