Liputan6.com, Cirebon: Menyusuri jalan di Kota Cirebon, Jawa Barat, kita akan banyak menjumpai deretan batik yang dipajang di setiap etalase toko. Berbagai corak dan motif batik ditawarkan. Tapi dari sekian banyak motif tersebut, ada dua jenis batik yang paling dicari pembeli. Jenis Pesisiran dan Keratonan. Batik pesisiran memiliki corak berbeda-beda, misalnya batik bercorak bethetan Kedung Wuni Pekalongan, motif sarung cirebonan, dan bethetan Demak. Sedangkan batik Keratonan biasanya berwarna coklat soga atau keemasan dan hitam. Batik Keratonan biasanya bermotif ganggang.
Katura, pemilik bengkel batik di Cirebon mengatakan, biasanya konsumen lebih senang membeli batik jenis Keratonan. Sebab batik jenis ini memiliki corak yang menonjolkan wajah tradisional. Lelaki yang sejak kelas IV sekolah dasar sudah membatik ini menjelaskan, batik Cirebonan atau yang juga dikenal dengan sebutan Batik Trusmi memiliki corak berbeda dengan batik asal Yogyakarta, Solo, Pekalongan, dan kota-kota batik lainnya di Indonesia.
Menurut Katura, batik Solo atau Yogyakarta cenderung bercorak pada keagungan dan keluwesan sehingga bentuknya halus dan indah. Batik Pekalongan memiliki corak banyak warna dengan variasi sedemikian rupa sehingga membentuk daya tarik tersendiri yang indah dan menarik. Sedangkan batik Cirebon, selain menonjolkan wajah tradisional juga berkarakter agresif dan sedikit warna. Dua corak batik Cirebon yang terkenal--yang kental dengan warna coklat, hitam, dan krem--adalah motif Singa Wadas dan motif Mega Mendung yang kaya dengan warna merah, biru, violet, dan keemasan. Corak batik Singa Wadas adalah corak resmi kesultanan Cirebon (Kasepuhan) yang memperlihatkan bentuk Singa Barong dari keraton Kasepuhan.
Di samping perkembangan motif, Katura juga memaparkan proses pembuatan batik. Pria yang mengoleksi beberapa batik berumur ratusan tahun ini mengatakan, kini terjadi pergeseran pembuatan batik seiring ditemukannya berbagai obat kimia yang membantu proses pewarnaan dan pencelupan. Pada zaman dahulu lebih banyak dipergunakan zat pewarna alam karena zat kimia masih sangat terbatas. Namun, zat warna alam ini memiliki kelebihan dan kekurangan. Kelebihannya adalah warna tahan lebih lama dan tidak merusak lingkungan, sedangkan kekurangannya sukar dalam hal prosesnya dan hanya sedikit menghasilkan variasi warna.
Pewarnaa zat kimia juga memiliki kekurangan dan kelebihan. Kekurangannya adalah dampak yang dihasilkan tak ramah lingkungan. Sementara kelebihannya terletak pada proses pembuatannya. Bahannya mudah didapat, proses singkat, dan banyak memiliki variasi warna. Sementara mengenai kualitasnya, Kutara mengatakan, tak jauh berbeda.
Selain batik, Kota Wali ini juga terkenal dengan beberapa jenis makanan khas, seperti nasi Jamblang dan tahu gejrot. Nasi Jamblang menjadi unik karena bentuk penyajiannya. Nasi ini biasanya berpiring daun jati dengan dikelilingi sederetan lauk, sambal goreng Cirebon, ikan asin, tahu, tempe, dan perkedel.
Sementara tahu gejrot adalah tahu yang disantap bersama saus kecokelatan. Tetapi, kebanyakan orang di Kota Udang menganggap nama itu diambil dari cara memberi saus yang digejrotkan--dikeluarkan dari botol melalui lubang dengan cara dikocok-kocok. Biasanya penjual tahu gejrot menyediakan dua piring terbuat dari tanah liat seukuran telapak tangan orang dewasa. Piring pertama digunakan untuk tahu goreng yang sudah diiris-iris. Piring kedua berisi ramuan khas yang terdiri dari bawang merah, cabe, dan garam. Bumbu ini kemudian diulek lalu ditambahkan saus berupa campuran gula merah dan kecap tadi yang dibubuhi sambil digejrotkan.
Kecuali makanan khas di atas, ada pula makanan Cirebon lain yang berupa keringan yakni kerupuk udang, rangginang, emping, klitik (butiran jagung yang dipukul gepeng lalu digoreng dengan rasa asin dan manis), encrod (keripik singkong pedas), dan kerupuk melarat. Selain itu, masih ada jajanan lain yang bisa kita bawa pulang dari Cirebon, seperti rebon, ikan asin, petis udang, dan terasi. Namun, dari sekian banyak panganan itu, biasanya yang paling sering dicari orang adalah kerupuk melarat. Kerupuk ini biasanya berwarna kuning, merah, atau hijau. Terbuat dari tepung tapioka. Rasanya manis-manis asin. Disebut melarat, karena digoreng di atas pasir.(ICH/Sella Wangkar dan Binsar Rahardian)
Katura, pemilik bengkel batik di Cirebon mengatakan, biasanya konsumen lebih senang membeli batik jenis Keratonan. Sebab batik jenis ini memiliki corak yang menonjolkan wajah tradisional. Lelaki yang sejak kelas IV sekolah dasar sudah membatik ini menjelaskan, batik Cirebonan atau yang juga dikenal dengan sebutan Batik Trusmi memiliki corak berbeda dengan batik asal Yogyakarta, Solo, Pekalongan, dan kota-kota batik lainnya di Indonesia.
Menurut Katura, batik Solo atau Yogyakarta cenderung bercorak pada keagungan dan keluwesan sehingga bentuknya halus dan indah. Batik Pekalongan memiliki corak banyak warna dengan variasi sedemikian rupa sehingga membentuk daya tarik tersendiri yang indah dan menarik. Sedangkan batik Cirebon, selain menonjolkan wajah tradisional juga berkarakter agresif dan sedikit warna. Dua corak batik Cirebon yang terkenal--yang kental dengan warna coklat, hitam, dan krem--adalah motif Singa Wadas dan motif Mega Mendung yang kaya dengan warna merah, biru, violet, dan keemasan. Corak batik Singa Wadas adalah corak resmi kesultanan Cirebon (Kasepuhan) yang memperlihatkan bentuk Singa Barong dari keraton Kasepuhan.
Di samping perkembangan motif, Katura juga memaparkan proses pembuatan batik. Pria yang mengoleksi beberapa batik berumur ratusan tahun ini mengatakan, kini terjadi pergeseran pembuatan batik seiring ditemukannya berbagai obat kimia yang membantu proses pewarnaan dan pencelupan. Pada zaman dahulu lebih banyak dipergunakan zat pewarna alam karena zat kimia masih sangat terbatas. Namun, zat warna alam ini memiliki kelebihan dan kekurangan. Kelebihannya adalah warna tahan lebih lama dan tidak merusak lingkungan, sedangkan kekurangannya sukar dalam hal prosesnya dan hanya sedikit menghasilkan variasi warna.
Pewarnaa zat kimia juga memiliki kekurangan dan kelebihan. Kekurangannya adalah dampak yang dihasilkan tak ramah lingkungan. Sementara kelebihannya terletak pada proses pembuatannya. Bahannya mudah didapat, proses singkat, dan banyak memiliki variasi warna. Sementara mengenai kualitasnya, Kutara mengatakan, tak jauh berbeda.
Selain batik, Kota Wali ini juga terkenal dengan beberapa jenis makanan khas, seperti nasi Jamblang dan tahu gejrot. Nasi Jamblang menjadi unik karena bentuk penyajiannya. Nasi ini biasanya berpiring daun jati dengan dikelilingi sederetan lauk, sambal goreng Cirebon, ikan asin, tahu, tempe, dan perkedel.
Sementara tahu gejrot adalah tahu yang disantap bersama saus kecokelatan. Tetapi, kebanyakan orang di Kota Udang menganggap nama itu diambil dari cara memberi saus yang digejrotkan--dikeluarkan dari botol melalui lubang dengan cara dikocok-kocok. Biasanya penjual tahu gejrot menyediakan dua piring terbuat dari tanah liat seukuran telapak tangan orang dewasa. Piring pertama digunakan untuk tahu goreng yang sudah diiris-iris. Piring kedua berisi ramuan khas yang terdiri dari bawang merah, cabe, dan garam. Bumbu ini kemudian diulek lalu ditambahkan saus berupa campuran gula merah dan kecap tadi yang dibubuhi sambil digejrotkan.
Kecuali makanan khas di atas, ada pula makanan Cirebon lain yang berupa keringan yakni kerupuk udang, rangginang, emping, klitik (butiran jagung yang dipukul gepeng lalu digoreng dengan rasa asin dan manis), encrod (keripik singkong pedas), dan kerupuk melarat. Selain itu, masih ada jajanan lain yang bisa kita bawa pulang dari Cirebon, seperti rebon, ikan asin, petis udang, dan terasi. Namun, dari sekian banyak panganan itu, biasanya yang paling sering dicari orang adalah kerupuk melarat. Kerupuk ini biasanya berwarna kuning, merah, atau hijau. Terbuat dari tepung tapioka. Rasanya manis-manis asin. Disebut melarat, karena digoreng di atas pasir.(ICH/Sella Wangkar dan Binsar Rahardian)