Sukses

Basarah: Jokowi Tegaskan Komitmen soal Pemberantasan Mafia Tanah

Basarah mengatakan data menunjukkan terdapat sekitar 125 pegawai BPN terlibat mafia tanah.

Liputan6.com, Jakarta - Wakil Ketua MPR RI Ahmad Basarah menuturkan dalam kaitan ini, Presiden Jokowi pada 22 September 2021 juga telah menegaskan komitmennya soal pemberantasan mafia tanah dan bertindak tegas terhadap siapa pun yang membekingi mafia tanah. Menindaklajuti hal itu, Polri telah membentuk Satuan Tugas Anti-Mafia Tanah yang berkolaborasi dengan Kementerian ATR/BPN.

“Kita patut mendukung upaya yang sedang dilakukan Kapolri tersebut. Hal ini penting agar kepercayaan masyarakat terhadap institusi Polri akan terus membaik. Namun, masyarakat masih perlu diberi kemudahan untuk melapor,” kata Basarah.

Hal itu disampaikan Basarah saat Seminar Nasional bertajuk “Refleksi Akhir Tahun, Memutus Ekosistem dan Episentrum Mafia Tanah” di ruang GBHN, kompleks Parlemen, Jakarta, Selasa 14 Desember 2021.

Kegiatan tersebut diselenggarakan oleh Program Studi Doktor Hukum dan Program Studi Magister Hukum Universitas Kristen Indonesia (UKI) bekerja sama dengan Sekretariat Jenderal MPR RI. Selain Basarah, turut hadir antara lain Sekretaris Jenderal MPR RI Ma’ruf Cahyono, Direktur Program Pascasarjana UKI Bintang Simbolon, dan Ketua Program Studi Doktor Hukum John Pieris.

Selain itu, hadir juga Ketua Himpunan Mahasiswa (Hima) Program Doktor Hukum untuk periode 2021-2023 sekaligus Anggota DPR I Wayan Sudirta, Sekretaris Jenderal Hima Program Doktor Hukum Patrice Rio Capella, Ketua Panitia Pelaksana Hendrikus Ali Atagoran (mahasiswa Program Magister Hukum), dan Wakil Ketua Heddy Kandou (mahasiswi Program Doktor Hukum).

“Jangan seperti pameo yang berkembang di tengah masyarakat ‘lapor kehilangan kambing malah hilang sapinya’. Metode kemudahan melapor ini penting bukan hanya bagi masyarakat perkotaan namun juga bagi penduduk yang tinggal di desa/pedalaman. Jika mereka berhadapan dengan mafia tanah, jangankan berharap bisa menang, untuk melapor saja belum tentu mereka punya keberanian untuk melakukannya,” imbuh Basarah.

Basarah mengajak seluruh pihak untuk bekerja lebih keras dan cerdas lagi untuk mengubah sudut pandang sebagian masyarakat yang sinis terhadap hukum di Indonesia, karena dipersepsikan sering tumpul ke atas dan tajam ke bawah. “Kasih Uang Habis Perkara”, “Semua Urusan Mesti Uang Tunai” dan banyak lagi satir atau sindiran lainnya.

Pada kesempatan itu, Basarah mengatakan data menunjukkan terdapat sekitar 125 pegawai BPN terlibat mafia tanah. “Ini jumlah yang baru terungkap. Mafia tanah ini ibarat orang buang angin, wujudnya tidak terlihat. Namun bisa dirasa aromanya,” sindir Basarah.

 

** #IngatPesanIbu 

Pakai Masker, Cuci Tangan Pakai Sabun, Jaga Jarak dan Hindari Kerumunan.

Selalu Jaga Kesehatan, Jangan Sampai Tertular dan Jaga Keluarga Kita.

#sudahdivaksintetap3m #vaksinmelindungikitasemua

2 dari 2 halaman

Moral Pejabat Juga Harus Dijunjung

Tampil sebagai pembicara dalam seminar, yakni Menteri ATR/Kepala BPN Sofyan A Djali (virtual), Anggota Komisi II DPR RI Guspardi Gaus, Penyidik Tindak Pidana Utama Tk II Bareskrim Polri Brigjen Pol Agus Suharnoko, Pakar Hukum Tanah/Agraria Aartje Tehupeiory, dan Ketua Umum Forum Korban Mafia Tanah Indonesia SK Budiarjo. Mahasiswa Program Doktor Hukum UKI, Blucer W Rajagukguk bertindak selaku moderator.

Aartje yang merupakan Doktor Ilmu Hukum dari Universitas Kristen Indonesia menekankan negara harus melakukan penegakan hukum terhadap kasus-kasus mafia tanah secara political will. Sebab, pemberantasannya membutuhkan strategi jitu dengan mengaktifkan semua lembaga terkait, khususnya aparat penegak hukum.

“Kejujuran dan sifat memperjuangkan kebenaran dari semua pejabat-pejabat yang terkait dengan pengurusan masalah tanah juga harus dijunjung tinggi. Karena sebaik apapun sebuah sistem dibangun untuk mengatasi masalah atau konflik pertanahan, masalah mafia tanah tidak akan pernah berhenti jika moral pejabat-perjabat yang terkait tidak dijunjung tinggi,” kata Aartje.

Pada kesempatan itu, John Pieris mengatakan persoalan tanah merupakan “kutukan” untuk bangsa Indonesia. “Tanah-tanah adat yang tidak punya sertifikat diambil alih oleh pemerintah Belanda, setelah Indonesia merdeka, pemerintah mengambil tanah itu. Mungkin secara kasar saya katakan ‘kutukan historis’,” kata John.

John menyatakan perang terhadap mafia tanah bukan hanya dari segi pikiran, melainkan hingga fisik. “Demo di seluruh provinsi, karena sudah stadium 6, 7, 8, sudah sistemik. Sudah seperti itu. Perang semesta begitu, saya kira,” ucap John.