Liputan6.com, Jakarta Akhir bulan di tahun 2021, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengumumkan kenaikan tarif cukai rokok 2022. Kenaikannya sekitar 12 persen. Hal ini telah dikoordinasikan bersama dengan para menteri dan juga telah disetujui oleh Presiden Jokowi.
"Hari ini dalam rapat koordinasi dengan para menteri, Presiden Jokowi menyetujui kenaikan cukai rokok rata-rata 12 persen," kata Sri Mulyani dalam konferensi pers, Jakarta, Senin 13 Desember 2021, lalu.
Kenaikan tarif cukai rokok bukan hanya pada sigaret kretek mesin (SKM) saja, namun pada rokok sigaret kretek tangan (SKT).
Advertisement
Baca Juga
Selain rokok konvensional, tarif cukai produk hasil pengelolaan tembakau lainnya (HPTL) yang terbuat dari daun tembakau juga mengalami kenaikan. Seperti tembakau hirup yakni snuff tobacco dan rokok elektrik, tembakau kunyah, tembakau molases, dan tembakau ekstrak serta esens tembakau.
"Untuk rokok elektrik yang padat dan cair, baik yang dikunyah atau dihirup dilakukan penyesuaian tarif spesifik. Penyesuaian minimum harga jual eceran ini 1,5 persen dari kisaran tarif spesifik," jelas Sri Mulyani Indrawati.
Berikut beragam respons soal pengumuman kenaikan tarif cukai rokok oleh Menkeu Sri Mulyani pada 2022 nanti:
1. DPR Sambut Positif
Anggota Komisi II DPR RI, Mardani Ali Sera menyambut positif langkah pemerintah menaikkan tarif cukai hasil tembakau sebesar 12 persen dengan alasan kesehatan. Ia menilai alasan itu tepat digunakan dalam peningkatan tarif cukai.
"Pertama, sikap pemerintah yang tegas dalam hal cukai rokok diapresiasi. Kajiannya jelas rokok membebani keuangan negara untuk perawatan kesehatan," katanya kepada Liputan6.com, seperti ditulis Kamis (16/12/2021).
Dengan demikian, ia juga mengingatkan pemerintah untuk melakukan pendekatan berupa sosialisasi dan edukasi terkait alasan kenaikan cukai ini. Tujuannya agar ada kesinambungan antar pemangku kepentingan dan masyarakat dalam menyikapi kenaikan cukai hasil tembakau ini.
"Pendekatan cukai diikuti dengan sosialisasi dan edukasi yang terintegrasi agar kekuatan kolektif kita sebagai bangsa bisa membuat semua bahagia," katanya.
Kendati begitu, terkait rokok yang membebani keuangan negara di bidang kesehatan, ia berpesan untuk dilakukan pengawasan dari semua pihak terkait.
Â
Advertisement
2. Menkeu Diminta Perhatikan Petani Tembakau
Menanggapi kenaikan tarif cukai rokok 12 persen pada tahun 2022, anggota DPR meminta Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati memperhatikan kondisi petani tembakau.
"Mengenai perhatian terhadap petani tembakau ini, kita di sini memperhatikan (kalau) aspek kesehatan ini sudah kita bawa di bagi persentasenya hasil cukai untuk kesehatan sekian persen. Namun, untuk petani sendiri yang notabene hasil cukai ini juga berdampak pada penerimaan negara, tak ada satu tetespun yang dialokasikan ke sana," kata Anggota Komisi XI DPR RI Fraksi PKB, Bertu Merlas dalam Rapat Kerja dengan Menteri Keuangan, Rabu, 15 Desember kemarin.
"Saya mohon di tahun depan untuk mulai berikan sentuhan kepada petani tembakau yang saat ini hampir tak ada," imbuhnya.
Di sisi lain, Anggota Komisi XI DPR RI Fraksi Golkar, Mukhamad Misbakhun menyatakan petani tembakau bahkan belum mendapatkan subsidi bantuan. Misalnya, bantuan alat pertanian, subsidi pupuk, hingga pestisida.
"Tapi mereka berkorban paling besar dalam mata rantai industri. Kita tak ada satu mention pun ucapan terima kasih dari pemerintah terhadap mereka untuk jerih payah pengorbanan. Bahkan suruh pindah untuk tak tanam tembakau," jelasnya.Â
Â
3. Komnas Pengendalian Tembakau Menyambut Baik
Ketua Umum Komnas Pengendalian Tembakau Profesor Hasbullah Thabrany menyambut baik langkah baik pemerintah mengenai kenaikan tarif cukai rokok rata-rata 12 persen pada tahun 2022.
“Saya apresiasi pemerintah yang menaikkan cukai rata-rata 12 persen. Itu artinya sekitar 4 kali dari perkiraan inflasi tahun depan," kata Hasbullah dalam konferensi pers virtual di YouTube Komnas Pengendalian Tembakau, Selasa, 14 Desember 2021.Â
Hasbullah juga membahas mengenai penguatan berbasis kesehatan."Saya ingat Bu Sri Mulyani pernah menjanjikan bahwa kisaran 2005 hingga 2015 Indonesia masih pro industri karena butuh uang. Setelah 2015, baru kita penguatannya berbasis kesehatan. Saya berharap ini terus menjadi komitmen ke depannya," ucapnya.Â
Â
Advertisement
4. Perhimpunan Dokter Paru Indonesia (PDPI)
Sementara itu, Ketua Umum Perhimpunan Dokter Paru Indonesia (PDPI) Agus Dwi Susanto mengungkapkan bahwa dengan adanya kenaikan ini merupakan upaya yang bagus untuk pengendalian tembakau.
"Menaikkan cukai rokok adalah salah satu upaya pengurangan jumlah perokok, tentu nantinya ini akan berdampak pada jumlah perokok, kita berharap seperti itu," ujar Agus kepada Health Liputan6.com melalui sambungan telepon, Rabu, 15 Desember 2021.
Dalam pengendalian tembakau dan menurunkan jumlah perokok, menaikkan harga cukai rokok hanya salah satu langkah saja. Artinya, pelaksanaannya harus dilakukan secara komprehensif dengan langkah-langkah lain.
Â
Elsa Usmiati