Sukses

HEADLINE: Kapolri Sikapi Fenomena No Viral No Justice, Momentum Pembenahan Internal?

Fenomena tagar tentang krisis kepercayaan terhadap Polri bermunculan, mulai dari percuma lapor polisi, 1 hari 1 oknum, no viral no justice, hingga viral for justice. Bagaimana Kapolri menyikapinya?

Liputan6.com, Jakarta - Penanganan kasus pemerkosaan tiga anak yang dilakukan ayah kandungnya di Kabupaten Luwu Timur, Sulawesi Selatan beberapa waktu lalu menjadi puncak kekecewaan masyarakat terhadap institusi Kepolisian Republik Indonesia (Polri).

Kasus yang mangkrak sejak 2019 itu menjadi sorotan publik setelah viral di media sosial pada awal Oktober 2021 lalu. Kampanye dengan tanda pagar (tagar) "percuma lapor polisi" seketika trending topic di Twitter, bukti begitu krisisnya kepercayaan publik terhadap Polri.

Seperti fenomena gunung es, satu per satu kasus serupa yang tak tertangani dengan baik oleh kepolisian bermunculan. Kasus kematian mahasiswi Universitas Brawijaya, Novia Widyasari Rahayu yang ditemukan tewas di makam sang ayah, contohnya.

Di balik kasus kematian Novia, tersimpan rentetan peristiwa kelam yang melibatkan mantan kekasihnya seorang polisi di Polres Pasuruan, Randy Bagus Hari Sasongko. Setelah itu, kasus demi kasus yang memperlihatkan buruknya citra kepolisian bermunculan dan viral.

Paralel dengan itu, tagar-tagar tentang stigma yang melekat pada kondisi terkini kepolisian juga memenuhi lini masa, seperti "1 hari 1 oknum", "no viral no justice", hingga "viral for justice". 

Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo menyadari munculnya sejumlah tagar yang menjadi reaksi publik atas kinerja kepolisian. Kapolri lantas memerintahkan jajarannya berbenah guna menghilangkan stigma negatif tersebut.

"Ini waktunya kita berbenah untuk melakukan hal yang lebih baik. Bagaimana kita melihat perkembangan medsos terkait peristiwa yang di-upload. Ini menjadi tugas kita semua," kata Sigit saat memberikan arahan dalam Rakor Anev Inspektorat Pengawasan Umum (Itwasum) Polri, Yogyakarta, Jumat 17 Desember 2021.

Sigit menyebutkan bahwa masyarakat membuat perbandingan penanganan kasus yang diviralkan dengan perkara yang dilaporkan ke polisi tanpa diunggah ke medsos. Kata dia, masyarakat menilai kasus yang diviralkan cenderung selesai lebih cepat.

"Fenomena ini harus dievaluasi, kenapa terjadi. Kemudian sudah melekat di masyarakat harus viral, kalau tidak viral prosesnya tidak akan berjalan dengan baik," kata Kapolri Sigit.

Sosiolog dari Universitas Gadjah Mada (UGM), Arie Sujito melihat fenomena tagar ini sebagai bentuk kritik terhadap kondisi yang terjadi di tubuh Polri, sekaligus harapan agar Korps Bhayangkara berbenah menjadi lebih baik.

"Di sanalah saya kira polisi perlu lihat fenomena ini sebagai bagian dari kontrol publik untuk memperbaiki kinerja dan mewujudkan harapan di masyarakat," katanya saat dihubungi Liputan6.com, Selasa (21/12/2021).

Arie mengapresiasi respons positif Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo terhadap kritikan-kritikan tersebut. Dia berharap komitmen Kapolri untuk berbenah juga didukung dan diikuti oleh anak buahnya secara menyeluruh.

"Perlu sinergi lini atas hingga bawah, karena ujung tombak sering di bawah, ketika ada oknum menyimpang semua dinilai begitu, padahal enggak. Maka harus memastikan lini bawah solid dan bekerja profesional," tutur dia.

Peneliti Institute for Criminal Justice Reform (ICJR), Iftitah Sari menuturkan bahwa persoalan mendasar yang harus dibenahi Polri adalah sistemnya. Dia mengatakan, munculnya fenomena tagar "percuma lapor polisi" dan sebagainya merupakan akumulasi krisis kepercayaan yang berakar dari permasalahan di tubuh Polri sendiri. 

"Sebetulnya masalah di kepolisian itu kan sistemik. Jadi memang ini cuma kelihatan di permukaan saja, tapi sebetulnya yang enggak kelihatan banyak banget masalahnya. Dan itu perlu diintervensi sama perubahan sistem melalui perubahan kebijakan di peradilan pidananya," ujarnya saat dihubungi Liputan6.com, Selasa (21/12/2021).

Menurut dia, kasus-kasus tersebut tak akan selesai jika persoalan mendasarnya tidak dibenahi. "Selama sistemnya masih belum berubah, mau siapa pun yang duduk menjadi Kapolri atau Kapolda dan sebagainya akan tetap sama," katanya.

Iftitah menyoroti kewenangan Polri yang begitu besar namun tidak diimbangi dengan akuntabilitas atau sistem pengawasan yang kuat. Sehingga potensi penyalahgunaan wewenang di kepolisian sangat besar.

ICJR mendorong sistem peradilan pidana di Indonesia dibenahi. Menurutnya, harus ada keterlibatan instansi lain di luar kepolisian, seperti Kejaksaan dan Hakim dalam upaya penegakan hukum. 

"Jadi misalnya ketika mereka melakukan penangkapan dan penahanan, itu harus ada izin atau harus ada perintahnya dari jaksa dan hakim. Jadi ada dobel pengawasannya, sehingga potensi untuk penyalahgunaan wewenang, kemudian misalnya ada penyiksaan dan sebagainya itu bisa dicegah," ucap Iftitah.

Saat ini, langkah konkret pembenahan yang harus segera dilakukan Polri adalah mengevaluasi diri. Polri harus sadar bahwa di tubuhnya ada permasalahan sistemik. Iftitah lantas menyinggung tentang banyaknya aduan negatif terhadap Polri yang diterima Komnas HAM dan Ombudsman. 

"Nah dari situ harusnya bisa berangkat kan dari institusi Polri ini evaluasi apa yang kurang, dan kemudian komitmen untuk melakukan perbaikan itu. Bisa diwujudkan dengan adanya dukungan untuk melakukan revisi perubahan KUHAP agar supaya sistem peradilan pidana kita lebih akuntabel dan ada pengawasan yang lebih kuat yang bisa diterapkan," katanya.

Menurut ICJR, sejauh ini dorongan masyarakat sipil terhadap perubahan sistem tidak mendapat dukungan dari Kepolisian. Alih-alih mendukung, Polri justru disebut sebagai instansi yang paling keras menolak revisi Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP). 

"Kami juga sadar bahwa memang enggak ada kan di dunia ini atau di lembaga negara ini yang mau kewenangannya dikurangi," katanya.

"Tapi kita melihat dari pengalaman, kita melihat dari kasus-kasus yang sekarang naik, bahwa ada masalah di pembagian kewenangan itu, yang seharusnya ada pengawasan tapi enggak jalan. Nah itu kan sesuatu yang harus dibenahi. Mungkin komitmen untuk mau mendorong adanya perubahan sistem ini ke arah yang lebih baik lagi," ujar Iftitah menandaskan.

2 dari 4 halaman

Jangan Takut Lapor

Wakil Ketua Komisi III DPR RI, Ahmad Sahroni turut menyoroti fenomena tagar yang dialamatkan kepada Polri, belakangan ini. Dia mengapresiasi sikap Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo yang merespons positif fenomena tagar tersebut.

“Memang Polri belum sempurna, masih ada yang harus terus diperbaiki. Namun yang terpenting dari sebuah lembaga khususnya Polri kita saat ini ialah mereka sudah sangat terbuka dalam menerima masukan. Jadi memang keviralan ini bisa menjadi perbaikan buat kita semua agar berbagai kekurangan yang ada di Polri bisa diperbaiki ke depannya,” ujar Sahroni dalam keterangan tertulisnya yang diterima Liputan6.com, Senin (20/12/2021).

Politikus Partai NasDem ini menilai bahwa Kapolri sejauh ini sudah sangat sigap dalam menindak laporan yang ditujukan kepada lembaganya. Hal ini terbukti dari tindakan tegas terhadap sejumlah anggota yang melanggar aturan.

“Sebenarnya kalau kita lihat sejauh ini, respons Pak Kapolri bersama Propam juga sudah sangat sigap dan cepat dalam menindak laporan. Saya respect kepada Kapolri yang sudah membuka mata, telinga, pikiran dan hati. Mengakui kalau memang lembaganya harus dibenahi, dan langsung bertindak cepat dan tegas. Zaman sekarang sulit mencari pemimpin dan lembaga yang bisa terbuka pada kritik besar seperti ini. Terlebih lagi ini lembaga kepolisian yang powerful,” tutur dia.

Terakhir, Sahroni meminta agar seluruh masyarakat tidak ragu untuk terus mengawasi kinerja Kepolisian.

“Lembaga Kepolisian kita ini sangat besar, tentu terdapat kekurangan. Jadi masyarakat juga silakan melapor jika menemukan berbagai pelanggaran oleh oknum di kepolisian. Selain itu, Pak Kapolri juga sudah berkali-kali menegaskan supaya rakyat jangan takut lapor. Jadi mari kita sama-sama awasi demi kepolisian yang lebih baik ke depannya,” katanya memungkasi. 

Komisioner Komisi Polisi Nasional (Kompolnas) Poengky Indarti meminta Polri segera mengevaluasi pelayanan dan kinerja atas ramainya tagar "no viral no justice" di media sosial sebagai kritik terhadap Korps Bhayangkara itu.

"Polri harus sigap menindaklanjuti laporan masyarakat. Jika tidak, maka akan diviralkan," kata Poengky saat dihubungi Merdeka.com, Sabtu (17/12/2021).

Poengky mengatakan, selama ini polisi hanya menindak kasus yang viral di masyarakat. Namun, jika tidak viral, maka tidak ditindaklanjuti. 

"Harus diakui pula, ketika kasusnya viral, respons polisi sangat cepat. Hal ini menjadikan masyarakat semakin menyukai dan memilih memviralkan agar ada perhatian terhadap kasusnya, ketimbang melapor melalui cara-cara resmi," katanya.

"Hal ini harus menjadi perhatian Polri, karena pengawas polisi tidak hanya pengawas internal dan eksternal seperti Kompolnas saja, melainkan juga media dan masyarakat," katanya.

Kompolnas melihat bahwa harus ada sistem penanganan kasus yang segera diubah. 

"Masyarakat juga berharap jika ada anggota yang melakukan pelanggaran, akan diperiksa dan dijatuhi sanksi sesuai kesalahannya. Jika melakukan tindak pidana, misalnya melakukan penembakan di luar prosedur, maka harus dipidana, jangan hanya diproses etik saja," tambahnya.

3 dari 4 halaman

Keluar dari Zona Nyaman

Sebelumnya, Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo menekankan, jajaran Polri harus menerima semua persepsi yang muncul di masyarakat. Hal ini menyusul fenomena tagar "percuma lapor polisi" hingga "no viral no justice". Menurutnya, ini merupakan bagian dari evaluasi dan kritik untuk Polri.

Dengan adanya kritikan masyarakat, kata Sigit, maka jajaran Polri harus memperbaiki diri, berbenah melakukan hal yang lebih baik lagi, dan memenuhi harapan masyarakat.

Di sisi lain, kehadiran Polri dalam operasi kemanusiaan diapresiasi oleh masyarakat. Hal ini menunjukkan harapan dan kepercayaan masyarakat terhadap Polri yang melayani dan mengayomi masih ada.

"Ini menjadi bagian tugas jajaran untuk mengevaluasi, di sisi mana yang masih kurang terkait perjalanan organisasi Polri, baik secara perilaku individu sehingga kemudian diperbaiki," kata Sigit saat memberikan arahan dalam Rakor Anev Inspektorat Pengawasan Umum (Itwasum) Polri, Yogyakarta, Jumat 17 Desember 2021.

Sigit menambahkan Polri bisa menjadi baik manakala peran dari Itwasum dimaksimalkan di setiap lini sehingga seluruh kegiatan Korps Bhayangkara berjalan di rel yang benar sesuai tujuan organisasi.

"Evaluasi menjadi bagian dari Polri dewasa ini yang tidak antikritik terhadap masukan dari masyarakat," katanya.

Personel Polri saat ini, kata dia, harus mampu keluar dari zona nyaman untuk mewujudkan harapan masyarakat sebagai Polri yang dicintai dan diharapkan masyarakat.

"Pilihannya hanya satu, yakni harus keluar dari zona nyaman sehingga organisasi kita bisa menjadi organisasi modern," kata Sigit.

Dalam kesempatan yang sama, Kapolri mengingatkan sikap anggotanya saat menerima aduan dari masyarakat. Sebab, apa pun aduannya, ada harapan dari pelapor agar permasalahannya dapat terselesaikan dengan baik dan mendapat bantuan dari kepolisian.

"Tidak semua pengaduan tersebut benar (prosedurnya), tidak semuanya benar. Namun pada saat kita kemudian melakukan langkah-langkah penanganan yang keliru atau ditanggapi secara tidak utuh, ada yang kurang, maka kemudian muncul masalah baru," tuturnya.

"Yang tadinya pengaduannya itu tidak benar, namun karena pada saat kita menanggapinya tidak pas, tidak sesuai, tidak sesuai dengan harapan masyarakat maka akan muncul masalah baru. Jadi hal-hal ini tentunya harus selalu dievaluasi, sehingga harapan masyarakat terkait dengan masalah pengaduannya itu betul-betul bisa terjawab," sambungnya.

Kapolri menegaskan, apa pun dan bagaimana pun cara masyarakat menyampaikan aduannya ke kepolisian, anggota harus menindaklanjuti dengan respons cepat dan melayani secara baik.

"Tidak harus selalu harapan tersebut apa yang diadukan itu kemudian bisa berjalan, manakala memang di luar ranah yang bisa kita lakukan. Namun pada saat itu berada di ranah yang bisa kita lakukan, maka lakukan pengawalan sehingga masyarakat betul-betul merasakan bahwa proses pengaduannya itu ada harapan, ada harapan bahwa itu terlayani dengan baik," jelas dia.

Dia berharap berbagai fenomena yang terjadi belakangan ini atas kinerja Polri dapat menjadi bahan evaluasi bersama. Baik secara manajemen atau pun perilaku individu.

"Kemudian ada sistem komunikasi, bagaimana me-manage pengaduan yang baik, diawaki oleh petugas yang profesional. Dan kemudian juga tentunya kita harus updating terhadap kondisi dan situasi lapangan sehingga harapan kita pengaduan masyarakat ini betul-betul bisa kita tindaklanjuti sesuai dengan apa yang diharapkan oleh masyarakat," kata Listyo Sigit menandaskan.

4 dari 4 halaman

Infografis Janji Kapolri Usai Rentetan Tagar di Medsos