Liputan6.com, Jakarta - Pada setiap 22 Desember setiap tahunnya diperingati sebagai Perayaan Hari Ibu di Indonesia. Rupanya, momentum tersebut tak lepas dari Kongres Perikatan Perempuan Indonesia III yang dilaksanakan pada 23 sampai 28 Juli 1938 silam.
Kongres itu membahas tentang Undang-Undang Perkawinan Modern, soal hak pilih, dan dipilih bagi kaum perempuan untuk posisi di Badan Perwakilan atau Volksraad.
Baca Juga
Melansir laman www.indonesia.go.id, Rabu (22/12/2021), dari kongres itu kemudian diputuskan 22 Desember diperingati sebagai Hari Ibu.
Advertisement
Kongres Perikatan Perempuan Indonesia (PPI) III di Bandung dipimpin oleh Emma Puradirejda. Organisasi ini semacam federasi dari berbagai organisasi dan perkumpulan pergerakan perempuan di Indonesia.
Kongres PPI III tak lepas dari Kongres PPI I sejak 22 sampai 25 Desember 1928. Karena tanggal Kongres PPI I itu yang kemudian disepakati sebagai Hari Ibu, yaitu 22 Desember.
Sebanyak 600 orang perwakilan organisasi kemasyarakatan perempuan dan wanita dari pelbagai latar belakang sosial budaya menghadiri kongres tersebut.
Dalam kongres dibahas tentang usaha perjuangan untuk perbaikan hidup perempuan dan kesetaraan antara kaum perempuan dengan kaum laki-laki.
Berubah Nama
Para peserta kongres sepakat perempuan tidak hanya harus duduk di dapur saja, kecuali jika menjadi nomor satu di dapur.
Mereka juga berpendapat sudah saatnya mengangkat derajat buat kaum perempuan, lelaki dan perempuan harus berjalan beriringan.
PPI dalam kongres II-nya pada 28-31 Desember 1929 di Jakarta, mengubah nama PPI menjadi PPII (Perikatan Perhimpunan Istri Indonesia).
PPII memiliki asas kebangsaan, persamaan, jiwa sosial, dan persamaan hak di antara laki-laki dan perempuan. Dari perjalanan panjang itulah kemudian dilaksanakannya Hari Ibu.
Advertisement
Pencetus Hari Ibu
Dikutip dari berbagai sumber, Emma Pureadiredja adalah sosok di balik tercetusnya Hari Ibu. Ia merupakan sosok wanita kelahiran Cilimus, Kuningan 13 Agustus 1902 yang cukup diperhitungkan dalam merangkul para perempuan agar tetap berdikari dalam membela Indonesia.
Emma Puradiredja berlatar belakang keluarga menak. Emma remaja memeroleh akses pendidikan yang cukup memadai untuk menyuarakan pergerakan kaum muda di Jawa Barat.
Ia mendirikan Pasundan Istri (PASI) dengan dilanjutkan menjadi ketua Kongres Perempuan Indonesia ke-3 di Bandung.
Pada 2017 lalu Emma menjadi salah satu tokoh yang rekam jejaknya ditampilkan di Museum Sumpah Pemuda. Nama Emma Puradiredja juga disematkan menjadi nama sebuah rumah sakit bersalin.
Emma Puradiredja wafat pada 19 April 1976 di Rumah Sakit Hasan Sadikin Bandung. Ia dikebumikan pada 20 April 1976 di Taman Makam Pahlawan Cikutra Bandung, Jawa Barat.
Hari Ibu
Advertisement