Liputan6.com, Jakarta Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menyebut banyak uang dalam dugaan korupsi pengadaan pesawat dan mesin pesawat di PT Garuda Indonesia yang lenyap begitu saja, tak bisa dirampas untuk negara.
Wakil Ketua KPK Alexander Marwata menyebut, uang yang lenyap merupakan pembayaran jasa konsultasi pembelian pesawat dan mesinnya yang dikerjakan oleh mantan Direktur Utama (Dirut) PT Mugi Rekso Abadi (MRA) Soetikno Soedarjo. Menurut Alex, uang itu tidak bisa dirampas untuk negara lantaran dianggap sebagai bisnis yang legal.
Baca Juga
"Uang yang diterima oleh perusahaan yang dikendalikan Soetikno tadi itu dianggap sebagai bisnis yang legal oleh hakim, sehingga hakim tidak mau merampas uang itu," ujar Alex dalam keterangannya, Rabu (22/12/2021).
Advertisement
Alex mengatakan perusahaan yang dikendalikan oleh Soetikno itu yakni Intermediary Connaught International Pte Ltd, PT Ardhyaparamita Ayuprakasa, Hollingworth Management International Ltd Hongkong, dan Summerville Pasific Inc.
Menurut Alex, perusahaan-perusahaan yang dikendalikan Soetikno itu yang mengatur kontrak pembelian pesawat dan mesin pesawat yang dilakukan PT Garuda Indonesia kepada Airbus SAS, Rolls-Royce Plc, Avions de Transport Regional, dan Bombardier Canada.
Alex menyebut, kontrak yang dibuat Soetikno itu membuat PT Garuda Indonesia tidak bisa membeli secara langsung pesawat dan mesinnya kepada perusahaan penyedia barang.
"Jadi, Garuda menandatangi kontrak dengan perusahaan-perusahaan yang dikendalikan oleh Soetikno tadi, seolah-olah Garuda enggak bisa membeli langsung dari Airbus atau menjalin kontrak langsung, itu harus lewat perantara seperti tadi," kata Alex.
Menurut Alex, sistem penggunaan jasa konsultan ini membuat negara mengeluarkan uang lebih banyak. KPK mencatat uang yang dikeluarkan untuk penggunaan jasa konsultan itu mencapai Rp 390 miliar.
"Sekitar USD 14,619 juta atau sekitar Rp 205 miliar dan 11,553 juta Euro atau sekitar Rp 185 miliar. Artinya yang masih dikuasai Soetikno itu yang sebetulnya di dalam surat tuntutan, kita minta hakim merampas itu masih Rp 390 miliar, itu kan uang yang gede," kata Alex soal korupsi Garuda Indonesia itu.
Diakui Sebagai Suap
Namun, kata Alex, uang yang seharusnya bisa dirampas untuk memulihkan kerugian keuangan negara itu tak diindahkan oleh hakim. Hakim menilai pendapatan besar yang diterima Soetikno itu merupakan bisnis yang wajar.
"Hakim berpendapat bahwa karena uang yang diterima sebagai fee atau jasa terdakwa sebagai intermediari dari tugasnya selaku komersial advisor agreement, ada kontraknya," kata Alex.
Alex tak sependapat dengan hakim. Pasalnya, otoritas pemberantas korupsi Inggris atau Serious Fraud Office (SFO), Airbus S.A.S, Rolls-Royce Plc, Avions de Transport Regional, dan Bombardier Canada mengakui penggunaan jasa konsultasi yang dilakukan oleh Soetikno merupakan bagian dari suap.
SFO Airbus S.A.S, Rolls-Royce Plc, Avions de Transport Regional, dan Bombardier Canada bahkan memberikan denda kepada perusahaan itu.
"Denda yang dijatuhkan yang kalau dirupiahkan berapa triliun gitu. Sangat aneh kalau di negara lain itu dianggap sebagai suap, sementara di sini karena katanya ada kontrak itu dianggap sebagai legal," kata Alex.
Pada perkara ini Soetikno Soedarjo divonis 6 tahun penjara denda Rp 1 miliar subsider 3 bulan penjara. Dia terbukti menyuap mantan Dirut PT Garuda Indonesia Emirsyah Satar dalam kasus pengadaan pesawat dan mesin pesawat dari Airbus SAS dan Rolls-Royce PLC pada PT Garuda Indonesia.
Soetikno tak diminta uang pengganti. Padahal, jaksa KPK menuntut Soetikno membayar uang pengganti sebesar 14,6 juta dolar Singapura dan 11,55 juta euro.
Advertisement