Sukses

Said Aqil: Peci dan Sarung Simbol Islam Nusantara

Said Aqil pun menyinggung penampilan Presiden Joko Widodo yang mengenakan sarung dan peci.

Liputan6.com, Jakarta - Ketua Umum PBNU Said Aqil Siradj mengungkapkan bahwa Indonesia memiliki sumber kekayaan dari semua bidang. Tak hanya alam yang melimpah, menurut Said Aqil, Indonesia juga kaya akan kultur masyarakatnya.

Dalam kekayaan kultur budaya, kata Said, kebudayaan nusantara membuka diri pada interaksi dan kolaborasi dengan kebudayaan global asing. Pada tahap ini, kebudayaan setempat atau lokal menjadi identitas nafas dan aktualisasi nilai-nilai.

"Di negeri ini, Islam Nusantara menjadi bukti dari kematangan Hadharah Nahdlatul Ulama, maka akhlaqul karimah adalah ciri khas Nahdlatul Ulama," ujar dia dalam pembukaan Muktamar ke-34 NU di Lampung Tengah, sebagaimana disiarkan di Youtube Sekretariat Presiden, Selasa (22/12/2021).

Dia menambahkan, marwah bangsa tergantung dari akhlak masyarakatnya. Semakin tinggi perangai penduduknya, maka kedudukan bangsa ikut terkerek maju.

"Martabat bangsa tergantung akhlaknya. Bila akhlak yang mulia, martabatnya tinggi. Akhlaknya hancur, martabatnya hancur pula," ujar dia.

Selanjutnya, dia mengungkapkan bahwa Indonesia juga kaya akan simbol-simbol. Said Aqil pun menyinggung penampilan Presiden Joko Widodo yang mengenakan sarung dan peci.

"Pak Presiden (Jokowi), hari ini (memakai) peci dan sarung, simbol Islam Nusantara. Banyak contohnya, tapi yang paling, yang hari ini kita contohkan simbol peci dan sarung," ujar dia.

"Kita tahu apa artinya peci dan sarung dalam arti teologi, tapi itulah simbol Nusantara, simbol umat Islam Indonesia," kata dia.

** #IngatPesanIbu 

Pakai Masker, Cuci Tangan Pakai Sabun, Jaga Jarak dan Hindari Kerumunan.

Selalu Jaga Kesehatan, Jangan Sampai Tertular dan Jaga Keluarga Kita.

#sudahdivaksintetap3m #vaksinmelindungikitasemua

2 dari 2 halaman

Dua Kutub Saling Menguatkan

Said Aqil sebelumnya juga mengatakan, nasionalisme dan agama merupakan dua kutub yang saling menguatkan. Menurutnya, nasionalisme dan agama jangan dipertentangkan.

"Nasionalisme dan agama adalah dua kutub yang paling menguatkan, keduanya jangan dipertentangkan, demikianlah pusaka wasiat dari hadratussyekh Hasyim Asyari yang diamini dan disuarakan ribuan ulama pesantren," ucapnya dalam pembukaan Muktamar NU ke-34 di Lampung, Rabu (22/12/2021).

Said menyebut, bahwa hal tersebut adalah ujian atas sikap tawasuth yang sudah dimengerti NU. Selain itu, ujian moderasi polarisasi dua kutub ekstrem yang memang sudah dirasakan NU sejak awal pendiriannya.

"Mereka yang tidak paham sikap NU atas HTI maupun FPI barangkali memang belum mengerti betapa berat amanah  moderasi kutub kutub ekstrem di negeri ini," ujarnya.

"Bagi NU dan pesantren menjaga NKRI adalah amanah karena hanya dengan bersetia dengan konstitusi tatanan beragama dapat diselenggarakan," sambung Said.

Menurut Said, tawasuth maupun moderat mustahil tercapai tanpa kemandirian. Kata dia, usia NU yang mencapai hampir se-abad disebabkan karena kemandirian dalam pengertian setia pada prinsip-prinsip dan nilai-nilai agama.

"Kemandirian dalam pengertian sanggup dalam menyusun agenda agendannya sendiri, kemandirian dalam arti teguh dalam membawa semangat agama dan nasionalisme, dan semangat pluralis kebhinekaan," ungkapnya.

"Kemandirian dalam bidang politik, ekonomi dan budaya, kemandirian dalam arti sanggup bergaul dan berbagi dengan siapa saja sembari menjaga harga diri," pungkasnya.