Sukses

BNPT: Covid-19 Jadi Hambatan Verifikasi Identitas WNI Eks Kombatan di Irak dan Suriah

Padahal proses verifikasi tersebut penting untuk membuat kebijakan selanjutnya kepada nasib para WNI tersebut.

Liputan6.com, Jakarta - Kepala Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) Komjen Boy Rafli Amar mengungkap pandemi COVID-19 menjadi hambatan utama verifikasi identitas warga negara Indonesia yang pernah menjadi petempur asing (FTF) di berbagai negara kawasan Asia Barat, terutama Irak dan Suriah.

Padahal proses verifikasi tersebut penting untuk membuat kebijakan selanjutnya kepada nasib mereka. 

"Jadi, sangat penting sebelum ada keputusan lebih lanjut melakukan verifikasi dan asesmen terhadap mereka. Proses ini secara kondisi mengalami kendala karena masalah kepergian ke daerah-daerah tersebut membutuhkan suasana yang memungkinkan ini terus diperjuangkan," kata Boy di Jakarta, Selasa, (28/12/2021).

Oleh sebab itu, Indonesia mengupayakan adanya kerja sama dengan lembaga internasional dan badan-badan intelijen untuk saling bertukar informasi.

"Kami sharing informasi dengan mereka termasuk dari negara-negara kawasan Arab, termasuk Irak. Kami update data-datanya," terang Boy Rafli seperti dikutip dari Antara.

Dia berharap pandemi COVID-19 segera terkendali sehingga verifikasi dapat cepat rampung.

"Kami berharap dengan kondisi pandemi lebih bagus sehingga membuat kami lebih leluasa perjalanan ke luar negeri dan melakukan aktivitas verifikasi data karena memang perlu meyakinkan status (kewarganegaraan, red.)," katanya lagi.

2 dari 2 halaman

2.217 WNI Berada di Irak dan Suriah

Boy mengatakan, meski di tengah pandemi sepanjang 2021 Satuan Tugas Penanganan FTF telah memverifikasi identitas 529 WNI yang tersebar di berbagai negara, terutama kamp-kamp pengungsi di perbatasan Irak dan Suriah.

"Selama 2021 kami melakukan validasi bersama Ditjen Imigrasi, Bea Cukai, dan Densus 88, terhadap WNI di zona konflik di Suriah," kata Boy.

Boy menyebutkan ada 2.217 WNI yang terkait dengan FTF di Irak dan Suriah, 35 WNI di Filipina, dan 23 WNI di Afghanistan.

Dari jumlah itu, tidak semua WNI merupakan eks kombatan/petempur, tetapi beberapa di antaranya merupakan anak-anak dan istri mereka.

"Anak-anak yang berusia di bawah 10 tahun ada 80-an. Anak-anak yang usianya lebih dari 10 tahun sebanyak 300-an," kata Boy Rafli.