Liputan6.com, Jakarta - Kepala Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) Komjen Boy Rafli Amar mengatakan ada 13 WNI mantan petempur asing (FTF) yang dideportasi dari beberapa negara dan kembali ke Tanah Air sepanjang 2021.
"Penjemputan 13 profil WNI yang dideportasi dari beberapa negara terhadap mereka yang telah menjalani hukuman," kata Boy Rafli Amar di Jakarta, Selasa (28/12/2021).
Baca Juga
Ke 13 WNI itu berasal dari beberapa negara di Asia seperti Filipina dan Malaysia. Namun tidak ada yang berasal dari Suriah.
Advertisement
Dari 13 WNI yang telah tiba di Tanah Air, tiga di antaranya telah dipulangkan ke daerah asal, sementara 10 WNI lainnya masih menjalani deradikalisasi di Rumah Perlindungan Trauma Center (RPTC) Bambu Apus.
"Trauma center di Bambu Apus kerja sama dengan Kemensos (Kementerian Sosial RI)," kata Boy.
Setidaknya saat ini ada ribuan eks petempur asing berkewarganegaraan Indonesia yang tersebar di beberapa negara di Asia Barat dan Asia Selatan.
"Rekapitulasi WNI terkait dengan FTF yang terlibat konflik di Suriah dan Irak 2.127 orang, Filipina sebanyak 35 orang, dan Afghanistan sebanyak 23 orang," kata Boy.
Dari jumlah itu, tidak semua WNI merupakan eks kombatan/petempur, tetapi beberapa di antaranya merupakan anak-anak dan istri mereka.
"Anak-anak yang berusia di bawah 10 tahun ada sekitar 80. Anak-anak yang usianya lebih dari 10 tahun sebanyak 300-an," sebut Boy Rafli.
529 WNI Sudah Terverifikasi
Kepala Satuan Tugas (Satgas) Penanganan FTF tersebut mengatakan bahwa pemerintah Indonesia masih berupaya memverifikasi ratusan WNI yang saat ini menetap di kamp pengungsi beberapa negara, terutama di perbatasan Irak dan Suriah.
Sepanjang 2021, Satgas Penanganan FTF telah memverifikasi 529 identitas WNI di kamp pengungsi. Setidaknya masih ada lebih dari 500 WNI yang butuh diverifikasi identitasnya.
Verifikasi identitas dan asesmen terhadap para WNI eks kombatan merupakan tahapan penting yang harus dilalui oleh Satgas Penanganan FTF sebelum mereka membuat laporan dan merekomendasikan kebijakan selanjutnya.
"Jadi, sangat penting sebelum ada keputusan lebih lanjut melakukan verifikasi dan asesmen terhadap mereka. Proses ini secara kondisi mengalami kendala karena masalah kepergian ke daerah-daerah tersebut membutuhkan suasana yang memungkinkan ini terus diperjuangkan," kata Boy.
Advertisement