Liputan6.com, Jakarta - Indonesian Parliamentary Center (IPC) menyoroti fungsi pengawasan dari DPR RI. IPC menilai fungsi pengawasan dari DPR RI selama ini masih tidak efektif untuk membangun checks and balances dengan pemerintah.
"Pengawasan DPR belum efektif untuk membangun checks and balances. Sejauh ini, pengawasan DPR didominasi pengawasan kategori overview (bersifat reguler untuk mengecek implementasi UU dan APBN), Belum menyentuh aspek permintaan pertanggungjawaban yang lebih mendalam," tulis IPCÂ dalam rilis tertulisnya, Jumat, 31 Desember 2021.
Advertisement
Baca Juga
Sebagai contoh, pada 2020 F-PKS mengusulkan pembentukan Pansus Interpelasi Jiwasraya dan BPJS. Namun, DPR hanya membentuk tiga Panitia Kerja di bawah tiga komisi yang efektivitasnya lebih rendah dibandingkan Pansus Interpelasi.
Belum efektifnya fungsi pengawasan DPR dipengaruhi oleh dominannya jumlah koalisi partai pendukung pemerintah termasuk dalam penguasaan kursi Pimpinan Alat Kelengkapan Dewan atau AKD. Di sisi lain, partai-partai oposisi juga belum mampu membangun keberimbangan oposisi-koalisi.
Selain itu, perlindungan bagi Anggota DPR dari recall partai juga lemah, sehingga inisiatif untuk menggunakan hak pengawasan menjadi rendah. Pengawasan DPR dalam pemantauan pelaksanaan UU juga belum efektif.
Di mana Indonesian Parliamentary Center memandang komisi-komisi di DPR tidak sepenuhnya mengikuti perkembangan penyusunan peraturan turunan dari UU. Hal ini disebabkan lemahnya kapasitas DPR dalam mengukur capaian implementasi UU secara sistematis dan terdokumentasi dan belum terkonsolidasinya komisi dengan sistem pendukung DPR.
Pengawasan DPR dinilai belum transparan
Belum efektif pengawasan DPR juga terlihat dalam merespons isu-isu strategis untuk menjembatani gap antara kebijakan dan kebutuhan publik. Contohnya dalam penanganan Covid-19, DPR membentuk Tim Pengawasan DPR terhadap Pelaksanaan Penanganan Covid-19.
"Namun, tidak ada kejelasan peran antara Tim Pengawasan, Komisi, dan Satgas Covid-19 yang juga dibentuk Pimpinan DPR. Bagaimana peran Tim Pengawasan terkait masalah vaksinasi, APD, dan lain-lain, tidak begitu tampak," tulisnya.
Sepanjang 2021, media melaporkan berbagai isu strategis, seperti mismanajemen Garuda Indonesia, dugaan korupsi bantuan sosial, dan perubahan tarif BPJS yang seharusnya direspons melalui fungsi pengawasan. Namun, menurut Indonesian Parliamentary Center pengawasan DPR belum dilaksanakan secara transparan, partisipatif, dan akuntabel.
Sejumlah Panitia Kerja Pengawasan yang dibentuk Pimpinan DPR dan Komisi, seharusnya melaporkan kinerjanya ke publik. Lemahnya transparansi, partisipasi, dan akuntabilitas pengawasan disebabkan oleh mekanisme fungsi pengawasan yang belum tertata sebagaimana fungsi legislasi (ada perencanaan, penjaringan aspirasi masyarakat, serta pengesahan).
Advertisement
Rekomendasi IPC
Sementara mekanisme fungsi pengawasan, masih bersifat umum dan belum tertata dengan baik. Hal ini menyebabkan fungsi pengawasan kurang menjadi perhatian publik, kecuali untuk isu tertentu.
"Pengawasan DPR dalam bidang Fit and Proper Test (FPT) dan memberikan persetujuan terhadap duta besar perlu dievaluasi karena mengurangi waktu DPR untuk agenda pengawasan yang lebih substantif. Proses rapat FPT memang hanya dalam hitungan hari. Tapi lobi-lobi politik antar partai, calon, dan pemerintah cukup menyita waktu. Terlebih komisi negara yang political interest-nya tinggi," terang Indonesian Parliamentary Center.
Berdasarkan analisis di atas, Indonesian Parliamentary Center merekomendasikan agar DPR mengambil langkah langkah strategis berupa pertama, membangun mekanisme usulan publik untuk membangun inisiatif pengawasan yang lebih terbuka.
Kedua, mendorong inisiatif penggunaan hak pengawasan dan hak mengajukan pertanyaan Anggota DPR dengan meminimalisir intervensi fraksi. Ketiga, meninjau ulang mekanisme fit and proper test
"Membangun instrumen pengawasan yang lebih terstruktur, mampu mengukur capaian, dan menemukan kejanggalan," tandasnya.
Â