Liputan6.com, Jakarta - Pakar Hukum Tata Negara dan Hukum Administrasi Negara Universitas Muslim Indonesia, Fahri Bachmid bakal menjadi saksi ahli dalam kasus dugaan mafia tanah yang terjadi di kantor Badan Pertanahan Nasional (BPN) Kota Depok, yang saat ini sedang berlangsung dalam perkara sengketa tata usaha negara di Pengadilan Tata Usaha Negara Bandung Jawa Barat.
“Iya benar saya diminta menjadi saksi ahli dalam persidangan yang akan digelar pada kamis, 6 Januari 2022 nanti,” ujar Fahri Bachmid kepada wartawan, Selasa 4 Januari 2022.
Menurut Fahri Bachmid, sidang akan berlangsung di Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Bandung. Sebagai saksi ahli, Ia akan memberikan keterangan secara objektif, transparan dan akuntabel, tentunya sesuai kapasitas akademik dan keilmuan yang dimilikinya.
Advertisement
“Ya pasti objektif kita menyampaikan pendapat karena saya diminta sebagai saksi ahli,” paparnya.
Baca Juga
Disebutkan Fahri, dalam perkara sengketa tata usaha negara ini yang bertindak sebagai penggugat adalah Ida Farida, serta sebagai pihak tergugat adalah Kepala Kantor Pertanahan Kota Depok, dalam Perkara dengan register bernomor 101/G/2021/PTUN.BDG.
Menurut Fahri, sidang sebelumnya sudah digelar dengan rangkaian pemeriksaan saksi dan alat bukti dokumen. Ia akan menjelaskan pokok permasalahan sesuai dengan prinsip-prinsip hukum yang berlaku,
"Mudah-mudahan dengan pendapat hukum yang nantinya akan saya sampaikan dalam persidangan nantinya dapat membuat terang permasalahan yang terjadi saat ini, ungkapnya.
* Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.
Tidak Lihat Aspek Pidananya
Ketika disinggung apakah dari kasus itu disinyalir ada mafia tanah di kantor BPN Depok yang terlibat, mantan Kuasa Hukum Presiden Jokowi dan KH. Ma’aruf Amin pada saat sengketa Pilpres 2019 ini, mengaku tak bisa menjelaskan masalah tersebut, karena bukan kapasitasnya untuk menjelaskan masalah tersebut,
"Karena aspek hukum yang saya lihat ini adalah dari sisi optik hukum tata usaha negara dan administrasi negara, jadi tidak melihat aspek pidananya, karena itu adalah domain penyidik,
Kasus ini bermula saat Farida mencoba mengelola lahan tersebut. Berbekal Surat Keputusan Kepala Inspeksi Agraria (Sk-Kinag), Farida mendaftarkan hal tersebut ke BPN dan penetapan Pengadilan Negeri.
Setelah SHM didapat, mulai muncul permasalahan, di mana pada lahan itu juga muncul sertifikat atas nama perusahaan yang dipecah menjadi sembilan. Karena hal itu, sertifikat keduanya pun akhirnya dibatalkan melalui SK Kanwil BPN di tahun 2017. Sejak saat itu terjadi sengketa kepemilikan lahan.
Reporter : Ya'cob Billiocta/Merdeka.com
Advertisement