Sukses

5 Fakta Terkait Vonis Heru Hidayat dalam Kasus Dugaan Korupsi Asabri

Komisaris Utama PT Trada Alam Minera Heru Hidayat telah mendapat vonis nihil dari Majelis Hakim Pengadilan Tipikor pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Selasa 18 Januari 2022.

Liputan6.com, Jakarta - Komisaris Utama PT Trada Alam Minera Heru Hidayat telah mendapat vonis nihil dari Majelis Hakim Pengadilan Tipikor pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Selasa 18 Januari 2022.

Vonis nihil terdakwa Heru Hidayat itu terhadap kasus dugaan korupsi PT Asabri. Hakim menyatakan Heru terbukti melakukan korupsi di PT Asabri dan tindak pidana pencucian uang (TPPU).

"Mengadili, menyatakan, terdakwa Heru Hidayat turut serta melakukan tindak pidana korupsi dalam dakwaan kesatu primer dan tindak pidana pencucian uang sebagaimana kedua primer," ujar Hakim Ignatius Eko Purwanto dalam vonisnya di Pengadilan Tipikor, Jakarta Pusat, Selasa 18 Januari 2022.

"Menjatuhkan pidana terhadap terdakwa tersebut oleh karena itu dengan pidana nihil," sambung Hakim Ignatius Eko.

Dengan vonis nihil tersebut, maka Majelis Hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) pada Jakarta Pusat meminta agar jaksa mengembalikan beberapa barang bukti hasil sitaan dari terdakwa.

Berikut sederet fakta terkait vonis Komisaris Utama PT Trada Alam Minera Heru Hidayat dihimpun Liputan6.com:

 

2 dari 7 halaman

1. Dijatuhkan Vonis Nihil

Majelis Hakim Pengadilan Tipikor pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat menjatuhkan vonis nihil terhadap Komisaris Utama PT Trada Alam Minera Heru Hidayat.

Hakim menyatakan Heru terbukti melakukan korupsi di PT Asabri dan tindak pidana pencucian uang (TPPU).

"Mengadili, menyatakan, terdakwa Heru Hidayat turut serta melakukan tindak pidana korupsi dalam dakwaan kesatu primer dan tindak pidana pencucian uang sebagaimana kedua primer," ujar Hakim Ignatius Eko Purwanto dalam vonisnya di Pengadilan Tipikor, Jakarta Pusat, Selasa 18 Januari 2022.

"Menjatuhkan pidana terhadap terdakwa tersebut oleh karena itu dengan pidana nihil," sambungnya.

Perlu diketahui, vonis nihil yakni tidak ada penambahan hukuman pidana penjara, lantaran hukuman yang diterima oleh terdakwa dalam kasus sebelumnya jika diakumulasi sudah mencapai batas angka maksimal yang diperbolehkan oleh ketentuan undang-undang.

Adapun, Heru Hidayat divonis hukuman seumur hidup dalam perkara korupsi di PT Jiwasraya.

 

3 dari 7 halaman

2. Hukuman Mati Ditolak

Hakim Ignatius juga dalam amarnya mewajibkan Heru Hidayat membayar uang pengganti atas perbuatan yang dia lakukan. Heru diwajibkan membayar uang pengganti sebesar Rp 12.643.400.946.226.

Dalam pertimbangannya, Anggota Hakim Rosmina menyebut tuntutan mati terhadap Heru Hidayat yang dilayangkan jaksa penuntut umum pada Kejagung tak beralasan. Sebab, menurut Rosmina, tuntutan yang dilayangkan jaksa tak sesuai dengan dakwaan.

"Bahwa tuntutan penuntut umum tersebut keliru dan sesat karena dakwaan merupakan landasan dan rujukan serta batasan dalam penelitian, penuntutan, dan putusan suatu perkara," kata Rosmina.

Menurut Rosmina, Pasal 2 ayat 2 UU Tipikor yang didalamnya memuat tuntutan mati tidak dicantumkan dalam surat dakwaan tim penuntut umum.

Rosmina berpandangan, meski Heru Hidayat mengulang perbuatan pidana, yakni korupsi PT Jiwasraya, namun tak bisa dituntut di luar pasal yang didakwakan.

"Menimbang bahwa berdasarkan pertimbangan di atas, majelis hakim berpendapat bahwa terhadap tuntutan jaksa penuntut umum agar terdakwa dijatuhi hukuman mati haruslah dinyatakan ditolak," kata Rosmina.

 

4 dari 7 halaman

3. Alasan Hukuman Mati Ditolak

Tuntutan hukuman mati yang dimohonkan JPU terhadap terdakwa kasus korupsi PT Asabri, Heru Hidayat ditolak Majelis Hakim Pengadilan Tipikor pada PN Jakarta Pusat. Mantan Komisaris PT Trada Alam Sejahtera itu divonis pidana nihil.

Majelis Hakim berpandangan bahwa vonis hukuman mati yang merujuk pada Pasal 2 ayat 2 UU Tipikor tidak ada dalam dakwaan. Sementara, sejak semula dakwaan yang dipakai adalah Pasal 2 Ayat 1 dengan hukuman maksimal seumur hidup.

"Sehingga majelis hakim tidak dapat membuktikan unsur Pasal 2 Ayat 2 Undang-undang Tindak Pidana Korupsi, akan tapi majelis hanya membuktikan Pasal 2 Ayat 1," kata Majelis Hakim saat sidang pembacaan putusan.

Terlebih, Majelis Hakim menilai berdasarkan pasal 182 ayat 4 KUHAP bahwa musyawarah harus didasarkan surat dakwaan dan segala sesuatu yang terbukti di sidang, karena dakwaan adalah sebagai batasan dan rujukan dalam pembuktian.

"Maka putusan yang dijatuhkan tidak boleh keluar dari dakwan dan segala sesuatu yang terbukti dalam pemeriksaan di sidang. Surat dakwaan adalah pagar atau batasan yang jelas dalam memeriksa di persidangan bagi pihak-pihak untuk penuntut umum agar tidak melampaui kewenangan," kata majelis.

Sementara, dari pertimbangan penuntut umum soal pemakaian Pasal 2 Ayat 2 perihal hukuman mati, dengan alasan keadaan tertentu. Majelis hakim berpandangan jika alasan keadaan tertentu adalah sebagai pemberantan bagi tindak pidana korupsi bila negara dalam keadaan bahaya.

"Sebagaimana undang-undang yang berlaku pada waktu bencana alam nasional, pengulangan tindak pidana korupsi dan pada waktu negara dalam krisis ekonomi dan moneter. Keadaan yang dapat dijadikan alasan pemberatan sebagaimana Pasal 2 Ayat 2," jelasnya.

Tidak bisanya kondisi tertentu dijadikan alasan hukuman mati, karena tindakan pidana korupsi yang dilakukan Heru pada Pengelolaan Keuangan dan Dana Investasi PT Asabri berlangsung pada periode tahun 2012-2019. Majelis Hakim berpendapat dalam kondisi itu tidak ada faktor atau alasan keadaan berbahaya.

"Penuntut umum tidak membuktikan kondisi-kondisi tertentu penggunaan dana yang dilakukan terdakwa pada saat melakukan tindak pidana korupsi. Berdasarkan fakta terdakwa melakukan tindak pidana korupsi pada saat situasi negara aman," katanya.

Di sisi lain, Majelis Hakim juga berpendapat jika alasan pengulangan tindak pidana korupsi (Tipikor) Heru yang jadi alasan pemberatan tidak lah terbukti. Karena, telah dijatuhi hukuman seumur hidup dalam perkara tindak Pidana Korupsi PT Asuransi Jiwasraya berdasarkan keputusan PN Jakarta Pusat, Pengadilan Tinggi Jakarta dan Mahkamah Agung.

"Terdakwa telah menjalani sebagian atau baru dalam tipikor Jiwasraya yang sudah berkekuatan hukum tetap tersebut. Tipikor dalam Jiwasraya berbarengan dengan tipikor yang dilakukan terdakwa dalam perkara PT Asabri. Sehingga lebih tepat dikategorikan Concursus Realis atau Merdaadse Samenloop bukan sebagai pengulangan tindak pidana," bebernya.

"Oleh karena itu beralasan hukum untuk mengesampingkan tuntutan mati yang diajukan penuntut umum dalam tuntutannya. Karena tuntutan mati pasal 2 Ayat 2 sifatnya fakultatif artinya pilihan tidak ada keharusan untuk menjatuhkan hukuman mati," tambahnya.

 

5 dari 7 halaman

4. Hakim Perintahkan Sitaan Aset 18 Kapal dari Heru Hidayat Dikembalikan

Majelis Hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) pada Jakarta Pusat meminta agar jaksa mengembalikan beberapa barang bukti hasil sitaan dari terdakwa Mantan Mantan Komisaris PT Trada Alam Sejahtera, Heru Hidayat atas perkara korupsi PT Asabri

"Pertimbangan majelis terkait perampasan barang bukti berupa dokumen, kapal, tanah bangunan kendaraan rumah dan perusahaan yang disita dan terlampir dalam berkas perkara," ujar hakim saat persidangan, di PN Tipikor, Jakarta Pusat.

Dari pertimbangan majelis hakim ini, ada sejumlah barang bukti yang harus dikembalikan jaksa, diantaranya sejumlah perusahaan perseroan terbatas yang karena memiliki badan hukum personifikasi orang. Maka tidak dapat dilakukan penyitaan atau perampasan, dan harus dinyatakan batal.

Kemudian, berupa barang bukti sebidang tanah atau bangunan, sesuai sertifikat seluas 660 m2, yang terletak di kelurahan Benua Melayu Barat, Pontianak, dengan pemegang hak. Lalu satu bidang tanah dan bangunan, di Bangka Belitung.

"Terbukti dimiliki jauh sebelum perkara, sehingga bukan hasil tindak pidana dan harus dikembalikan," ujarnya.

Sedangkan untuk sejumlah kapal, hakim menilai kapal-kapal tersebut tidak terbukti dibeli hasil korupsi. Sehingga perlu dikembalikan dimana total kapal yang harus dikembalikan sebanyak 18 unit.

Salah satunya adalah kapal LNG milik PT Hanochem Shipping. Disebut kapal ini dibeli jauh sebelum kasus korupsi Heru terjadi dalam perkara PT. Asabri.

"Menimbang barang bukti berupa kapal LNG Aquarius milik PT Hanochem Shipping, beserta seluruh dokumen kapal terbukti dimiliki PT Hanochem Shipping jauh sebelum tindak pidana korupsi dalam perkara ini, dibeli 3 konsorsium sejak tanggal 14 Desember 2011 harga USD 33 juta," paparnya.

"Sehingga bukan merupakan hasil tindak pidana dan harus dikembalikan," tambah Majelis Hakim.

Selain kapal milik PT Hanochem Shipping, hakim juga meminta jaksa mengembalikan kapal kapal lain milik PT Trada Alam Mineral tbk dan PT Jelajah Bahar Utama.

Adapun rincian kapal-kapal yang harus dikembalikan jaksa, sesuai keputusan majelis hakim, yaitu;

Kapal milik PT Hanochem Shipping

1.Kapal LNG Aquarius

Kapal-kapal milik PT Trada Alam Mineral tbk

1. Kapal Pasmar 01

2. Kapal Taurians one

3. Kapal Taurians two

4. Kapal Taurians Three

Kapal-kapal milik PT Jelajah Bahar Utama

1. Kapal ARK 03

2 . Kapal ARK 01

3. Kapal ARK 02

4. Kapal ARK 05

5. Kapal ARK 06

6. Kapal Noah 1

7. Kapal Noah 2

8. Kapal Noah 3

9. Kapal Noah 5

10. Kapal Noah 6

11. Kapal TBG 306

12. Kapal TBG 301

13. Kapal TBG 2007

 

6 dari 7 halaman

5. Barang Yang Dirampas

Sementara itu, untuk barang bukti terdakwa Heru yang dirampas untuk mengembalikan kerugian keuangan negara, yaitu beberapa tanah yang akan dirampas untuk kemudian dilelang guna menggantikan kerugian negara.

"Telah terbukti dibelanjakan terdakwa oleh uang hasil tindak pidana korupsi dan akta jual belinya diatasnamakan orang lain oleh karenanya dirampas untuk negara," kata hakim.

Termasuk dua kendaraan kendaraan mobil mewah yang dirampas untuk menggantikan kerugian negara. Diantaranya mobil merek LEXUS Type RX200T F-Sport 4x4 AT dan mobil Ferrari tipe Berlinetta.

"Untuk barang bukti yang ditetapkan dirampas untuk negara, sesudah mempunyai kekuatan hukum tetap kecuali yang merupakan hasil TPPU, semuanya dilelang untuk menutupi uang pengganti," ujar Hakim.

"Dengan ketentuan apabila hasil lelang melebihi uang pengganti tersebut maka sisanya dikembalikan pada terdakwa selaku terpidana," tambahnya.

Lalu, Bahwa hasil lelang terhadap barang bukti tidak mencukupi dan tidak membayar kekurangannya paling lama 1 bulan maka harta benda dapat disita jaksa dan dilelang untuk menutupi uang pengganti.

Maka, hakim menilai karena terdakwa sudah dijatuhi pidana penjara seumur hidup dalam perkara tindak pidana korupsi PT Asuransi Jiwasraya berdasarkan kekuatan hukum tetap.

Dan Saat ini telah menjalani sebagian pidana penjara maka ketentuan pidana penjara pengganti sebagaimana pasal 18 ayat 3 tidak dapat dikenakan terhadap terdakwa.

 

(Elsa Usmiati)

7 dari 7 halaman

Kasus Jiwasraya dan Asabri