Liputan6.com, Jakarta - Jaksa Agung ST Burhanuddin menyatakan, Kejaksaan Agung (Kejagung) tidak menangani langsung pihak terlibat yang berasal dari militer dalam kasus dugaan korupsi pengadaan satelit Kementerian Pertahanan (Kemhan) tahun 2015-2021.
"Kami melakukan penyelidikan hanya terhadap yang tersangkanya adalah sipil, tidak pada militer," tutur Burhanuddin di Kejagung, Jakarta Selatan, Rabu (19/1/2022).
Advertisement
Baca Juga
Apabila nantinya penyidik menemukan keterkaitan pihak militer dalam korupsi pengadaan satelit Kemhan, Burhanuddin melanjutkan, pihaknya akan langsung berkoordinasi dengan Polisi Militer.
"Kewenangannya ada pada Polisi Militer," jelas dia.
Sementara itu, Kejagung melakukan penggeledahan dan penyitaan terkait kasus dugaan korupsi proyek pengadaan Satelit Slot Orbit 123 Bujur Timur (BT) pada Kemhan Tahun 2015-2021. Penggeledahan pada Selasa 18 Januari 2022 di tiga lokasi.
"Jampidsus lakukan tindakan penggeledahan dan penyitaan di tiga lokasi yang terkait perkara dugaan tindak pidana korupsi proyek satelit," kata Kapuspenkum Kejagung Leonard Eben Ezer Simanjuntak dalam keterangannya.
Penyitaan
Adapun tiga lokasi yang digeledah, di antaranya Kantor PT Dini Nusa Kusuma yang beralamat di Jalan Prapanca Raya, Jakarta Selatan; Kantor PT Dini Nusa Kusuma yang beralamat di Panin Tower Senayan City Lantai 18A Jakarta Pusat; dan Apartemen milik saksi SW selaku Direktur Utama PT Dini Nusa Kusuma/Tim Ahli Kementerian Pertahanan.
Dari hasil penggeledahan kasus dugaan korupsi satelit itu, petugas mendapatkan sejumlah barang yang disita, di antaranya; sejumlah dokumen sebanyak tiga kontainer plastik serta barang bukti elektronik dengan total kurang lebih 30 buah.
"Terhadap barang yang disita tersebut akan dijadikan barang bukti dalam perkara Dugaan Tindak Pidana Korupsi dalam Proyek Pengadaan Satelit Slot Orbit 123 Bujur Timur pada Kementerian Pertahanan Tahun 2015-2021," jelas Leonard.
Â
Advertisement
Kerugian Negara
Sebelumnya, Jaksa Agung Muda Pidana Khusus (JAMPidsus) Kejaksaan Agung, Febrie Ardiansyah mengatakan, negara telah mengalami kerugian sebesar Rp 500 miliar terkait dengan dugaan korupsi proyek satelit komunikasi pertahanan (Satkomhan) Kementerian Pertahanan (Kemhan) pada 2015-2016.
"Jadi indikasi kerugian negara yang kita temukan hasil dari diskusi dengan rekan-rekan auditor, ini kita perkirakan uang yang sudah keluar sekitar Rp 500 miliar lebih dan ada potensi. Karena kita sedang digugat di arbitrase sebesar 20 juta USD," kata Febrie saat konpers di Kejaksaan Agung, Jakarta Selatan, Jumat (14/1/2021).
Ia menjelaskan, total segitu diperuntukkan untuk membayar biaya sewa Avanti sebesar Rp 491 miliar, kemudian untuk biaya konsultan sebesar Rp 18,5 miliar. Selanjutnya untuk biaya Arbitrase Navajo senilai Rp 4,7 miliar.
"Nah ini yang masih kita sebut potensi ya, karena ini masih berlangsung dan kita melihat bahwa timbulnya kerugian atau pun potensi sebagaimana tadi yang disampaikan di persidangan Arbitrase ini," jelasnya.
"Karena memang ada kejahatan yang kualifikasinya ketika ekspose dilakukan, ini masuk ke dalam kualifikasi tindak pidana korupsi," sambungnya.
Â