Sukses

Pemerintah Susun Regulasi Wajibkan Rumah Sakit Beli Alat Kesehatan Produksi Dalam Negeri

Menurut Kadir, perusahaan alat kesehatan luar negeri masih bisa menjual produknya di Indonesia. Dengan catatan, mereka membangun perusahaan dan pabrik alat kesehatan di Tanah Air.

Liputan6.com, Jakarta Direktur Jenderal Pelayanan Kesehatan Kementerian Kesehatan, Abdul Kadir menyampaikan pemerintah sedang menyusun regulasi terkait penggunaan alat kesehatan. Melalui regulasi ini, pemerintah akan mewajibkan rumah sakit menggunakan alat kesehatan produksi dalam negeri.

"Saat ini sementara kami persiapkan, pemerintah melakukan suatu regulasi di mana semua produksi dalam negeri harus digunakan rumah sakit. Kira-kira semua alat kesehatan yang sudah diproduksi dalam negeri wajib dibeli," ungkapnya dalam acara Pra Muktamar IDI (Ikatan Dokter Indonesia) XXXI, Kamis (20/1/2021).

Alat kesehatan impor yang terdapat di e-katalog LKPP (Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah) nantinya di-take down. Dengan begitu, rumah sakit tak bisa lagi membeli alat kesehatan impor.

Menurut Kadir, perusahaan alat kesehatan luar negeri masih bisa menjual produknya di Indonesia. Dengan catatan, mereka membangun perusahaan dan pabrik alat kesehatan di Tanah Air.

"Mereka kalau tidak ada komitmen membangun pabrik dan perusahaan di Indonesia, maka alatnya tidak akan kita beli," sambungnya.

 

2 dari 2 halaman

Dorong Transformasi SDM

Tak hanya alat kesehatan, pemerintah juga akan menerapkan aturan serupa untuk penggunaan obat-obatan di Indonesia. Dia menambahkan, ke depan pemerintah mendorong transformasi sumber daya manusia (SDM) kesehatan dan teknologi kesehatan.

"Transformasi kesehatan dalam hal ini adalah bahwa semua layanan kesehatan kita nantinya tidak menggunakan lagi manual tapi digitalisasi dan juga kita mengembangkan teknologi di sektor kesehatan," jelasnya.

Sebelumnya, Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin mengaku mulai mendorong program transformasi kesehatan enam pilar pada 2022. Pertama, transformasi layanan primer.

Kedua, transformasi layanan sekunder. Tiga, transformasi sistem ketahanan kesehatan. Empat, transformasi sistem pembiayaan kesehatan. Lima, transformasi sumber daya manusia kesehatan.

"Terakhir transformasi sistem teknologi kesehatan," tutupnya.