Liputan6.com, Jakarta Pengadilan Negeri Depok menjatuhkan vonis 14 tahun penjara kepada Lukas Lukcy Ngalngola alias Bruder Angelo, biarawan gereja yang melakukan pencabulan terhadap anak.
Ketua Majelis Hakim Ahmad Fadil mengatakan, Bruder Angelo terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah. Terdakwa melakukan tindak pidana ancaman kekerasan, memaksa anak untuk melakukan perbuatan cabul yang dilakukan pengasuh anak secara berlanjut.
Baca Juga
"Menjatuhkan menjatuhkan pidana terhadap terdakwa dengan pidana penjara selama 14 tahun dan denda sejumlah Rp 100 juta rupiah," ujar Fadil dalam ruangan persidangan, Kamis (20/1/2022).
Advertisement
Dia mengungkapkan, apabila terdakwa tidak dapat membayar denda sesuai ketentuan, dapat diganti pidana kurungan selama tiga bulan. Terdakwa melanggar Pasal 82 Ayat (2) UU RI Nomor 35 Tahun 2014 tentang perubahan atas UU RI Nomor 23 tahun 2002 tentang perlindungan Anak jo Pasal 64 ayat (1) KUHP.
"Hal yang memberatkan perbuatan terdakwa merupakan penyakit masyarakat dan merupakan perbuatan tercela," ungkap Fadil.
Fadil menjelaskan, perbuatan yang dilakukan terdakwa dapat merusak mental dan tumbuh kembang anak ke depannya. Selain itu, terdakwa merupakan seorang bruder yang merupakan seorang rohaniawan yang semestinya menjadi contoh yang baik.
"Terdakwa seharusnya mengetahui perbuatan yang dilakukannya adalah perbuatan yang bertentangan dengan norma agama," jelas Fadil.
Bahkan, lanjut dia, terdakwa pada persidangan tidak mengakui perbuatannya.
Namun, ada pula hal yang meringankan terdakwa, yakni berlaku sopan pada persidangan.
"Pada putusan tersebut terdakwa merasa keberatan dan akan melakukan banding," ucap Fadil.
Banding
Kuasa hukum korban, Judianto Simanjuntak mengapresiasi keputusan hakim menyatakan terdakwa terbukti melakukan tindak pidana kekerasan dan pencabulan kepada korban. Hakim memutuskan hukuman 14 tahun penjara dan denda sebesar Rp100 juta atau kurungan tiga bulan penjara.
"Tentu ini kita terima dengan baik, kita sambut dengan baik. Ini suatu presidium yang baik untuk penegakan hukum bahwa di negara ini ada Indonesia darurat kekerasan seksual, Indonesia bukan dalam keadaan baik," ujar Judianto.
Judianto mengungkapkan, ajuan banding yang dilakukan terdakwa merupakan hak terdakwa dan penasehat hukum. Dirinya meyakini hukuman yang dijatuhkan tidak akan mengurangi apabila terjadi banding. Namun pihaknya menyerahkan keputusan tersebut dan merupakan kewenangan majelis hakim.
“Itu kewenangan majelis hakim Pengadilan Tinggi di Bandung, kita tidak bisa memprediksi dan harapan kita Majelis Pengadilan Tinggi menguatkan putusan dari PN Depok ini,” tutup Judianto.
Advertisement