Liputan6.com, Jakarta - Non-Fungible Token atau NFTÂ tiba-tiba menjadi kata yang populer di Indonesia, terutama di dunia maya. Kemunculan Ghozali lewat foto selfie yang mampu mereguk untung sampai miliaran rupiah di NFT jadi penyebabnya.
Foto selfie Ghozali dengan mengusung konsep Ghozali Everyday atau memotret dirinya setiap hari, terjual di salah satu marketplace NFT terbesar, OpenSea. Karyanya yang ikonik menyita perhatian sehingga dihargai mahal.
Berawal dari sekadar eksperimen menaruh foto-foto selfie di NFT, Ghozali kaget karena ternyata ada yang membeli. Ghozali Everyday membuat foto selfie sejak 2017 dan jumlahnya sampai 933 foto ketika ludes terjual di NFT.
Advertisement
Dia membanderol fotonya 3 dolar/item atau setara Rp 43 ribu dengan asumsi kurs Rp 14.200 per dolar AS. Sekarang, harga foto selfie-nya di NFT semakin mahal, seiring dengan meningkatnya popularitas Ghozali Everyday.
"Saya melihat peluang aja. Kan di OpenSea NFT bisa dibilang enggak ada sama sekali yang meng-upload foto selfie," ujar Gholazi dalam program Liputan6 Talks SCTV.
Pria asal Semarang ini rencananya melakukan selfie setiap hari hingga dirinya diwisuda. Hal itu sengaja dia lakukan untuk membuat video yang memperlihatkan foto perubahan dirinya selama lima tahun dengan tema timelapse. Ghozali merupakan anak kedua dari tiga bersaudara. Pria berusia 22 tahun ini mahasiswa semester tujuh di Fakultas Ilmu Komputer Jurusan Animasi 4 Dimensi Universitas Dian Nuswantoro (Udinus), Semarang.
"Ceritanya ini mau saya lanjutin. Kan pertama foto tahun 2017. Itu lulusan SMK. Saya mau foto lagi sampai tahun ini. Kan saya semester tujuh. Jadi, ada ceritanya. Nanti, yang terakhir foto saya pakai baju toga (wisuda). Jadi, ada cerita di balik foto itu. Ada perjalanannya," ujar Ghozali.
Ketika menaruhnya di NFT pun sebenarnya dia hanya melakukan eksperimen alias iseng. Ghozali sempat heran foto selfie-nya laku dan kemudian menjadi viral, bukan hanya di Indonesia, tapi juga di luar negeri. "Pertama, itu aku kasih standar harga paling murah itu tujuannya biar enggak ada yang beli," kata sosok bernama asli Sultan Gustaf Al Ghozali ini.
Mereka yang membeli karya NFT Ghozali kebanyakan karena merasa terhibur, karena foto selfie yang lucu dan dijadikan meme. Chef Arnold Poernomo dan sejumlah temannya, merupakan collector NFT yang membeli karya Ghozali Everyday.
Ghozali, yang bercita-cita menjadi animator ini mengakui setidaknya sudah mendapat Rp 1,7 miliar dari penjualan foto selfie-nya di NFT. Tapi, Ghozali baru mencairkan uangnya sebesar Rp 39 juta. Kemudian uang itu dia pakai untuk membantu orang tuanya dan membangun studio animasi.
Tapi, apa sebenarnya NFT sih? Kenapa foto selfie saja bisa dihargai sampai miliaran rupiah? Bagaimana juga cara membuat dan menjual karya melalui NFT? Lalu, apa yang dimaksud NFT sebagai salah satu aset investasi kripto?
Prospek NFT di Indonesia
Sosok Ghozali melejit setelah dia berhasil memperoleh uang sampai miliaran rupiah dalam Non-Fungible Token atau NFT, salah satu aset investasi turunan kripto.
Di NFT, Ghozali Everyday mengusung karya dengan konsep selfie setiap hari. Dia menjual foto selfie-nya yang berjumlah 933 item NFT di OpenSea, yang merupakan salah satu marketplace NFT terbesar. Dalam pengakuannya di Podcast Deddy Corbuizer, Ghozali sejauh ini telah mendapat Rp1,7 miliar.
Keberhasilan Ghozali memperoleh banyak uang lewat foto selfie yang dijual di OpenSea, tidak sedikit memengaruhi orang lain di tanah air untuk melakukan hal serupa. Itu terlihat dengan meningkatnya secara drastis foto-foto dari orang Indonesia yang dijual di marketplace NFT setelah fenomena Ghozali Everyday.
Tujuannya jelas, demi meraup keuntungan besar, seperti yang dialami Ghozali. Tapi, sebenarnya, masih belum banyak orang Indonesia yang mengenal serta memahami NFT. Belakangan malah muncul foto-foto orang Indonesia selfie dengan KTP yang dijual di marketplace NFT. Ada pula yang menjual foto-foto tidak senonoh.
Salah satu marketplace NFT di Indonesia, TokoMall by Tokocrypto, menyambut antusias Ghozali Everday Effect. Menurut Thelvia Vennieta, Head of TokoMall, fenomena itu membuat awareness orang untuk mengenal NFT semakin banyak dan semakin banyak orang berkreasi dalam dunia NFT.
Tetapi, kata Thelvia, kesadaran ini perlu ditingkatkan dengan edukasi, di mana para kreator maupun kolektor harus lebih paham soal NFT dan apa bahaya yang bisa terjadi dalam kreasi NFT tersebut. Dari Ghozali Everyday Effect, ada sejumlah kreator mengunggah data pribadi seperti KTP ke NFT, yang sebenarnya bisa disalahgunakan pihak-pihak tidak bertanggung jawab.
Dia menjelaskan, dalam kehebohan ini, masyarakat perlu memahami lebih detil bahwa sebenarnya ada banyak utility dari teknologi tersebut. NFT itu bisa dipakai untuk membership sebuah komunitas, ticketing, hingga exclusive merchandising.
"Jadi kalau kita lihat dari sisi hype-nya saja, itu mungkin kurang baik, tetapi, saya bersyukur dengan adanya hype ini, karena awareness tentang NFT semakin meningkat. Tugas kami sebagai pemain dalam dunia NFT ini, kemudian tugas dari beberapa orang yang mungkin concern dalam NFT ini adalah mengedukasi masyarakat tentang apa sih nilai-nilai NFT yang perlu kita tonjolkan dan mungkin kita melihat dari sisi teknologi dan bahaya-bahayanya," beber Thelvia kepada Liputan6.com.
Dia memandang positif tentang prospek bisnis NFT di Indonesia. Walapun menurut dia pribadi, banyak orang Indonesia masih dalam tahap awal sekali mengenal NFT dan masih terus mengeksplorasi sehingga menemukan fungsi NFT.
"Jadi untuk prospek ke depan sendiri dan dilihat juga dari grafik volume yang ada dari 2021, itu akan terus meningkat sih, menurut saya pribadi. Kita lihat juga dari data-data marketplace lainnya, mungkin ada penurunan dari Agustus sampai November 2021, tetapi di Desember 2021 sendiri kembali naik dan di Januari ini juga terus naik," ungkapnya.
Thelvia optimistis progres NFT di tanah air semakin cepat, karena dia berpendapat orang-orang Indonesia kreatif. Ghozali Everyday Effect bisa menjadi titik balik kian meningkatnya awareness penggunaan NFT dan volume trading untuk NFT.
"Di Indonesia, yang menurut saya orang-orangnya itu kreatif dan budaya kita, kemudian sistem bisnis UMKM yang ada di Indonesia, itu sangat kreatif jadi bisa di tap-in ke NFT. Dan semakin banyak orang yang bergerak dalam bisnis ini dan paham mengenai NFT, bisa melihat kesempatan atau celah bisnis yang bisa didpata dari NFT, itu pasti ke depannya akan terus meningkat," papar Thelvia.
Galeri NFT Pertama di Indonesia
Di Indonesia sendiri sudah ada komunitas NFT. Superlative Secret Society (Superlative SS) namanya. Mereka mendirikan sebuah galeri di kawasan Legian, Bali, untuk memamerkan karya-karya NFT dari seniman dalam dan luar negeri. Ini merupakan galeri NFT pertama di Tanah Air.
Pendiri Superlative SS, Prasetyo Budiman, menyebut, rencananya, di galeri ini akan menggelar banyak event seputar edukasi tentang NFT. "Ke depannya kami juga mengharapkan akan ada banyak kolaborasi dari seniman lokal dan luar negeri ada di galeri ini," ujarnya.
Prasetyo menambahkan, "Dengan galeri Superlative SS ini, kita bisa membuka dan merealisasikan idelisme kita di dunia NFT. Galeri NFT ini dari komunitas untuk komunitas."
Jadi, selain menikmati pameran, di galeri ini, pengunjung juga bisa mendapat informasi seputar NFT. Galeri NTF ini free alias gratis untuk dikunjungi siapa pun dan kapan pun.
Advertisement
Mengenal NFT dan Cara Menjualnya
Non-Fungible Token atau NFT merupakan aset digital, yang sebagian besarnya memakai teknologi blockchain ethereum untuk merekam transaksi di dalamnya. NFT mewakili barang berharga atau unik dengan nilai tukar yang tidak dapat diganti.
Lalu, barang berupa karya seni apa saja yang dapat dijual dengan bentuk NFT? Biasanya digital aset seperti foto, video, musik, game, dan lain-lain. Bahkan, aset dokumen Anda juga bisa diubah menjadi NFT.
NFT sebagai sebuah platform anyar untuk media koleksi digital. NFT pun dapat menjadi sarana mendukung musisi, artis, kreator, influencer, hingga atlet, karena tawaran imbalan besar yang bersedia dibayar investor untuk aset NFT mereka. Namun, sejauh ini NFT terbatas untuk industri seni, hobi, dan hiburan.
Soal harga jual, semua tergantung pada faktor subjektif seperti kualitas, kreativitas dan reputasi dari kreator. Bisa saja NFT dihargai sampai miliaran rupiah. Tapi, untuk bisa bertransaksi aset NFT, Anda harus punya mata uang kripto.
Bagaimana cara menjual karya lewat NFT? Sebelum menjualnya, Anda wajib memiliki akun di marketplace NFT. Selain itu, Anda juga harus punya aset kripto sesuai dengan platform yang digunakan untuk menjual dan membeli NFT. OpenSea merupakan marketplace yang dipakai Ghozali untuk menjual karyanya.
Selain OpenSea, ada Rarible dan Axie Infinity, yang merupakan marketplace NFT internasional. Sementara marketplace NFT di Indonesia antara lain, TokoNFT.io, Paras, Kolektif, TokoMall.io, Enevti, dan Babiola. Biasanya, marketplace NFT punya aturan transaksi yang berbeda.
Usai menentukan marketplace NFT yang bakal digunakan, Anda juga harus membuat akun dompet digital cryptocurrency yang mendukung, dan mesti ditautkan dengan akun NFT.
Untuk mendaftarkan aset NFT dan dijual di pasar, Anda bakal diberi pilihan bisa transfer dan jual NFT di pasar lain, kendati akan ada biaya tambahan. Anda dapat memilih karya yang akan dijadikan NFT menjualnya. Tinggal ikuti langkah selanjutnya sesuai marketplace yang Anda tentukan.
Kemudian, informasi rinci tentang nama aset, harga, batas waktu lelang, dan mata uang kripto yang digunakan untuk membayar. Setelah itu, marketplace akan menghitung biaya gas fees atau biaya jaringan blockchain Ethereum untuk mencatat transaksi diproses ini. Biaya penanganan itu jumlahnya cukup bervariasi tergantung seberapa sibuk jaringan blockchain.
Salah Kaprah
Setelah Ghazali viral, banyak masyarakat Indonesia mulai tertarik dan bermain NFT. Masalahnya banyak yang salah kaprah. Karya seni yang dimasukkan dalam marketplace NFT justru foto-foto seperti makanan dan KTP.
Menurut pengamat keamanan siber dari Vaksincom, Alfons Tanujaya, literasi digital masyarakat soal NFT memang masih kurang. Hanya sekadar ikut-ikutan sambil berharap meraih cuan seperti Ghazali.
"Ghazali salah satu yang berhasil dalam NFT. Tapi, orang-orang tidak melihat perjuangannya di balik itu. Kemudian orang latah dan ingin mendapat keuntungan finansial seperti Ghazali, tanpa mengerti NFT itu apa," kata Alfons kepada Liputan6.com.
Belakangan, banyak juga yang memasukkan foto-foto vulgar dan bahkan wajah koruptor sebagai NFT. Menurut Alfons, yang terjadi saat ini memalukan Indonesia. Dan secara tidak langsung memperlihatkan bahwa orang Indonesia benar-benar tidak mengerti NFT itu apa.
"Sekarang yang dijual KTP. Ini tidak ada korelasi dengan NFT, dan melanggar hukum. Bukannya berhasil, malah jadi bahan tertawaan orang luar. Tidak ada yang mau beli."
"Jual data atau KTP itu kan biasanya di forum underground. Jadi yang sekarang bukan hanya jahat mau jual data orang lewat NFT, tapi ini bodoh juga," ucap dia.
Advertisement
Soal Plagiarisme dan Penipuan
Masalah plagiarisme akan selalu ada dalam karya seni, termasuk NFT. Namun, keunggulan NFT adalah keabsahan sebuah karya bisa dilacak dengan mudah. NFT bahkan seringkali dianggap sebagai solusi terhadap plagiarisme.
"Plagiarisme dari sisi kasatmata 100 persen bisa, persis sama. Tapi untuk mengidentifikasinya tidak perlu orang pintar. Tinggal di cek di blockchain dan di metadatanya langsung terlihat," kata Alfons.
Dosen di Universitas Prasetiya Mulya tersebut menjelaskan, NFT adalah karya seni digital dan hal yang membuatnya berharga adalah keeksklusifan dan kelangkaannya, yaitu hanya ada satu di dunia.
"Misalkan ada dua gambar sama, persis sama, satu asli dan satu lagi palsu. Secara kasatmata tidak bisa dibedakan. Tapi bisa dilihat dari blockchain-nya. Namun, soal ini memang tidak mudah dimengerti oleh banyak orang," tambahnya.
Head of TokoMall by TokoCrypto, Thelvia Vennieta, mengatakan, pada dasarnya untuk segala jenis yang masih di tahap awal seperi NFT, apalagi bisnis teknologi, yang penggunaannya belum banyak dipahami orang, pasti rentan terhadap penipuan. Hal itu karena belum banyak user mengerti pemanfaatannya, sehingga menjadi celah bagi para pelaku kriminal.
Salah satu cara mencegah terjadinya penipuan yakni baik collector maupun creator NFT harus benar-benar paham untuk memanfaatkan teknologi ini, terutama wallet atau dompet digital cryptocurrency. Thelvia menjelaskan, wallet untuk NFT pada umumnya untuk crypto, konsepnya ini adalah terdesentralisasi, di mana tidak memerlukan data pribadi yang diinput untuk mempunyai wallet ini.
Kemudian, karena transaksi NFT atau crypto menggunakan wallet digital, Thelvia mengingatkan para collector dan creator untuk tidak sembarangan mengoneksi wallet dengan situs apa pun yang tidak dikenal atau pihak-pihak yang mengirim chat secara pribadi meminta koneksi e-wallet kita. Dia juga meminta collector berhati-hati saat membeli karya.
"Kadang mungkin banyak project-project NFT yang menjanjikan macam-macam kegunaannya dan menjanjikan macam-macam benefit, kita harus lihat kembali, kita harus lakukan riset sendiri untuk mengetahui siapa sih orang-orang di balik project ini. Komunitasnya seperti apa, histori project yang mereka buat bagaimana," jelasnya.
Infografis
Advertisement