Liputan6.com, Jakarta - Amnesty International Indonesia mendesak dugaan perbudakan di perkebunan sawit milik Bupati Langkat, Terbit Rencana Perangin-Angin diusut. Direktur Eksekutif Amnesty International Indonesia, Usman Hamid menyampaikan, kasus ini tak main-main. Menurutnya adanya dugaan praktik perbudakan di sana amat memprihatinkan.
“Ini adalah kasus yang sangat memprihatinkan. Tidak terbayang bahwa masih terdapat praktik perbudakan yang tidak manusiawi seperti ini, apalagi yang diduga sudah berlangsung selama bertahun-tahun," ujar Usman dalam keterangannya kepada Liputan6.com, Selasa (25/1/2022).
Baca Juga
Dia mendesak supaya aparat kepolisian dapat mengusut tuntas semua aktor yang terlibat dalam dugaan perbudakan manusia itu.
Advertisement
“Aparat penegak hukum harus mengusut tuntas kasus ini dan memastikan bahwa semua orang yang terlibat dibawa ke pengadilan dalam persidangan yang memenuhi standar internasional tentang keadilan dan tidak berakhir dengan penerapan hukuman mati," harapnya.
Terungkapnya dugaan praktik perbudakan di kediaman Bupati Langkat, menurut Usman menjadi alarm bagi aparat untuk lebih perhatian dengan nasib pekerja perkebunan sawit. Dia meminta supaya polisi dapat mengawasi industri perkebunan sawit.
“Kasus ini juga harus memicu aparat berwenang untuk mengawasi lebih dekat industri perkebunan sawit yang rawan eksploitasi, baik terhadap pekerja, masyarakat adat, maupun lingkungan," tekannya.
Diketahui, pada 18 Januari 2022, Bupati Langkat Terbit Rencana Perangin Angin ditangkap atas dugaan korupsi dalam operasi tangkap tangan yang dilakukan oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Pada 19 Januari, rumahnya digeledah oleh petugas KPK yang dibantu oleh anggota kepolisian. Dalam penggeledahan tersebut ditemukan bangunan menyerupai kerangkeng atau penjara yang ditempati oleh setidaknya 27 orang.
Mengaku Tempat Rehabilitasi
Menurut Kapolda Sumut Irjen RZ Panca Putra Simanjuntak, Bupati Langkat mengaku bahwa bangunan tersebut digunakan sebagai “tempat rehabilitasi” untuk pengguna narkoba selama 10 tahun, namun bangunan tersebut tidak memiliki izin. Pengguna narkoba tersebut juga bekerja di kebun kelapa sawit milik Bupati Langkat.
Sementara itu, menurut laporan yang diterima Migrant Care, kerangkeng tersebut diduga digunakan untuk praktik perbudakan modern. Berdasarkan informasi yang diterima Migrant Care, para pekerja sawit yang dikerangkeng sering menjadi korban penyiksaan, tidak diberikan kebebasan bergerak, dan tidak menerima bayaran atas pekerjaan mereka. Migrant Care melaporkan temuan-temuan ini ke Komnas HAM pada tanggal 24 Januari.
Pasal 8 Kovenan Internasional tentang Hak Sipil dan Politik, yang telah diratifikasi oleh Indonesia, menyatakan bahwa tidak seorang pun boleh diperbudak atau diperhambakan, dan perbudakan dan perdagangan budak dalam bentuk apapun mesti dilarang.
"Konvensi PBB Menentang Penyiksaan dan Perlakuan atau Hukuman Lain yang Kejam, Tidak Manusiawi atau Merendahkan Martabat Manusia (CAT) juga melarang segala bentuk penyiksaan dan perlakuan tidak manusiawi. Segala bentuk penyiksaan telah secara tegas dilarang dalam berbagai instrumen perlindungan HAM, contohnya dalam Pasal 7 ICCPR," tandas Usman.
Advertisement