Liputan6.com, Jakarta - Deputi V Kepala Staf Kepresidenan (KSP) Jaleswari Pramodhawardani mengutuk keras dugaan praktik perbudakan terkait penemuan bangunan serupa penjara yang dilakukan tersangka korupsi Bupati Langkat nonaktif, Terbit Rencana Perangin Angin. Pemerintah akan memastikan pihak yang terlibat dihukum seberat mungkin.
"Kami akan memastikan tersangka mendapatkan hukuman seberat-beratnya” kata Jaleswari dikutip dari siaran pers, Rabu (26/1/2022).
Menurut dia, tindakan Terbit ini melanggar berbagai perundang-undangan. Mulai dari, KUHP, UU Tipikor serta Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1998 tentang Pengesahan Convention Against Torture and Other Cruel, Inhuman or Degrading Treatment or Punishment (Konvensi Anti Penyiksaan) yang ditarifikasi Indonesia segera setelah memasuki masa reformasi 1998.
Advertisement
"Saya tidak membayangkan kejahatan perbudakan seperti yang dilakukan bertahun-tahun oleh Bupati Langkat tanpa diketahui masyarakat. Dan ini adalah tahun 2022” ujarnya.
Dia mengapresiasi masyarakat yang telah melapor kejadian tersebut ke Migrant Care yang lalu diteruskan ke Komnas HAM. Jaleswari juga menyampaikan terima kasih kepada KPK yang berhasil melakukan operasi tangkap tangan (OTT) Bupati Langkat, sehingga praktik perbudakan ini terungkap.
"Saya berharap aparat penegak hukum mendengar suara hati dan rasa keadilan masyarakat dengan menghukum seberat-beratnya pelaku praktik korupsi dan perbudakan" jelas Jaleswari.
* Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.
Laporan Migran CARE
Sebelumnya, Migrant CARE menduga ada praktik perbudakan modern di rumah Bupati Langkat dengan ditemukannya kerangkeng. Adapun tujuh temuan praktik perbudakan itu yakni Bupati Langkat membangun diduga semacam penjara, dan ada kerangkeng di dalam rumahnya.
Kemudian, kerangkeng digunakan untuk menampung pekerja setelah selesai bekerja. Para pekerja juga tidak punya akses kemana pun. Selanjutnya, para pekerja kerap menerima penyiksaan, dipukul hingga lebam, dan luka. Lalu, para pekerja hanya diberi makan dua kali sehari. Bukan hanya itu, para pekerja tidak digaji, dan tidak punya akses komunikasi ke pihak luar.
Advertisement