Liputan6.com, Jakarta Massa organisasi kemasyarakatan (ormas) Gabungan Inisiatif Barisan Anak Siliwangi (Gibas) yang berjumlah ribuan orang menggeruduk kantor Bupati Bekasi, Rabu (26/1/2022). Massa mengecam pemerintah daerah yang dinilai lamban menangani perbaikan tanggul Sungai Citarum yang jebol.
Massa beranggapan Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Bekasi dan DPRD Kabupaten Bekasi tak memiliki empati terhadap masyarakat yang terdampak banjir akibat jebolnya tanggul Sungai Citarum sepanjang 700 meter.
Kondisi tanggul disebutkan semakin kritis dan memprihatinkan. Terlebih mengingat cuaca ekstrem yang masih berlangsung, yang sewaktu-waktu dapat membuat tanggul kembali jebol.
Advertisement
Hal ini membuat ribuan warga yang tinggal di sekitar bantaran Sungai Citarum, selalu dirundung was-was setiap harinya. Namun keresahan warga tak direspons cepat oleh pemerintah daerah dan DPRD Kabupaten Bekasi.
"Padahal pemerintah punya anggaran Covid-19 yang luar biasa besar, yang seharusnya dapat memperbaiki tanggul dengan cepat," kata Ketua Gibas Kabupaten Bekasi, Johan.
Menurutnya, sejauh ini Pemkab Bekasi dan DPRD Kabupaten Bekasi hanya sekadar melakukan pengecekan tanggul, tanpa memberikan solusi untuk perbaikan secepatnya.
"Jangan cuma mengandalkan BBWSC dan Provinsi Jabar dalam penanganan rusaknya tanggul Citarum," singgung Johan.
Ia juga menyinggung dana terkait bencana alam yang seharusnya dapat diprioritaskan sesuai Permendagri Nomor 13 Tahun 2006 tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah.
"Jelas ada landasan hukumnya dalam penanggulangan bencana alam. Hal ini yang melahirkan pertanyaan besar kemana larinya anggaran tanggap bencana," ucapnya.
Pihaknya juga mengancam akan melapor ke Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) apabila pemerintah daerah maupun legislatif belum juga merealisasikan perbaikan tanggul.
"Kalau tidak juga dilakukan (perbaikan) akan melaporkan ke KPK. Karena bila tanggul jebol akan berdampak pada beberapa kecamatan yang berada di Kabupaten Bekasi," tegasnya.
Desak Kabag ULP Dicopot
Selain itu, massa juga mendesak pencopotan Kepala Bagian Unit Layanan Pengadaan (ULP) yang dianggap tidak kompeten. Hal ini mengacu pada rendahnya penawaran lelang hingga 62 persen, yang dinilai hanya menghasilkan pekerjaan yang tak sesuai spesifikasi rencana anggaran biaya (RAB).
"Segera ganti Kepala Bagian Unit Layanan Pengadaan (ULP) yang kami nilai tidak profesional bahkan kami menduga Kabag ULP kongkalikong dengan kontraktor," pungkas Johan.
Â
Advertisement