Â
Liputan6.com, Jakarta Seorang saksi kasus terorisme dengan terdakwa Munarman, yang merupakan mantan laskar Front Pembela Islam Makassar, mengaku terpaksa mau dibaiat kepada ISIS, saat acara seminar FPI di Makassar pada 25 Januari 2015.Â
Hal itu disampaikan saksi berinisial AR itu ketika menjawab pertanyaan majelis hakim pada sidang mantan Sekretaris Front Pembela Islam (FPI) itu di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Timur, Rabu (2/2/2022).
Advertisement
"Ikut Yang Mulia (baiat), karena kondisi terpaksa (ikuti baiat) Yang Mulia," kata AR.
"Nggak mau sebenarnya (dibaiat)?" tanya hakim.
"Bukan dengan kehendak saya Yang Mulia,"Â jawab AR.Â
AR yang bertugas sebagai pengamanan dan laskar FPI itu mengaku tidak menyakini dan enggan mendukung ISIS, meski telah dibaiat.
"Tidak (menyakini baiat kepada ISIS) Yang Mulia," ujar dia.
Dia juga mengatakan acara tersebut turut dihadiri sejumlah tokoh FPI, salah satunya Munarman. Sementara untuk proses baiat dipimpin Ustaz Basri.
Selama acara itu, lanjut dia, orang yang mirip Munarman turut memberikan ceramah sebagaimana tema seminar yang telah disiapkan panitia, Penegakan Khilafah. Lalu, dilanjutkan acara proses pembaiatan yang diikuti seluruh peserta.
"Melihat Yang Mulia (saat acara baiat), sepintas dia (Munarman). Ada yang diri ada yang duduk (peserta)," ujarnya.
"Terus, mengacungkan jari?" tanya hakim.
"Iya yang mulia mengacungkan jari yang mulia," timpal AR.
Meski begitu, dia mengaku tak melihat jelas gerakan dari Munarman saat proses baiat itu. Lantaran, pandangannya yang berada di sisi kanan panggung hanya fokus melihat jemaah lainnya dan tidak melihat situasi di podium.
"Tidak menyaksikan (Munarman), karena pandangan saya ke jemaah. Saya ada di sisi kanan yang mulia, jadi ketika melihat ke jemaah, saya tidak sempat melihat (ke terdakwa)," tutur dia.
Â
Takbir
Kendati demikian, AR mengatakan setelah pengucapan baiat selesai, dia melihat Munarman bersama-sama peserta lainnya menyuarakan kalimat takbir.
"Tidak melihat, tetapi ketika menyerukan takbir baru saya melihat dia (Munarman) menyerukan takbir," ujar AR.
Perlu diketahui, dalam perkara tindak pidana terorisme, untuk identitas mulai dari perangkat persidangan maupun para saksi harus dijaga kerahasiaan sebagaimana Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2018 dan Peraturan Pemerintah Nomor 77 Tahun 2019.
Pada perkara ini, eks Sekretaris Umum Front Pembela Islam (FPI) itu didakwa merencanakan atau menggerakkan orang lain melakukan tindak pidana terorisme.
Dia disebut menggunakan ancaman kekerasan yang diduga untuk menimbulkan teror secara luas. Termasuk juga diduga menyebar rasa takut hingga berpotensi menimbulkan korban yang luas. Selain itu, perbuatannya mengarah pada perusakan fasilitas publik.
Selain itu, Aksi Munarman diduga berlangsung pada Januari hingga April 2015 di Sekretariat FPI Kota Makassar, Markas Daerah Laskar Pembela Islam (LPI) Sulawesi Selatan, Pondok Pesantren Tahfidzul Qur'an Sudiang Makassar, dan Pusat Pengembangan Bahasa (Pusbinsa) UIN Sumatera Utara.
Atas hal tersebut Munarman didakwa dengan Pasal 14 Jo Pasal 7, Pasal 15 Jo Pasal 7 serta Pasal 13 huruf c Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2018 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme.
Â
Reporter: Bachtiarudin Alam
Sumber: Merdeka
Advertisement