Sukses

3 Respons DPR RI soal Presiden Jokowi Minta Menteri Evaluasi PTM 100 Persen

Presiden Joko Widodo atau Jokowi meminta jajaran menterinya mengevaluasi pelaksanaan pembelajaran tatap muka (PTM) di Jawa Barat (Jabar), DKI Jakarta, dan Banten.

Liputan6.com, Jakarta - Presiden Joko Widodo atau Jokowi meminta jajaran menterinya mengevaluasi pelaksanaan pembelajaran tatap muka (PTM) di Jawa Barat (Jabar), DKI Jakarta, dan Banten. Hal tersebut menyusul lonjakan kasus Covid-19 di Indonesia.

"Saya minta adanya evaluasi untuk pembelajaran tatap muka, utamanya di Jawa Barat, di DKI Jakarta, dan di Banten," kata Jokowi saat memimpin rapat terbatas Evaluasi PPKM dari Balikpapan Kalimantan Timur, Senin, 31 Januari 2022, dilansir dari situs Sekretariat Kabinet.

Pernyataan Jokowi tersebut pun ditanggapi oleh anggota dewan. Anggota Komisi IX DPR RI Rahmad Handoyo juga sepakat dengan Presiden Jokowi yang meminta pemerintah provinsi DKI Jakarta, Jawa Barat, dan Banten segera mengevaluasi PTM 100 persen.

Dia pun mengusulkan, lebih baik PTM dihentikan sementara mengingat angka Covid-19 yang naik terlebih di DKI Jakarta.

"Terbukti di DKI Jakarta sudah banyak terjadi klaster sekolah. Kenapa tidak ditutup sementara?," kata Rahmad kepada wartawan, Rabu 2 Februari 2022.

Sementara itu, Wakil Ketua Komisi X DPR RI Dede Yusuf mengusulkan opsi PTM dibuat 50 persen saja, setidaknya sampai varian Omicron mereda.

Berikut sederet respons DPR RI terkait permintaan Presiden Jokowi pada jajaran menterinya mengevaluasi pelaksanaan PTM 100 persen di Jabar, DKI Jakarta, dan Banten dihimpun Liputan6.com:

 

2 dari 5 halaman

1. Anggota Komisi IX DPR RI

Anggota Komisi IX DPR RI Rahmad Handoyo meminta pemerintah provinsi DKI Jakarta, Jawa Barat, dan Banten segera mengevaluasi PTM 100 persen sebagaimana instruksi dari Presiden Joko Widodo atau Jokowi.

Dia pun mengusulkan, lebih baik PTM dihentikan sementara mengingat angka Covid-19 yang naik terlebih di DKI Jakarta.

"Terbukti di DKI Jakarta sudah banyak terjadi klaster sekolah. Kenapa tidak ditutup sementara?," kata Rahmad kepada wartawan, Rabu 2 Februari 2022.

Politikus PDIP ini meminta sekarang waktunya belum terlambat jangan sampai menunggu angka Covid-19 kian meninggi.

"Saya kira jangan terlambat jangan melakukan suatu retorika jangan menunggu alasan rumah sakit tingkatnya lebih tinggi lagi, jangan," tutur Rahmad.

"Tidak perlu beretorika. Tidak perlu kita bersilat lidah soal menunda dulu terhadap pendidikan tatap muka. Saat ini sudah mengkhawatirkan," jelas dia.

 

3 dari 5 halaman

2. Wakil Ketua Komisi X DPR RI

Wakil Ketua Komisi X DPR RI Dede Yusuf mengusulkan opsi PTM dibuat 50 persen saja, setidaknya sampai varian Omicron mereda.

"Saya sarankan baiknya dibikin 50 persen lagi, dengan opsi daring sebagian lagi sampai mereda Omicron ini. Diperkirakan bulan Maret," kata dia kepada wartawan.

Dede telah mengusulkan ini kepada Mendikbudristek Nadiem Makarim agar segera evaluasi karena ada ancaman varian baru. Ketika itu tidak ada tanggapan cepat dari yang bersangkutan.

Nadiem berpegangan pada Surat Keputusan Bersama (SKB) 4 Menteri dan melemparkan kepada pemerintah daerah untuk memutuskan penyelenggaraan pembelajaran tatap muka. Dalam SKB itu, daerah dengan PPKM level I dan II dapat menyelenggarakan PTM 100 persen.

"Mendikbud tetap berpegangan pada SKB 4 menteri, dan melempar kepada pemda untuk memutuskan, sementara pemda juga bingung dan masih menunggu instruksi PPKM dari pusat," ujar Dede.

"Bahkan saya dengar banyak Kadisdik daerah yang menegur sekolah jika tidak laksanakan PTM," sambung politikus Demokrat ini.

Dede menyambut baik sikap Presiden Joko Widodo atau Jokowi yang meminta PTM kembali dievaluasi. Khususnya di DKI Jakarta, Jawa Barat dan Banten. Menurutnya, tidak perlu penyelenggaraan PTM ini terus mengacu pada SKB 4 Menteri.

"Artinya dalam suasana ketidakpastian ini kita harus cepat tanggap dengan respon yang ada di publik. Tidak usah mengacu kepada SKB semua," tegas dia.

 

4 dari 5 halaman

3. Ketua Komisi X DPR RI

Ketua Komisi X DPR RI Syaiful Huda meminta penyelenggaraan PTM tidak dihentikan begitu saja di tengah angka Covid-19.

Menurut dia, harus ada keseimbangan pengendalian Covid-19 dan penyelenggaraan pendidikan.

Politikus PKB ini memandang, selama pembelajaran tatap muka memungkin harus tetap digelar karena potensi learning loss peserta didik akibat pandemi Covid-19 selama dua tahun.

"Hilangnya kapasitas anak didik kita benar-benar menjadi keprihatinan kita dan tidak bisa terus-menerus berlangsung, maka kebijakan gas dan rem dalam PTM tetap harus dilakukan sehingga potensi learning loss bisa kita minimalkan," ujar Huda dalam keterangannya.

Dia mendukung Presiden Joko Widodo atau Jokowi yang meminta PTM di Jakarta, Jawa Barat, dan Banten dievaluasi. Kata Huda, pemerintah daerah juga memiliki skema pengendalian Covid-19.

"Saya sepakat jika memang harus ada evaluasi pelaksanaan PTM, kendati demikian yang saya tahu setiap pemerintah daerah telah mempunyai skema pengendalian Covid-19 saat PTM dilakukan," kata Huda.

Skema pengendalian Covid-19 saat PTM itu terlihat di satuan pendidikan di lingkungan pemerintah provinsi DKI Jakarta. Ketika ada satu peserta didik atau tenaga pendidikan terindikasi positif Covid-19, sekolah tersebut dihentikan selama kurun waktu tertentu.

"Setelah dilakukan contact tracing, penyemprotan disinfektan di lingkungan sekolah, dan dinilai aman maka baru kemudian PTM kembali dilaksanakan," terang Huda.

Huda menegaskan penyelenggaraan PTM tetap harus mengacu pada Surat Keputusan Bersama (SKB) 4 Menteri terkait penyelenggaraan pembelajaran selama pandemi. Dalam SKB 4 Menteri tersebut jelas disebutkan PTM bisa dilaksanakan jika PPKM suatu wilayah di level I dan II.

"Nah selama PPKM masih di level I dan II maka maka pembelajaran tatap muka tetap bisa dilakukan dengan protokol Kesehatan serta skema pengendalian Covid-19 secara ketat," katanya.

Politisi PKB ini menegaskan, keseimbangan skema pengendalian Covid-19 di satu sisi dan penyelenggaraan PTM di sisi lain harus dijaga dengan baik. Menurutnya PTM selama situasi memungkinkan harus tetap dilakukan mengingat begitu besar dampak negatif learning loss bagi peserta didik di Indonesia selama dua tahun pandemi Covid-19 berlangsung.

"Hilangnya kapasitas anak didik kita benar-benar menjadi keprihatinan kita dan tidak bisa terus-menerus berlangsung, maka kebijakan gas dan rem dalam PTM tetap harus dilakukan sehingga potensi learning loss bisa kita minimalkan," pungkasnya.

5 dari 5 halaman

Ragam Tanggapan Desakan Penghentian PTM 100 Persen