Liputan6.com, Jakarta Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menyebut mantan Direktur Jenderal Bina Keuangan Daerah Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) Mochamad Ardian Noervianto aktif dalam memantau aliran suap dana Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN) untuk Kabupaten Kolaka Timur tahun anggaran 2021.
Wakil Ketua KPK Alexander Marwata menyebut, Ardian aktif memantau penyerahan uang suap meski saat itu tengah isolasi mandiri akibat Covid-19.
Baca Juga
"Diduga tersangka MAN (Ardian) aktif memantau proses penyerahan walaupun saat itu sedang melaksanakan isolasi mandiri," ujar Alex dalam jumpa pers di Gedung KPK, Kuningan, Jakarta Selatan, Rabu (2/2/2022).
Advertisement
Dia tak memerinci waktu pasti pemantauan dan penyerahan uang suap tersebut. Menurut Alex, dalam penerimaan uang, Ardian dibantu oleh beberapa orang kepercayaannya.
"Dengan selalu berkomunikasi dengan beberapa orang kepercayaannya yang sebelumnya sudah dikenalkan dengan tersangka LMSA (Kepala Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten Muna Laode M Syukur Akbar)," kata Alex.
KPK menetapkan mantan Direktur Jenderal Bina Keuangan Daerah Kementerian Dalam Negeri Mochamad Ardian Noervianto (MAN) sebagai tersangka suap pengajuan Dana Pemulihan Ekonomi Nasional Daerah (PEN) untuk Kabupaten Kolaka Timur Tahun 2021.
Peran Ardian
Selain Ardian, KPK menjerat Kepala Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten Muna Laode M Syukur Akbar. Laode dan Ardian ditetapkan sebagai penerima suap. Sementara pihak pemberi, KPK menjerat Bupati nonaktif Kolaka Timur Andi Merya Nur.
Ardian selaku pejabat Kemendagri memiliki kewenangan menyusun surat pertimbangan Mendagri atas permohonan pinjaman dana PEN yang diajukan oleh Pemerintah Daerah.
Kemudian pada Maret 2021, Andi Merya menghubungi Laode agar bisa dibantu mendapatkan pinjaman dana PEN bagi Kabupaten Kolaka Timur. Selanjutnya, sekitar Mei 2021, Laode mempertemukan Andi Merya dengan Ardian di kantor Kemendagri, Jakarta.
Dalam pertemuan itu Andi mengajukan permohonan pinjaman dana PEN sebesar Rp 350 Miliar dan meminta agar Ardian mengawal dan mendukung proses pengajuannya. Namun Ardian meminta fee 3 persen secara bertahap dari nilai pengajuan pinjaman.
Andi meyanggupinya dan mengirimkan uang sebagai tahapan awal sejumlah Rp 2 miliar ke rekening bank milik Laode. Dari uang itu, diduga dilakukan pembagian dimana Ardian menerima SGD 131 ribu setara dengan Rp 1,5 miliar yang diberikan langsung dirumah kediaman pribadinya di Jakarta dan Laode Rp 500 juta.
Kasus ini merupakan pengembangan dari kasus dugaan suap terkait proyek yang berasal dari dana hibah Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) yang menjerat Andi Merya Nur dan Kepala Badan Nasional Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Koltim Anzarullah.
Advertisement