Sukses

Nama Wakil Ketua DPRD DKI, M Taufik Muncul Dalam Sidang Dugaan Korupsi Tanah di Munjul

Munculnya nama M Taufik diawali konfirmasi berita acara pemeriksaan (BAP) yang dilakukan jaksa KPK terhadap mantan Direktur Utama Perumda Pembangunan Sarana Jaya (PPSJ) Yoory Corneles Pinontoan.

Liputan6.com, Jakarta - Nama Wakil Ketua DPRD DKI Jakarta, M Taufik muncul dalam sidang lanjutan kasus dugaan korupsi terkait pengadaan tanah di Munjul, Jakarta Timur. Munculnya nama politisi Gerindra diawali konfirmasi berita acara pemeriksaan (BAP) yang dilakukan jaksa Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terhadap mantan Direktur Utama Perumda Pembangunan Sarana Jaya (PPSJ) Yoory Corneles Pinontoan, selaku terdakwa.

"Di sidang kaitannya dengan Pak Taufik, pernah ada diminta mengatasnamakan Tommy supaya selekasnya dibantu?" kata jaksa di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta Pusat, Kamis (3/2/2022).

Menjawab pertanyaan jaksa, Yoory mengaku tidak ingat. Namun menurut dia, Taufik memang sempat mengawasi kinerja Perumda Pembangunan Sarana Jaya (PPSJ). Sebagai informasi, Tommy adalah Direktur PT Adonara yang kini juga sudah berstatus terdakwa dalam kasus yang sama.

Jaksa pun melanjutkan pembacaan BAP Yoory. Menurut BAP, Yoory pernah diingatkan Senior Manager Sarana Jaya, Yadi Robby, bahwa M Taufik menelponnya agar Tommy dibantu terkait pembayaran tahap II lahan Munjul.

"Saya pernah diingatkan oleh Yadi bahwa pernah ditelpon oleh Taufik di mana meminta kepada saya agar membantu Tommy dalam proses pembayaran tahap II terkait pengadaan tanah di Munjul, Pondok Rangon, kecamatan Cipayung, Jakarta Timur," ujar jaksa membacakan BAP Yorry.

2 dari 2 halaman

Rugikan Negara Rp152 Miliar

Menjawab hal itu, Yoory menegaskan, permintaan Taufik diketahuinya dari Yadi. Menurut Yoory, Taufik hanya bertugas mengawasi jalannya operasional PPSJ.

"Yang saya tahu beliau (Taufik) melakukan monitor terhadap kegiatan Sarana Jaya," jawab Yoory.

Atas dugaan perbuatannya, Yoory didakwa merugikan keuangan negara senilai Rp152 miliar. Jaksa pun menjeratnya dengan pasal 2 ayat (1) jo Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP jo Pasal 64 ayat (1) KUHP.