Sukses

Survei CPCS: Elektabilitas Partai-partai Turun, PSI Terus Naik

Di balik serangan kritik PSI terhadap Anies, terjadi semacam simbiosis mutualisme di mana baik PSI maupun Anies sama-sama berjuang untuk bisa maju ke kancah nasional.

Liputan6.com, Jakarta Temuan survei yang dilakukan Center for Political Communication Studies (CPCS) menunjukkan elektabilitas partai-partai politik cenderung mengalami penurunan. Sementara itu Partai Solidaritas Indonesia (PSI) konsisten naik, di mana elektabilitas saat ini mencapai 5,1 persen.

Dengan tren kenaikan tersebut, PSI semakin memantapkan diri pada posisi papan tengah elektabilitas partai-partai politik. Posisi tiga besar dikuasai oleh PDIP, yang masih tetap unggul dengan elektabilitas sebesar 15,8 persen, disusul oleh Gerindra (13,0 persen) dan Golkar (8,1 persen).

“Di tengah kecenderungan turunnya elektabilitas partai-partai politik, PSI terus mengalami kenaikan dan semakin mantan sebagai parpol papan tengah,” ungkap Direktur Eksekutif CPCS Tri Okta S.K. dalam press release di Jakarta pada Jumat (4/2/2022).

Sebagai catatan, pada Pemilu 2019 lalu PSI belum berhasil menembus Senayan, baru berhasil merebut kursi di tingkat DPRD.

Menurut Okta, naiknya elektabilitas PSI tidak lepas dari keberhasilan parpol berbasis generasi milenial tersebut dalam menggunakan capaian kursi legislatif di tingkat lokal. Di DKI Jakarta misalnya, anggota DPRD dari PSI gencar melontarkan kritik terhadap Anies Baswedan yang notabene juga sedang mengincar tiket untuk maju dalam Pilpres 2024 mendatang.

“Di balik serangan kritik PSI terhadap Anies, terjadi semacam simbiosis mutualisme di mana baik PSI maupun Anies sama-sama berjuang untuk bisa maju ke kancah nasional,” tandas Okta.

Jakarta sebagai barometer politik nasional memang selalu menjadi ajang rebutan berbagai kekuatan politik, dan Anies tampaknya ingin mengulang kesuksesan Jokowi sebelumnya.

Selain PSI, sejumlah parpol lain juga menempati posisi papan tengah, yaitu PKB (6,5 persen), Demokrat (5,0 persen), PKS (4,6 persen), dan Nasdem (4,3 persen). “Dengan modal elektabilitas yang ada, parpol-parpol tersebut bisa mengamankan diri di atas ketentuan ambang batas (parliamentary threshold) sebesar 4 persen,” lanjut Okta.

 

* Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

2 dari 2 halaman

Parpol yang Harus Berjuang Lolos Threshold

Beberapa parpol Senayan masih harus berjuang untuk bisa lolos threshold, yaitu PPP (2,6 persen) dan PAN (1,5 persen). “Pada Pemilu 2019 lalu PPP hanya meraih 4,52 persen, atau tipis di atas threshold 4 persen, sedangkan Hanura untuk pertama kalinya terlempar dari Senayan,” jelas Okta.

Ancaman terhadap parpol-parpol Senayan tersebut juga datang dari parpol-parpol baru, seperti Partai Ummat (1,6 persen) dan Gelora (1,1 persen). Sisanya berada di papan bawah, yaitu Perindo (0,8 persen), Hanura (0,6 persen), PBB (0,3 persen), PKPI (0,2 persen), dan Berkarya (0,1 persen), sedangkan Garuda dan Masyumi Reborn nihil dukungan.

Parpol-parpol baru lainnya juga bermunculan, tetapi jika ditotal baru mencapai 0,8 persen, sedangkan sisanya tidak tahu/tidak jawab 28,0 persen.

“Hadirnya parpol baru dalam setiap pemilu menunjukkan ruang demokrasi selalu terbuka, meskipun terdapat banyak syarat yang harus dipenuhi, serta perebutan ceruk suara dengan parpol-parpol lama,” pungkas Okta.

Survei CPCS dilakukan pada 21-30 Januari 2022, dengan jumlah responden 1200 orang mewakili seluruh provinsi di Indonesia. Survei dilakukan melalui wawancara tatap muka terhadap responden yang dipilih dengan metode multistage random sampling. Margin of error survei sebesar ±2,9 persen dan pada tingkat kepercayaan 95 persen.