Liputan6.com, Jakarta Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin mengungkap ada tiga provinsi di Indonesia yang mengalami kenaikan kasus positif Covid-19 harian lebih tinggi dari gelombang kedua. Kenaikan kasus Covid-19 saat ini dipicu varian Omicron, berbeda dengan gelombang kedua oleh Delta.
"Kami informasikan bahwa sekarang sudah ada 3 provinsi yang jumlah kasusnya melebihi jumlah kasus gelombang Delta yang lalu," ungkapnya dalam konferensi pers yang disiarkan melalui YouTube Sekretariat Presiden, Senin (7/2/2022).
Tiga provinsi tersebut ialah DKI Jakarta yang mengalami kenaikan kasus Covid-19 sebanyak 15.825 pada 6 Februari 2022. Sedangkan pada puncak gelombang kedua, kasus Covid-19 harian DKI Jakarta mencapai 14.600.
Advertisement
Kemudian Banten meningkat 4.649, sementara pada puncak gelombang kedua mencapai 3.900. Terakhir, Bali meningkat hampir 2.000 kasus Covid-19. Sedangkan pada puncak gelombang kedua menyentuh 1.900.
Meski kasus Covid-19 harian pada tiga provinsi tersebut melampui puncak gelombang kedua, Budi menyebut jumlah pasien yang dirawat di rumah sakit masih rendah, sekitar 30 sampai 50 persen.
"Jadi yang ingin saya sampaikan di sini adalah tidak usah panik kalau melihat jumlah kasusnya naik tinggi. Karena memang yang lebih penting yaitu yang masuk rumah sakit dan wafat itu jauh lebih rendah dan masih bisa terkendali," ujarnya.
Laju penularan Covid-19 varian Omicron lebih cepat dibandingkan Delta. Merujuk karakteristik itu, Budi memprediksi kasus Covid-10 akan melonjak tinggi. Sejumlah negara di dunia juga sudah menunjukkan, gelombang Omicron lebih tinggi dari Delta.
"Di negara-negara lain bisa dua kali sampai tiga kali Delta, yang penting kita bisa menjalankan terus protokol kesehatan agar yang masuk ke rumah sakit dan kemudian wafat itu di bawah rata-rata," kata dia.
Sebelumnya, Budi memperkirakan, puncak gelombang ketiga pandemi di Indonesia terjadi pada akhir Februari 2022. Dia belum bisa memprediksi angka kasus Covid-19 harian pada puncaknya, namun bisa mencapai dua hingga tiga kali lipat dari Delta.
Dia membandingkan dengan kondisi sejumlah negara di dunia yang sudah dan sedang menghadapi gelombang Omicron. Amerika Serikat misalnya, kasus Covid-19 harian mencapai 800.000 saat gelombang Omicron. Sedangkan saat gelombang Delta hanya 250.000 per hari.
Kemudian Prancis, kasus Covid-19 harian mencapai 360.000 pada puncak gelombang Omicron. Sementara saat Delta hanya 60.000 per hari.
Brasil mencatat 190.000 kasus per hari pada puncak gelombang Omicron. Sedangkan saat gelombang Delta sebanyak 80.000 per hari.
Â
Â
Disiplin Protokoler Kesehatan
Berikutnya India, kini mencatat 310.000 per hari dibandingkan Delta 380.000. Jepang kini melaporkan 65.000 kasus Covid-19 per hari, sedangkan saat Delta 25.000 per hari.
"Indonesia pasti akan mengalami ini. Jadi kalau puncaknya kita dulu pernah 57.000 per hari, kita mesti siap-siap, hati-hati dan waspada. Tidak perlu kaget, kalau melihat di negara-negara lain itu bisa 2 kali, 3 kali di atas puncak Delta," katanya dalam konferensi pers yang disiarkan melalui YouTube Sekretariat Presiden, Senin (31/1).
Budi juga mengaku belum tahu pasti soal kebutuhan perawatan pasien yang terjangkit Covid-19 varian Omicron di rumah sakit. Ini disebabkan, data kebutuhan perawatan pasien di rumah sakit setiap negara berbeda-beda.
Dia mengambil contoh Afrika Selatan. Jumlah pasien Omicron yang menjalani perawatan di rumah sakit pada negara tersebut jauh lebih rendah daripada Delta. Demikian juga di Inggris.
Namun berbeda dengan Amerika Serikat. Di negara Paman Sam itu, persentase kasus aktif Omicron di bawah Delta. Namun, jumlah pasiem Omicron yang masuk rumah sakit lebih tinggi dari Delta.
"Di Prancis demikian juga. Secara persentase di bawah Delta, tapi secara nominal sama dengan Delta dan kasusnya masih naik," jelasnya.
Melihat kondisi di berbagai negara tersebut, Budi mengimbau masyarakat tetap waspada terhadap penularan Omicron. Dia mengingatkan untuk tidak jemawa dan tetap menerapkan protokol kesehatan. Terutama, menghindari kerumunan dan mengurangi mobilitas. Â
"Kalau bisa lakukan secara mobilitas di rumah, lebih baik dilakukan di sana. Karena kemungkinan kasusnya akan naik sampai akhir bulan (Februari 2022)," ujarnya.
Â
Reporter: Titin SupriatinÂ
Sumber: Merdeka.com
Advertisement