Liputan6.com, Jakarta Kiki Muhammad Iqbal terpukul. Ini adalah kedua kalinya dia ditangkap Densus 88/Antiteror atas aksi teror di Kampung Melayu Mei 2017 lalu. Dia menyadari perbuatannya bukan saja berdampak korban tewas dan luka, namun juga korban tidak langsung yaitu istri dan anak yang dia cintai dan tidak tahu menahu tentang perbuatannya tersebut. Keluarga kembali harus menelan pil pahit dari perbuatan Iqbal.
Iqbal, biasa dia disapa, menyadari bahwa ada yang salah dalam ajarannya setelah bertahun-tahun mengikuti program deradikalisasi yang difasilitasi Direktorat Identifikasi dan Sosial (Idensos) Densus 88 Antiteror. Saat ini Kiki Muhammad Iqbal berada di Lembaga Pemasyarakatan Kelas II A Kembang Kuning.
Kisah kelam berawal kala menjadi penghuni Lapas Nusakambangan Cilacap pada tahun 2010 silam.
Advertisement
Di dalam penjara, Iqbal mengaku dekat dengan sejumlah anggota Jamaah Ansharut Daulah (JAD). Apalagi, mereka yang tahu, Kiki Muhammad Iqbal narapidana teroris. Kesempatan itu digunakan anggota JAD untuk terus mencuci otak Iqbal dengan konsep aqidah dan tauhid versi JAD.
Dia tidak menjelaskan rinci terkait kasus yang pertama. Ia hanya menceritakan setelah masuk ke dalam penjara. Dan pada saat itu, diajak bergabung mendeklarasi diri sebagai jamaah ISIS. Seingatnya, itu pada tahun 2014.
"Saya bergabung dengan ikhwan-ikhwan mendeklarasikan sebagai jamaah ISIS di seluruh dunia. Saya sempat berbait kepada Abu Bakar al-Baghdadi bersama dengan para ikhwan-ikhwan yang lainnya," kata Kiki menceritakan kembali kisahnya.
Kiki Muhammad Iqbal meyakini ajaran JAD sesuai harapannya yaitu menerapkan syariat Islam di dunia utama di Indonesia.
Singkat cerita, Kiki Muhammad Iqbal telah selesai menjalani hukuman. Dia ditahan sejak 2015. Namun, pemikiran radikal tak hilang bahkan semakin menjadi-jadi karena terus dijejal paham-paham radikal oleh JAD semasa di dalam jeruji besi.
Sehingga waktu kembali ke masyarakat Kiki Muhammad Iqbal mengadakan beberapa kali pengajian. Selama 1 tahun 10 bulan menghirup udara bebas, Kiki Muhammad Iqbal malah menyebarkan paham-paham JAD.
Iqbal membawakan materi-materi seputar aqidah jihad. Hasilnya adalah kekerasan yang berujung korban luka dan meninggal dunia orang-orang tidak tak berdosa yang ada hubungannya dengan ideologi yang dipahami Iqbal.
Penegakkan hukum yang dilakukan Densus 88/Antiteror mengejar siapa dalang di balik doktrin para pelaku teror yang disebut amaliah. Beberapa murid pengajian yang dipimpin Iqbal banyak yang ditangkap Densus 88. Menurut mereka, gurunya lah yang selama ini memberikan pemahaman radikal. Kiki Muhammad Iqbal.
Penyidik Densus 88 menangkap Iqbal di kediamannya ketika dia hendak mengantar anak ke sekolah. Setelah melalui proses persidangan, Iqbal akhirnya menjalani hukuman di Lapas Klas IIA Pasir Putih, Nusakambangan, Cilacap, pada Agustus 2018, setelah setahun sebelumnya ditahan di sel Polres Metro Jakarta Selatan.
Titik Balik
Di balik bui Pulau Nusakambangan, Iqbal mulai merenungkan perbuatannya. Apalagi dia harus kembali meninggalkan istri dan anak yang tidak terpaut dengan perbuatannya. Terlebih lagi, sang istri tengah mengandung tujuh bulan anaknya. Iqbal berpikir istri dan anaknya menjadi korban tidak langsung perbuatan teror yang dia amalkan. Di dalam penjara Iqbal mengutuk keras perbuatannya sendiri.
Kepada Liputan6.com, Iqbal mengaku sudah meninggalkan paham kekerasan yang dianutnya, apalagi paham tersebut harus mengorbankan mereka yang tidak bersalah, bukan saja korban langsung akibat perbuatan teror, tapi korban tidak langsung seperti keluarga tercinta. Iqbal kini mengaku mendalami tasawauf dan membuang jauh paham radikal yang menjerumuskannya ke penjara.
Meski jauh dari keluarga dan ada di balik bui, Iqbal mengaku dia tidak kesulitan untuk bertemu dengan istri, anak, dan keluarganya. Dia mengaku selama di penjara Direktorat Identifikasi Sosial Densus 88 memfasilitasi setiap pertemuan dengan pihak keluarga.
"Alhamdulillah saya sangat senang dan gembira sekali ini. Atas kebaikannya Densus 88 yang telah memfasilitasi saya untuk bisa ketemu dengan keluarga," unar dia.
Iqbal sangat berharap bisa kembali berkumpul bersama keluarga. Apalagi dia memikul tanggungjawab sebagai seorang suami dan ayah bagi anak-anak. Dia ingin membayar kesalahan terhadap istri dan anaknya dengan menjadi pemimpin keluarga yang bertanggungjawab.
"Itu harapan saya untuk bisa cepat kembali ke keluarga makanya saya mendorong kepada pihak terkait untuk membantu saya dalam proses pembebasan saya," ujar dia.
Berdasar pengalamannya yang mengorbankan keluarga, Iqbal mengaku terus berupaya untuk menyadarkan teman-teman sesama napi teroris yang sedang menjalani hukuman penjara. Keinginan itulah kemudian yang disambut Direktorat Identifikasi Sosial Densus 88 dan memfasilitasi Iqbal dalam berdakwah untuk menyadarkan teman sesama napi teroris.
"Saya siap mendukung saya siap membantu saya siapkan aspirasinya berikan tenaga, saran, ilmunya untuk proses kelanjutan dari program dari densus untuk deredikalisai," Iqbal menutup cerita.
Advertisement
Sang Istri Terpukul
Sementara itu, RS, istri Iqbal mengaku terpukul dengan apa yang dialami suami. Apalagi, sewaktu ditangkap tengah mengandung tujuh bulan.
"Pas waktu suami ditangkap saya hamil tujuh bulan. Saya waktu itu terpukul sekali dengan ditangkap suami untuk yang kedua kali," ujar RS.
Namun, RS merasa bersyukur bisa melewati hari-hari dengan baik. Menurut dia, itu semua berkat dukungan dari keluarga, orangtua, mertua dan dari Densus 88 Antiteror.
"Mereka yang selalu men-support saya baik secara moril maupun materil," ucap dia.
RS tak henti-henti menyampaikan rasa terimakasih telah dipertemukan dengan suami. Sehingga anak anak bisa melepaskan kerinduan dengan ayahnya.
"Harapan saya ke depan abinya bisa segera pulang dan bisa berkumpul kembali bersama kami. Dan harapannya juga semoga tidak terulang lagi untuk yang ketiga kalinya," harap RS.
Direktur Idensos Densus 88/Antiteror, Brigjen Polisi Arif Makhfudiharto mengatakan, langkah yang dilakukan pihaknya dalam memfasilitasi napi teroris bersama keluarga selama berada di penjara.
"Ini merupakan bentuk implementasi dari amanah Undang-undang nomor 5 tahun 2018 dalam penanggulangan tindak pidana terorisme, khususnya dalam upaya deradikalisasi dan pembinaan berkelanjutan yang dilakukan terhadap tahanan Tindak Pidana Terorisme sejak dari rutan, lapas hingga bebas," kata Arif kepada Liputan6.com.
Dia berharap dengan terus merekatkan napi teroris dengan keluarganya dapat memberikan dampak positif pada napi teroris. Menurut Arif, upaya mendampingi napi teroris selama di tahanan hingga keluar penjara bukan hanya Densus 88/Antiteror, namun beberapa institusi terkait, yaitu BNPT selaku koordinator, Direktorat Pemasyarakatan, Lapas Lapas Nusa Kambangan, Bapas Cilacap, serta Polres Cilacap.
"Ini merupakan sebuah model pendekatan kerjasama dan sinergitas dalam kegiatan deradikalisasi dan pembinaan yang berkelanjutan," kata Arif.