Liputan6.com, Jakarta - Ketua Mahkamah Agung Muhammad Syarifuddin mengatakan, pihaknya bersama dengan Komisi Yudisial telah menggelar Sidang Majelis Kehormatan Hakim (MKH) sebanyak tiga kali sepanjang 2021. Sidang MKH adalah bentuk pengawasan dan penegakan disiplin aparatur pada lingkungan Mahkamah Agung dan badan peradilan.
"Hasil akhir hukuman disiplin berupa sanksi berat masing-masing dengan hukuman Hakim Non-Palu selama 2 tahun," kata Syarifuddin seperti dikutip dari siaran daringnya, Selasa (22/2/2022).
Advertisement
Baca Juga
Syarifuddin melanjutkan, Komisi Yudisial juga melayangkan surat rekomendasi penjatuhan sanksi disiplin sebanyak 60 surat di tahun 2021. Namun, hanya tiga rekomendasi yang telah ditindaklanjuti dengan penjatuhan sanksi. Sisanya, 57 rekomendasi tidak dapat ditindaklanjuti berdasarkan sejumlah alasan.
"Sebanyak 54 rekomendasi tidak dapat ditindaklanjuti terkait dengan teknis yudisial dan tiga rekomendasi tidak dapat ditindaklanjuti karena terkait dengan substansi putusan," jelas Syarifuddin.
Pengaduan ke MA
Selain itu, sepanjang 2021 Mahkamah Agung juga mendapat 3.069 pengaduan yang diterima pihaknya terkait kinerja pengawasan dan penegakan disiplin aparatur pada Mahkamah Agung dan badan peradilan yang berada di bawahnya sepanjang tahun 2021. Dari jumlah tersebut, Syarifuddin mengatakan, sebanyak 2.802 pengaduan telah selesai diproses.
"Sisanya sebanyak 267 pengaduan masih dalam proses penanganan," Syarifuddin menandasi.
Advertisement
Jokowi Minta MA Utamakan Restorative Justice dalam Perkara Pidana
Presiden Joko Widodo atau Jokowi mendorong Mahkamah Agung (MA) mengedepankan mediasi sebagai alternatif penyelesaian sengketa perdata. Dia juga mengingatkan MA untuk mengedepankan restorative justice atau keadilan restoratif dalam perkara pidana.
Hal ini disampaikan Jokowi saat menghadiri Sidang Istimewa Laporan Tahunan Mahkamah Agung RI tahun 2021 secara virtual dari Istana Negara Jakarta, Selasa (22/2/2022). Acara ini turut dihadiri Wakil Presiden Ma'ruf Amin.
"Model-model alternatif penyelesaian perkara perlu diterapkan untuk mengurangi beban pengadilan. Mengedepankan mediasi sebagai alternatif penyelesaian sengketa perdata, mengedepankan restorative justice untuk perkara pidana," kata Jokowi sebagaimana disiarkan di Youtube Sekretariat Presiden, Selasa.
"Serta proses dialog yang melibatkan pelaku, korban dan pihak terkait secara profesional transparan dan akuntabel agar penegakan hukum yang berkeadilan dapat terwujud," sambung Jokowi.