Liputan6.com, Jakarta - Kemunculan wacana penundaan Pemilu 2024, menurut pengamat politik, Igor Dirgantara, bisa menimbulkan krisis legimitasi terhadap pemerintah. Selain itu, potensi terjadinya krisis kepercayaan publik juga terbuka lebar.
Pria yang juga menjabat sebagai Direktur Eksekutif Survei and Polling Indonesia (SPIN) ini menyatakan, tidak ada satu pun negara di dunia ini yang mengaitkan dampak pandemi COVID-19 dengan perlunya memperpanjang kekuasaan.
Baca Juga
Alasan yang disampaikan sejumlah pihak tentang wacana penundaan Pemilu 2024 memang mengaitkan dengan pemulihan ekonomi negara karena pandemi COVID-19.
Advertisement
"Menerima wacana penundaan pemilu malah akan menimbulkan krisis legitimasi dan krisis kepercayaan masyarakat terhadap pemerintah saat ini karena dianggap melukai demokrasi dan semangat reformasi," ujar Igor dalam keterangan yang diterima di Jakarta, Minggu (27/2/2022), seperti dilansir Antara.
Igor juga berpendapat, pandemi Covid-19 tidak bisa dijadikan alasan untuk memperpanjang kekuasaan."Otomatis, pembisik Presiden Joko Widodo terkait dengan perpanjangan kekuasaan itu justru lebih berbahaya daripada COVID-19 itu sendiri," kata Igor.
Dia menyatakan, terjadi kekeliruan dalam memahami hasil survei, terkait dengan kepuasan masyarakat terhadap kinerja pemerintahan Presiden Joko Widodo, oleh para pimpinan partai politik yang menyuarakan Pemilu 2024 ditunda.
Isu pemilu 2024 mundur menjadi 2027 tengah ramai menjadi perbincangan di media sosial. Ketidakpastian penyelenggaran Pemilu 2024 ini menghadirkan anggapan publik tentang adanya kemungkinan pesta demokrasi ini bakal diundur.
Keliru Pahami Survei
Hasil survei itu, ucap Igor, bukan berarti masyarakat menginginkan perpanjangan masa jabatan Presiden Jokowi. Dalam survei itu hanya menunjukkan bahwa kepuasan publik terhadap kinerja Presiden Jokowi cukup tinggi dan ekonomi membaik.
"Akan tetapi, itu bukan berarti publik ingin memperpanjang masa jabatan presiden," tutur Igor.
Dengan memperpanjang masa kekuasan, ujar Igor, masyarakat malah bakal memandang masa jabatan Presiden Joko Widodo yang diperpanjang lebih banyak memiliki dampak buruk ketimbang menimbulkan manfaat dari aspek politik dan ekonomi.
Advertisement
Dampak Negatif
Dia membeberkan, salah satu dampak negatif secara politik tentang perpanjangan masa jabatan presiden adalah masyarakat, khususnya kalangan pemilih yang sebelumnya puas, akan tergeser menjadi pihak yang tidak menyukai kinerja Presiden Jokowi.
"Terlebih lagi, secara terbuka pun, Presiden Jokowi sering menyampaikan ketidaksepakatannya terhadap wacana perpanjangan masa jabatan maupun tiga periode," tuturnya.
Sumber: Antara