Sukses

Saiful Mujani: Hanya Sebagian Kecil Negara di Dunia yang Menunda Pemilu karena Covid-19

Saiful menjelaskan bahwa Covid-19 adalah persoalan kesehatan publik yang memiliki prosedur tersendiri dalam penanganannya. Sementara pemilu adalah urusan politik yang juga memiliki prosedur untuk menyelenggarakannya.

Liputan6.com, Jakarta Wacana penundaan Pemilu 2024 karena pandemi Covid-19 memiliki dasar yang kurang kuat. Pakar politik Saiful Mujani menyampaikan, umumnya pemilihan umum (pemilu) di dunia tidak ditunda karena alasan pandemi Covid-19.

Dia menyampaikan pada periode 2020 sampai 2021, dari 301 pemilihan umum, 62 persen di antaranya diselenggarakan sesuai waktu atau jadwal yang telah ditentukan sebelumnya. 

Ada yang ditunda kurang dari 6 bulan, sekitar 32 persen. Sementara ada 2 persen yang ditunda selama 1 tahun. Dan 4 persen yang masih ditunda dan belum jelas akan dilakukan kapan.

“Dari data ini, kita melihat bahwa mayoritas agenda pemilu, termasuk pemilu lokal, tidak terganggu secara umum oleh Covid-19,” jelas pendiri Saiful Mujani Research and Consulting (SMRC) ini dalam keterangan tertulis, Jumat (4/3/2022).

Saiful menjelaskan bahwa memang ada perubahan pelaksanaan pemilu di seluruh dunia. Pada kuartal kedua 2020, sekitar bulan Juni, ketika orang sedang takut-takutnya pada Covid, jumlah penundaan pemilu sangat tinggi, sekitar 76 persen dari total pemilu yang harus dilaksanakan. Tapi beriringan dengan waktu, kuartal ketiga 2021, tinggal 14 persen. Sudah turun dan mulai mendekati kondisi yang sangat normal.

"Dilihat dari angka-angka tersebut, dari 301 di seluruh dunia, Amerika Latin, Afrika, Asia Pasifik dan lain-lain, terlihat pola bahwa Covid tidak mengganggu pilkada atau pemilu. Atau sebaliknya, pemilu tidak membuat Covid menjadi lebih buruk," kata Guru Besar Ilmu Politik Universitas Islam Negeri (UIN) itu.

Saiful menjelaskan bahwa Covid-19 adalah persoalan kesehatan publik yang memiliki prosedur tersendiri dalam penanganannya, sementara pemilu adalah urusan politik yang juga memiliki prosedur untuk menyelenggarakannya. 

“Dari pola ini, terlihat bahwa kedua persoalan itu (Covid dan Pemilu) tidak bertabrakan,” jelas doktor ilmu politik dari Ohio State University tersebut.

Tentang pemilu nasional, Saiful mencontohkan India. Walaupun negara ini memiliki penduduk yang sangat banyak, tapi mereka tetap menjalankan pemilu nasional dalam masa Covid-19. Dan pemilu itu berjalan dengan baik.

 

 
2 dari 2 halaman

Penundaan Pemilu Terjadi di Negara Demokrasi Lemah

Namun demikian, lanjut Saiful, ada sejumlah kasus penundaan pemilu nasional. Tapi itu umumnya terjadi di negara-negara yang memiliki sistem demokrasi yang sangat lemah atau negara-negara non-demokratis. Saiful mencontohkan negara seperti Zimbabwe atau Haiti yang baru mengalami insiden pembunuhan presiden.

Ini berbeda dengan negara-negara yang demokrasinya sudah matang seperti Korea Selatan. Meskipun kasus pandemi masih banyak, tapi mereka tetap menyelenggarakan pemilihan umum.

“Orang yang berargumen bahwa pemilu seharusnya ditunda dengan alasan pandemik tidak punya basis empirik yang kuat,” tegasnya.

Bahkan, lanjut Saiful, Indonesia bisa melaksanakan Pilkada 2020 dan dinilai oleh para pengamat dunia berlangsung dengan sangat baik. Kekhawatiran bahwa partisipasi pemilu akan sangat rendah juga tidak terjadi. 

“Kenyataannya, partisipasi pemilu waktu itu lebih tinggi dari rata-rata di zaman normal,” jelasnya.

“Hal itu (Pilkada serentak 2020) adalah tes apakah karena Covid-19, maka demokrasi elektoral kita bisa terganggu. Ternyata Covid bisa diurusi oleh pemerintah dengan serius, sementara kewajiban konstitusional untuk pilkada juga tetap dipenuhi,” sambung Saiful.