Sukses

Tak Hanya Jaga Hutan, Medsos pun Digunakan untuk Lindungi Satwa Liar

Ada sebanyak 912 tumbuhan an satwa yang dilindungi berdasarkan Peraturan Menteri LHK No. P.20/MENLHK/SETJEN/KUM.1/6/2018.

Liputan6.com, Jakarta - Keberagaman flora dan fauna di Indonesia tak perlu dipertanyakan lagi. Persebaran keduanya pun dikelompokkan menjadi tiga wilayah berdasarkan geografisnya. Ada bagian barat, tengah, dan timur. Setiap wilayah memiliki ciri khas dan jenis yang berbeda-beda.

Berdasarkan Peraturan Menteri LHK No. P.20/MENLHK/SETJEN/KUM.1/6/2018 tentang Jenis Tumbuhan dan Satwa yang Dilindungi, ada 921 jenis yang dilindungi. Jumlah itu terdiri dari 564 jenis burung, 137 jenis mamalia, 37 jenis reptil, 26 jenis serangga, 20 jenis ikan, dan 127 jenis tumbuhan. Kemudian satu jenis krustasea, lima moluska, tiga xiphosura, dan satu amphibi.

Kendati begitu, beberapa satwa yang dilindungi terancam punah. Contohnya harimau sumatera, gajah sumatera, hingga orang utan. Ada beberapa faktor penyebabnya. Misalnya akibat perburuan hingga dan perdagangan liar.

Direktur Pencegahan dan Pengamanan Hutan, Kemenetrian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Sustyo Iriyono menyebut pihaknya terus melakukan pengawasan dan penindakan perburuan dan perdagangan satwa liar ilegal di seluruh wilayah Indonesia.

Hasil perburuan kebanyakan untuk dijual kembali ke dalam negeri ataupun luar negeri. China dan Hongkong kata Sustyo menjadi negara negara paling banyak yang dituju untuk penjualannya.

Dalam penegakan hukum perburuhan satwa liar ataupun gangguan lainnya di Indonesia dinilai memiliki sejumlah tantangan. Mulai dari penjagaan dan pengawasan di hutan. Yakni terkait jumlah pengawasan yang tidak seimbang.

"Tantangannya pertama harus ada penjagaan di kawasan hutan di hulu, itu dari para pemburu liar dan gangguan lainnya itu habitatnya satwa di situ (hutan). Sementara kan rasio jumlah (petugas) dengan luasan hutan kan beda tidak seimbang," kata Sustyo kepada Liputan6.com.

Lalu pengawasan pengedaran satwa liar hasil buruan juga terus dilakukan. Yaitu melalui pintu-pintu jalur transportasi.

Misalnya di Sumatera melalui pelabuhan ataupun bandara. Setiap jalur transportasi sudah memiliki pos penjagaan dan pengecekan yang berkoordinasi dengan TNI/Polri.

Kemudian upaya pengawasan melalui penggunaan teknologi. Misalnya melalui media sosial (medsos) ataupun situs ilegal yang berkoordinasi dengan Kementrian Komunikasi Dan Informatika. Sebab sejumlah transaksi penjualan perburuan pun terungkap melalui medsos.

 

2 dari 2 halaman

Operasi Perburuan Satwa Liar

Menurut Sustyo, Kementerian Komunikasi dan Informatika juga seringkali membantu dalam penutupan situs ataupun akun yang terbukti dalam lingkaran perburuan satwa liar. "Kalau di media sosial kita juga memiliki tim cyber itu setiap hari kita monitor. Ada unggahan-unggahan di medsos misal ini A1 (informasi terpercaya) kita turunkan tim untuk operasi, sekarang (kegiatannya) meluas," ucapnya.

Berdasarkan data Kementrian Lingkungan Hidup dan Kehutanan selama 2015-2021 sebanyak 424 operasi peredaran tanaman dan satwa liar yang telah dilakukan. Dari ratusan operasi tersebut telah menemukan sebanyak 238.362 ekor satwa dan 15.870 buah bagian satwa.

Jumlah satwa hasil operasi paling banyak ditemukan pada tahun 2018 sebanyak 213.205 ekor dengan pelaksanaan 76 kegiatan operasi peredaran.

Dalam pelaksanaan operasi peredaran itu, Sustyo menyatakan pihaknya juga berkoordinasi dengan sejumlah pihak sebagai informan. Sebab modus peredaran penjualan satwa liar dinilai sangat beragama. Transaksi penjualan juga seringkali ditemukan secara tatap muka oleh penjual dan pembeli di titik yang ditentukan.

"Kita banyak informan, kadang kadang dari kita kedetek langsung ketemu kita. Pura-pura jadi pembeli dari transkasi itu kan ada penawaran-penawaran atau dari informan ada penawaran-penawaran baru kita menyamar membeli seperti penangkapan penjualan narkoba lah," papar dia.

Sustyo menyatakan penegakkan hukum terkait peredaran penjualan satwa liar terus dilakukan berdasarkan aturan yang ada. Modus-modus operasi juga sudah banyak yang terbongkar. Pengetatan pengawasan juga dilakukan.

"Kondisinya ini kan kita enggak dikatakan berkurang atau bertambah (kasus perburuan satwa liar). Semenjak pandemi lebih menguatkan kondisi keadaan kita orang pada banyak yang WFH di lapangan kita tetap jalan pengawasannya," Sustyo menandaskan.