Liputan6.com, Jakarta Menteri Koordinator Bidang Politik Hukum dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud Md angkat bicara terkait kisruh Keputusan Presiden (Keppres) Nomor 2 Tahun 2022 tentang Hari Penegakan Kedaulatan Negara.
Keppres itu sempat menuai kritik lantaran tak ada nama mantan Presiden Soeharto. Pasalnya, Soeharto dianggap memiliki peran penting dalam sejarah 1 Maret 1949 di Yogyakarta.
Advertisement
Baca Juga
"Kenapa tidak disebut nama Soeharto? Ini adalah keputusan Presiden tentang titik krusidal, ini bukan buku sejarah," ujar Mahfud dalam akun Instagram pribadinya dikutip Minggu (6/3/2022).
Menurut dia, dalam Keppres tersebut hanya nama-nama penggagas dan penggerak saja yang disematkan. Lagipula, menurut Mahfud, tak disebutkannya nama Soeharto dalam keppres tersebut tidak menghilangkan jejak sejarah.
"Ini hanya hari kedaulatan negara, dan yan disebut di sana hanya pimpinan negara, presiden dan wakil presiden kemudian Menhan Sri Sultan dan Panglima Jenderal Soedirman sebagai penggagas dan penggerak," kata Mahfud.
"Nah yang lain tidak disebutkan, Pak Harto, Pak Nasution, semua ada di situ, tidak disebutkan, tapi tak menghilangkan sejarah," Mahfud menambahkan.
Â
Perlihatkan Buku
Dalam kesempatan itu Mahfud juga memperlihatkan buku yang berjudul Naskah Serangan Umum 1 Maret 1949.
Menurut dia, dalam buku tersebut menjelaskan peran penting Soeharto dalam peristiwa tersebut. Bahkan, lanjut Mahfud, pada halaman 51, nama Soeharto disebut sebanyak dua kali dalam satu halaman.
"Sama dengan proklamasi, yang mendirikan negara banyak, tapi hanya disebut dua orang (dalam teks) proklamasi. Kalau disebut semua namanya sejarah, ini adalah penentuan hari krusial dan hanya menyebut penggagas dan penggerak tanpa menghilangkan peran Soeharto sama sekali," kata dia.
Advertisement