Liputan6.com, Jakarta - Wakil Gubernur DKI Jakarta, Ahmad Riza Patria, mengatakan warga Ibu Kota bukan hanya diintai ancaman bencana banjir dan gempa bumi, melainkan pula adanya fenomena pergeseran tanah.
Menurut Riza fenomena itu kini tengah menjadi perhatian pihaknya. "Ya lurah dan camat sudah melakukan pemantauan di dinas-dinas terkait telah melakukan penelitian terkait fenomena ini, ini juga menjadi perhatian kita harus lebih hati-hati, di Jakarta ternyata bukan hanya masalah banjir, gempa, tapi pergeseran tanah juga," kata Ahmad Riza Patria di Jakarta, Selasa (8/3/2022).
Karena ini fenomena baru, Riza mengaku belum memiliki panduan guna mengantisipasi bencana itu. Termasuk ihwal pembuatan pengungsian bagi warga yang kediamannya berada di atas tanah yang mengalami pergeseran.
Advertisement
"Ya kita akan antisipasi, ini kan sesuatu yang baru bagi DKI, jadi tetap jadi perhatian kita. Memang belum ada buku panduan terkait pergerakan tanah, yang ada baru terkait pengendalian banjir. Semua bencana kita inventarisir, data, teliti, evaluasi," ujar dia.
Namun ketika warga membutuhkan pengungsian, Riza tak menutup kemungkinan untuk menempatkan mereka di pengungsian khusus untuk bencana banjir.
"Ya bisa saja (ditempatkan pada pengungsian banjir), soal pengungsian gak ada masalah," ujar Riza.
Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) DKI Jakarta memperingatkan 10 lokasi di Ibu Kota berpotensi mengalami pergerakan tanah. Kesepuluh titik masing-masing berada di wilayah Jakarta Selatan dan Jakarta Timur.
Di Jakarta selatan ada di Cilandak, Jagakarsa, Kebayoran Baru, Kebayoran Lama, Mampang Prapatan, Pancoran, Pasar Minggu, dan Pesanggrahan. Sementara di Jakarta timur terdapat di Kramat Jati dan Pasar Rebo.
Bukan Temuan Baru
Isu pergerakan tanah di Ibu Kota sebenarnya bukanlah fenomena baru. Pada 2018 silam, Badan Geologi Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral juga menyampaikan hal semisal. Kala itu informasi dirilis Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) DKI Jakarta.
Titiknya pun sama, yakni di Jakarta Timur dan selatan. Di Jakarta Timur, potensi itu ada di Kramatjati dengan tingkat menengah dan Pasar Rebo, menengah ke tinggi.
Sementara untuk wilayah Jakarta Selatan, potensi pergerakan tanah terdapat di Cilandak, Kebayoran Baru, Kebayoran Lama, Mampang Prapatan, Pancoran, Pasar Minggu dan Pesanggrahan dengan tingkatan menengah. Sedangkan, di wilayah Jagakarsa, Jakarta Selatan berpotensi menengah tinggi.
Saat itu, Kepala BPBD DKI Jakarta Jupan Royter menjelaskan, tanah bergerak ini bukan lah likuifaksi. Gerakan tanah ini merupakan konsekuensi fenomena dinamis alam untuk mencapai kondisi baru, akibat gangguan keseimbangan lereng, baik secara alamiah maupun akibat ulah manusia. Atau biasa disebut longsor.
"Bukan. Beda, ini longsor. Yang potensinya menengah ke tinggi ada di Jagakarsa dan Pasar Rebo," kata Jupan saat dihubungi Liputan6.com, Jakarta, Rabu 5 Desember 2018.
Kepala Bagian Geologi Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral Rudy Suhendar mengungkap, 10 daerah yang berpotensi longsor ini berbatasan dengan lembah sungai (gawir) atau tebing jalan, misalkan di tebing jalan tol.
Pengamatan Badan Geologi mengungkap, potensi longsor itu meningkat akibat dipicu oleh curah hujan. Terlebih, sebelumnya, keseimbangan lereng tersebut memang sudah terganggu. "Jadi trigger-nya, hujannya di atas normal," ujar Rudy kepada Liputan6.com.
Selain itu, pernah ada gerakan tanah di daerah tersebut. Hujan, kata dia, membuat gerakan tanah lama kembali lagi.
"Jadi gerakan tanahnya yang lama aktif kembali ketika ada curah hujan. Boleh dibilang ada riwayat gerakan tanah sebelumnya," lanjut dia.
Menurut dia, data ini dilaporkan Badan Geologi Kementerian ESDM ke Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan untuk mengantisipasi potensi tanah bergerak di Ibu Kota pada Desember 2018. Laporan tersebut guna menghindari adanya korban jiwa jika longsor terjadi.
Data tersebut akan diperbarui lagi pada bulan berikutnya. Pada Desember 2018, yang terdeteksi berpotensi ada pergerakan tanah, hanya di 10 daerah itu. Selebihnya, kata dia, aman.
Advertisement