Sukses

Kasus Korupsi LPEI, Kejagung Periksa Eks Kadiv Audit Hingga Kepala Analisa Risiko Bisnis

Kejaksaan Agung (Kejagung) kembali memeriksa sejumlah saksi terkait kasus dugaan tindak pidana lorupsi dalam penyelenggaraan pembiayaan ekspor nasional oleh Lembaga Pembiayaan Ekspor Indonesia (LPEI) Tahun 2013-2019.

Liputan6.com, Jakarta - Kejaksaan Agung (Kejagung) kembali memeriksa sejumlah saksi terkait kasus dugaan tindak pidana lorupsi dalam penyelenggaraan pembiayaan ekspor nasional oleh Lembaga Pembiayaan Ekspor Indonesia (LPEI) Tahun 2013-2019. Mulai dari mantan Kepala Divisi Audit hingga Kepala Analisa Risiko Bisnis.

Kapuspenkum Kejagung, Ketut Sumedana, menyampaikan, ada lima saksi yang diperiksa kali ini dalam perkara dugaan korupsi LPEI. Seluruhnya untuk melengkapi berkas tujuh tersangka yakni PSNM, DSD, AS, FS, JAS, JD, dan S.

"Pemeriksaan saksi dilakukan untuk memperkuat pembuktian dan untuk melengkapi pemberkasan dalam perkara dugaan tindak pidana korupsi dalam penyelenggaraan pembiayaan ekspor nasional oleh LPEI tahun 2013-2019," tutur Ketut dalam keterangannya, Selasa (8/3/2022).

Para saksi yang diperiksa adalah HTW selaku Kepala Divisi Special Audit LPEI sejak 20 Juli 2020 sampai dengan 25 Juni 2021. Dia diperiksa terkait hasil audit internal LPEI.

Sementara empat lainnya yakni DS selaku mantan Relationship Manager (RM) pada LPEI Kanwil Surakarta, IR selaku Konsultan di Bidang Audit LPEI tahun 2020-2021, A selaku Konsultan LPEI tahun 2020-2021, dan ER selaku Kepala Departemen Analisa Resiko Bisnis II LPEI periode 1 Juli 2018 sampai dengan 30 April 2021, mereka diperiksa terkait pemberian fasilitas pembiayaan di LPEI.

Sebelumnya, Kejaksaan Agung (Kejagung) RI kembali menetapkan dua orang tersangka tersangka kasus tindak pidana pencucian uang (TPPU) atas perkara dugaan korupsi Penyelenggaraan Pembiayaan Ekspor Nasional oleh Lembaga Pembiayaan Ekspor Indonesia (LPEI) Tahun 2013-2019.

"Tim Jampidsus menetapkan dua orang tersangka dalam Perkara Tindak Pidana Pencucian Uang korupsi LPEI Tahun 2013-2019," kata Leonard.

Adapun dua orang yang ditetapkan sebagai tersangka dengan jeratan TPPU yaitu JD selaku Owner Johan Darsono Grup dan S selaku Swasta (Owner atau Direktur PT Mulia Walet Indonesia, Direktur Jasa Mulya Walet dan PT Borneo Walet Indonesia).

"Tersangka tersebut ditetapkan berdasarkan laporan hasil perkembangan penyidikan dalam perkara LPEI Tahun 2013-2019," ujarnya.

Dengan begitu, Leonard mengatakan kedua tersangka dijerat diancam pidana Pasal 3 jo. Pasal 4 Undang-Undang RI Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.

2 dari 3 halaman

Penyitaan

Selain itu, Kejagung juga menyita aset berupa tanah seluas 16.360 M milik JD yang ditetapkan tersangka korupsi pembiayaan ekspor nasional Lembaga Pembiayaan Ekspor Indonesia (LPEI) Tahun 2013- 2019.

Penyitaan dilakukan berdasarkan penetapan Wakil Ketua Pengadilan Negeri Sukoharjo yang pada pokoknya memberikan izin kepada Penyidik dari Kejaksaan Agung untuk melakukan penyitaan terhadap tanah di Kabupaten Sukoharjo.

"Sesuai Penetapan Wakil Ketua Pengadilan Negeri Sukoharjo Nomor. 30/Pen.Pid/2022 /PN.Skh tanggal 10 Februari 2022, aset milik atau yang berkaitan dengan Tersangka JD," terang Leonard.

Tiga tanah yang disita tersebar di dua desa yakni, desa Gedangan, Sukoharjo yang masing-masing sertifikat hak milik (SHM) seluas 5.195 M dan seluas 5.200 M. Sementara satu tanah lagi dengan sertifikat hak milik di Desa Kudu seluas 5.965 M.

Adapun penyitaan dilakukan untuk menutupi kerugian negara yang diduga disebabkan akibat tindak pidana korupsi yang dilakukan tersangka JD, kurang lebih kerugian mencapai Rp 2,6 triliun.

"Terhadap aset-aset para tersangka yang telah disita tersebut, selanjutnya akan dilakukan penaksiran atau taksasi oleh Kantor Jasa Penilai Publik (KJPP) guna diperhitungkan sebagai penyelamatan kerugian keuangan negara didalam proses selanjutnya," ujarnya.

3 dari 3 halaman

Infografis