Sukses

Jokowi: Jika Perang Rusia-Ukraina Berlanjut, Krisis Pengungsi Terbesar Sepanjang Abad Akan Terjadi

Presiden Joko Widodo atau Jokowi mengatakan gagalnya kesepakatan gencatan senjata antara Rusia-Ukraina mendorong bertambah korban jiwa.

Liputan6.com, Jakarta - Presiden Joko Widodo atau Jokowi mengatakan gagalnya kesepakatan gencatan senjata antara Rusia-Ukraina mendorong bertambah korban jiwa. Tak hanya itu, hal ini juga berdampak terhadap krisis kemanusian di Ukraina.

"Gagalnya kesepakatan gencatan senjata di Ukraina bukan hanya mendorong eskalasi konflik bersenjata tetapi semakin bertambahnya korban jiwa dan krisis kemanusian di Ukraina," kata Jokowi melalui akun twitternya @jokowi, Selasa (8/3/2022).

Dia mengingatkan bahwa perang adalah persoalan ego dan hanya menonjolkan kepentingan. Total ada 1,2 juta manusia yang harus mengungsi ke negara lain akibat perang Rusia-Ukraina.

"Perang adalah persoalan ego, melupakan sisi kemanusiaan, dan hanya menonjolkan kepentingan dan kekuasaan," ujarnya.

"Menurut UNHCR, sudah 1,2 juta orang harus mengungsi ke negara lain karena perang di Ukraina," sambung Jokowi.

Dia pun mengajak semua pihak untuk bersama-sama mencegah agar krisis ini tak terus berlanjut. Pasalnya, apabila terjadi akan timbul krisis pengungsi terbesar sepanjang abad.

"Apabila krisis berlanjut niscaya akan terjadi “krisis pengungsi terbesar sepanjang abad”. Inilah yang harus kita sama-sama cegah agar jangan sampai terjadi," tutur Jokowi.

2 dari 2 halaman

Rusia Usulkan Gencatan Senjata

Sebelumnya, Rusia telah mengusulkan gencatan senjata baru dan menunjukkan bahwa mereka siap untuk membuka koridor evakuasi dari Kiev, Chernihiv, Sumy, Kharkiv dan Mariupol.

Namun, Ukraina belum secara resmi menyetujui proposal gencatan senjata, demikian dikutip dari laman CNN, Selasa (8/3/2022).

"Rusia mendeklarasikan gencatan senjata mulai pukul 10 pagi (waktu Moskow) pada 8 Maret, dan siap untuk menyediakan koridor kemanusiaan: dari Kiev dan pemukiman yang berdekatan ke Federasi Rusia melalui wilayah Republik Belarus ke Gomel," tulis media Rusia mengutip pernyataan itu.