Liputan6.com, Jakarta - Sekretaris Umum PP Muhammadiyah, Abdul Mu'ti berpendapat, legacy atau warisan seorang pemimpin tidak bisa diukur dari panjangnya masa jabatan. Bahkan banyak pemimpin dalam waktu singkat meninggalkan legacy luar biasa untuk negaranya.
"Legacy itu tidak bisa diukur dari panjangnya waktu seorang memimpin, banyak pemimpin yang memimpin dalam waktu singkat tapi dia meninggalkan legacy luar biasa untuk negaranya. Dan banyak orang yang dengan suka hati turun ketika dia sedang berada di puncak popularitasnya," kata dia dalam diskusi daring 'telaah kritis usul perpanjangan masa jabatan presiden', Rabu (9/3/2022).
Mu'ti menyontohkan sikap Presiden ke-44 Amerika Serikat Barack Obama yang berhenti sesuai masa jabatannya. Padahal, citra Obama saat itu dalam tingkat kepopuleran yang tinggi.
Advertisement
"Ketika turun Barack Obama itu di puncak popularitas dia berhasil mengangkat ekonomi Amerika yang ambruk pada masa Presiden sebelumnya dan dia mengubah citra Amerika, tapi pada waktunya dia berhenti/ Dia juga berhenti dengan senang hati," kata Mu'ti.
Baca Juga
Â
Â
* Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.
Jaga Etika dan Moral Politik
Lebih lanjut, Mu'ti menjelaskan, perpanjangan masa jabatan presiden memang bisa dilakukan melalui amandemen UUD 1945. Namun, hal itu tidak patut dilakukan karena harus mengingat etika dan moral.
"Inilah saya dalam berbagai kesempatan tidak setuju dengan penundaan pemilu. Sah-sah saja orang bicara apa saja, ini negara demokrasi. Tetapi kalau sampai itu terjadi, itu melukai semangat reformasi dan tidak sesuai jiwa dan semangat UUD '45 yang dengan amandemennya itu menuliskan masa jabatan presiden adalah dua periode," ucapnya.
Reporter: Muhammad Genantan Saputra/Merdeka.com
Advertisement