Liputan6.com, Jakarta Mahkamah Agung (MA) memotong masa hukuman mantan Menteri Kelautan dan Perikanan Edhy Prabowo. Hukuman Edhy dipotong dari 9 menjadi 5 tahun penjara oleh MA.
MA menyatakan hanya memotong masa pidana penjara terhadap Edhy, untuk pidana lainnya tetap berlaku sedia kala. Yakni Edhy diwajibkan membayar uang pengganti sebesar Rp9.687.447.219 dan US$77.000 dengan memperhitungkan uang yang telah dikembalikan.
Baca Juga
"Amar selebihnya tetap berlaku seperti uang pengganti," ujar Juru Bicara MA Andi Samsan Nganro, dalam jumpa pers di Kantor MA, Jakarta, Kamis (10/3/2022)
Advertisement
MA menyunat vonis Pengadilan Tinggi DKI Jakarta terhadap Edhy Prabowo. MA menjatuhkan pidana 5 tahun penjara denda Rp 400 juta subsider 6 bulan kurungan.
Diketahui, Pengadilan Tinggi DKI memperberat vonis terhadap Edhy Prabowo. PT DKI menjatuhkan pidana penjara selama 9 tahun terhadap Edhy. Vonis ini lebih berat dari vonis Pengadilan Tipikor yang menghukum Edhy 5 tahun penjara.
Selain meringankan vonis Edhy, MA juga meringankan vonis pidana tambahan terhadap Edhy. MA menjatuhkan pidana tambahan terhadap Edhy berupa pencabutan hak politik Edhy selama 2 tahun dari awalnya 3 tahun.
Adapun hakim MA yang memutus perkara ini yakni Sofyan Sitompul, Gazalba Saleh, dan Sinintha Yuliansih Sibarani dengan panitera pengganti Agustina Dyah.
Andi menyebut, pertimbangan tiga hakim MA yang memotong vonis Edhy itu lantaran menganggap vonis 9 tahun PT DKI tak mempertimbangkan hal yang meringankan terhadap Edhy Prabowo. Menurut para hakim MA, selama menjadi Manteri KKP, Edhy Prabowo memiliki jasa besar.
"Terdakwa sebagai menteri telah bekerja dengan baik dan memberi harapan yang besar kepada masyarakat, khususnya nelayan," kata Andi.
Edhy Prabowo Dianggap Berjasa
Andi menyebut, menurut para hakim MA, tindakan Edhy yang mengubah peraturan Menteri KKP dengan Peraturan Menteri Nomor 12/Permen-KP/2020 adalah hal yang baik. Ubahan peraturan menteri tersebut bertujuan dengan adanya semangat memanfaatkan benih lobster untuk kesejahteraan masyarakat, dengan ingin memberdayakan nelayan dan juga untuk pembudidayaan karena lobster di Indonesia sangat besar.
"Dalam Peraturan Menteri Nomor 12/Permen-KP/2020, eksportir disyaratkan untuk memperoleh Benih Bening Lobster (BBL) dari nelayan kecil penangkap BBL, sehingga jelas perbuatan terdakwa tersebut untuk menyejahterakan masyarakat, khususnya nelayan kecil," kata Andi sesuai pertimbangan hakim MA.
Advertisement