Sukses

Penjelasan Kemendagri soal Anggota TNI-Polri Bisa Jadi Pj Kepala Daerah

Andi Batara Lipu angkat bicara mengenai peluang anggota TNI-Polri diperkenankan mengisi jabatan Pj Kepala Daerah.

Liputan6.com, Jakarta Direktur Otonomi Khusus Ditjen Otonomi Daerah Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) Andi Batara Lipu angkat bicara mengenai peluang anggota TNI-Polri diperkenankan mengisi jabatan Pj Kepala Daerah.

Diketahui, nantinya Pj Kepala Daerah ini akan mengisi kekosongan para Gubernur dan Wali Kota yang habis masanya pada 2022 dan 2023, lantaran ada keserentakan Pilkada di tahun 2024.

Menurut dia, semuanya harus mengacu kepada Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Wali Kota.

"Bagaimana dengan TNI Polri? Tentu kita juga merujuk kepada undang-undang ASN itu sendiri dan Undang-Undang (Nomor) 10 (Tahun) 2016. Jadi kriteria yang kita gunakan di Undang-Undang 10 Tahun 2016 yakni kriterianya JPT (Jabatan Pimpinan Tinggi) Pratama atau Madya," kata Andi dalam sebuah webinar, Senin (14/3/2022).

Dia tak menjelaskan secara tegas apakah memang diperkenankan atau tidak TNI-Polri menjabat sebagai Pj Kepala Daerah.

"Apakah yang bersangkutan JPT Pratama? dan apakah yang bersangkutan JPT Madya? Jadi acuan utamanya ada di Undang-Undang (nomor) 10," kata Andi.

Dia hanya menyebut, siapapun ASN yang setingkat JPT Pratama atau Madya, terbuka ruang menjadi Pj kepala daerah.

"Kriteria yang digunakan sebagaimana undang-undang itu JPT Madya dan Pratama, sepanjang siapapun penjabat memenuhi kriteria itu maka ada ruang untuk itu," kata Andi.

 

2 dari 2 halaman

Tak Perlu Diperpanjang

Sebelumnya, Direktur Eksekutif Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) Khoirunnisa Nur Agustyati menilai, perpanjangan masa jabatan kepala daerah tidak diperlukan.

Hal ini menanggapi permohonan gugatan di Mahkamah Konstitusi agar masa jabatan kepala daerah yang habis pada 2022-2023 diperpanjang hingga Pilkada 2024.

"Masa jabatan sudah diatur selama lima tahun, dan hanya bisa dipilih kembali untuk satu periode saja. Jadi perpanjangan masa jabatan ini saya rasa tidak perlu," kata Khoirunnisa melalui pesan singkat, Jumat (11/3/2022).

Menurut dia, tak ada istilah kekosongan kepala daerah lantaran ada pejabat yang mengisi tempat tersebut.

"Sebetulnya kalau dari UU Pilkada mekanisme yang diatur dengan tidak adanya pilkada di 2022 dan 2023 adalah dengan mekanisme pejabat. Jadi tidak memunculkan kekosongan kepala daerah, walaupun kelapa daerahnya bukan definitif," kata Khoirunnisa.

Kendati diakui pengisian jabatan dengan pejabat kepala daerah bukan hal yang ideal. Menurut Khoirunnisa sedianya yang perlu dilakukan dalah menormalkan jadwal pilkada.

"Memang tidak ideal ketika pilkadanya harus menunggu di 2024, dan periode penjabat memang jadi cukup panjang. Sebetulnya lebih baik jadwal pilkadanya yang dinormalkan," jelas Khoirunnisa.

Bila gugatan tersebut dikabulkan, tidak ada masalah legitimasi jabatan kepala daerah yang diperpanjang. Hanya kepala daerah yang habis masa jabatannya bisa menjabat lagi hingga pilkada selanjutnya digelar.

"Kalau dikabulkan artinya kepala daerah akan bisa dapat tambahan waktu menjabat tanpa harus ikut pemilu. Saya rasa tidak terlalu berkaitan langsung dengan legitimasi. Tetapi lebih ke soal masa jabatan yang jadi lebih dari lima tahun," jelas Khoirunnisa.

 

 

Reporter: Genan Saputra/Merdeka.com