Sukses

Menag: Segala Bentuk Islamofobia Harus Diperangi

Menurutnya, istilah Islamofobia sering dipahami sebagai gelombang prasangka, diskriminasi, ketakutan, dan kebencian terhadap Islam dan muslim.

Liputan6.com, Jakarta Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas mengatakan segala bentuk islamofobia harus diperangi. Menurutnya, istilah Islamofobia sering dipahami sebagai gelombang prasangka, diskriminasi, ketakutan, dan kebencian terhadap Islam dan muslim.

“Segala bentuk Islamofobia memang harus diperangi,” kata Yaqut di Jakarta, Jumat, (18/3/2022).

Menurut dia, semua bentuk prasangka dan ketakutan yang dialamatkan kepada agama, harus diperangi. Sebab, itu adalah salah satu faktor yang mengancam kerukunan dan harmoni antarumat beragama.

Untuk itu, dia menyambut baik Persatuan Bangsa-Bangsa (PBB) yang menetapkan 15 Maret sebagai ‘Hari Internasional untuk Memerangi Islamofobia’. 

Keputusan ini diterbitkan dalam Sidang Umum PBB yang berlangsung pada Selasa, 15 Maret 2022.

Menag berharap, keputusan PBB ini bisa menjadi momentum bagi umat Islam, sehingga berada di garda terdepan dalam mengatasi berbagai permasalahan dunia. Umat Islam harus dapat menunjukkan tingkah laku yang sesuai dengan prinsip Islam yang cinta damai. Demikian juga umat agama lainnya, untuk menunjukkan sikap sesuai ajaran agamanya masing-masing yang tentu juga mengedepankan persaudaraan dan kedamaian.

"Penting bagi umat seluruh agama untuk memastikan bahwa kerukunan, perdamaian, dan harmoni adalah ajaran universal agama. Sudah semestinya semua bergerak bersama dalam menciptakan persaudaraan kemanusiaan, bukan perpecahan dan permusuhan,” ungkapnya.

“Tidak ada ajaran agama manapun yang membenarkan tindakan kekerasan, apa pun motifnya. Memuliakan nilai kemanusiaan adalah esensi ajaran semua agama,” sambungnya.

2 dari 2 halaman

Wujudkan Perdamaian Dunia

Ikhtiar mewujudkan perdamaian dunia, lanjut Yaqut, harus terus diupayakan. Sebagai bagian dari upaya tersebut, pihaknya kini tengah terus berupaya menjalin komunikasi dengan dua tokoh agama dunia, Grand Syekh Al-Azhar Ahmed Al-Tayeb dan Pemimpin Gereja Vatikan Paus Fransiskus.

Lebih lanjut, dia juga mengapresiasi inisiatif keduanya dalam mempromosikan nilai-nilai koeksistensi, toleransi, dan perdamaian yang dirinci dalam Dokumen Persaudaraan Manusia. Dokumen ini ditandatangani bersama oleh Imam Besar Ahmed Al-Tayeb dan Paus Fransiskus di Abu Dhabi pada Februari 2019.

“Kami masih mengupayakan kedua tokoh agama dunia itu bisa hadir di Indonesia untuk melihat kerukunan, harmoni, dan persaudaraan bangsa Indonesia yang sangat beragam ini,” jelasnya.

“Kami masih mencoba menjalin komunikasi, baik dengan Majelis Hukama Al-Muslimin di Abu Dhabi yang dipimpin oleh Grand Syekh Ahmed Al-Tayeb. Juga dengan pihak Al-Azhar karena beliau saat ini adalah Grand Syekh Al-Azhar. Komunikasi juga terus coba dijalin dengan pihak Gereja Vatikan,” tandasnya.

Reporter: Intan Umbari Prihatin/Merdeka