Sukses

Tingkatkan Tata Kelola Migrasi, Diluncurkan Buku Panduan Pelindungan Pekerja Migran

Buku panduan ini hasil kolaborasi Tim Kemnaker dengan Tim International Labour Organization (ILO) Jakarta dan Jaringan Buruh Migran (JBM) yang bertujuan untuk meningkatkan pemahaman dan komitmen.

Liputan6.com, Jakarta - Dalam rangka melakukan tata kelola migrasi tenaga kerja yang responsif gender dan responsif COVID-19, diluncurkan buku "Panduan Teknis Penyelenggaraan Layanan dan Pelindungan Pekerja Migran Indonesia (PMI) yang Responsif Gender di Ruang Tridharma Kementerian Ketenagakerjaan Jakarta, Rabu (30/3/2022).

Buku panduan ini hasil kolaborasi Tim Kemnaker dengan Tim International Labour Organization (ILO) Jakarta dan Jaringan Buruh Migran (JBM) yang bertujuan untuk meningkatkan pemahaman dan komitmen para pemangku kepentingan tentang urgensi dan upaya Pemerintah Indonesia dalam memastikan tata kelola migrasi tenaga kerja responsif gender dan responsif COVID-19 yang berpusat pada manusia.

"Kami sangat mengapresiasi kolaborasi Tim Kemnaker bekerja sama dengan Tim ILO Jakarta dan JBM, untuk terus meningkatkan pelindungan kepada PMI terutama dari banyak masalah yang dihadapi PMI," kata Menaker Ida Fauziyah dalam sambutannya.

Menurut Menaker, buku Panduan Teknis Penyelenggaraan Layanan dan Pelindungan PMI yang Responsif Gender ini juga merupakan hasil penelitian dan temuan kondisi lapangan oleh para peneliti. Dalam buku ini, terdapat rekomendasi yang dapat dijadikan masukan bagi semua pemangku kepentingan dalam rangka perbaikan tata kelola penempatan dan pelindungan PMI secara terpadu, holistik dan berkesinambungan.

"Pemaknaan responsif gender bukan memberikan keistimewaan bagi perempuan pekerja migran dan mendiskriminasi laki-laki. Tetapi bagaimana menerapkan prinsip 'kesetaraan dan keadilan gender' serta persamaan hak bagi semua pekerja migran. Di sisi lain memberikan perlindungan, pemenuhan dan penanganan responsif terhadap kebutuhan yang berbeda dari berbagai kelompok gender yang ada," katanya.

Ida Fauziyah menjelaskan, meskipun perempuan pekerja migran berkontribusi positif untuk pembangunan sosial dan ekonomi, namun pekerja migran merupakan kelompok yang paling rentan mengalami eksploitasi dan pelecehan, serta pelanggaran hak ketenagakerjaan. Data Crisis Center BP2MI dari tahun 2017 hingga Oktober 2019, menerima 12.508 kasus pengaduan, dengan mayoritas diadukan oleh pekerja rumah tangga dan Anak Buah Kapal (ABK).

"Pada umumnya permasalahan yang diadukan terkait kasus pelanggaran hak asasi manusia, eksploitasi kerja termasuk gaji tidak dibayar, jam kerja yang panjang, bekerja tidak sesuai dengan kontrak kerja, overcharging, penipuan peluang kerja, pelecehan, kekerasan, dan tindak pidana perdagangan orang," ujarnya.

Berdasarkan data dari Badan Pelindungan Pekerja Migran Indonesa (BP2MI) total data penempatan PMI sebanyak 4,4 juta orang yang tersebar di Eropa dan Timur Tengah sebanyak 886 ribu orang (20 persen), Asia dan Afrika 3,4 juta (78 persen) dan Amerika dan Pasifik 87 ribu (1,9 persen). Negara tujuan penempatan terbanyak adalah Hongkong, Taiwan, Singapura, Korea Selatan dan Saudi Arabia. Sementara data Bank Indonesia tahun 2018 remintansi PMI mencapai Rp153,6 triliun.