Sukses

Kata Pelaku Usaha dan Warga soal Boleh Bukber tapi Dilarang Ngobrol

Aturan pemerintah tentang boleh bukber tapi dilarang mengobrol menuai komentar dari masyarakat. Apa kata pelaku usaha dan warga tentang aturan tersebut?

Liputan6.com, Jakarta Jelang menyambut bulan Ramadhan, selain melangsungkan ibadah. Masyarakat juga kerap melakukan aktivitas khas yang ada di bulan salah satunya buka bersama (bukber) acara makan bersama dalam rangka buka puasa.

Meski tidak dilarang pada tahun ini untuk melangsungkan bukber, namun Satgas Covid-19 tetap mengimbau agar tetap mematuhi protokol kesehatan dengan beberapa catatan yang harus dipatuhi. Salah satunya untuk menjaga jarak dan tidak ngobrol di saat acara bukber dilangsungkan.

Lantas bagaimana tanggapan para pelaku usaha rumah makan dan masyarakat terkait himbauan tersebut?

Yogie salah satu pemilik usaha coffee shop di kawasan Margonda turut menyambut baik terkait diperbolehkannya masyarakat untuk melangsungkan buka puasa bersama ketika bulan Ramadhan nanti.

"Kalau dari pengusaha peraturan ini bagus banget. Intinya diperbolehkan, yang penting diperbolehkan dulu," kata Yogie ketika dihubungi merdeka.com, Rabu (30/3/2022).

Dia pun mengaku tak mau ambil pusing berkaitan himbauan tidak boleh ngobrol ketika bukber nanti. Menurutnya substansi yang harus disambut adalah diperbolehkannya acara bukber pada Ramadhan tahun ini.

"Intinya diperbolehkan. Masalah tidak boleh ngobrol itu ya pelaku usaha susah untuk melarang pelanggan untuk tidak ngobrol. Seperti imbauan pakai masker Tapi apa pas makan harus pakai masker? Begitu juga ngobrol," terangnya.

Oleh karena itu, Yogie menyarankan agar pemerintah ketika merancang aturan nantinya, memakai anjuran-anjuran yang sudah ada dan berlaku seperti biasa. "Untuk jaga prokes ya aturan yang sudah berlaku saja. Sudah efektif," tuturnya.

Senada dengan Yogie, Agung pemilik resto makanan Serba Lele Bro (Selebro) mengaku jika aturan itu tidak efektif untuk dijalankan. Karena sangat sulit bila pemilik resto atau rumah makan untuk melarang pembeli mengobrol.

"Emangnya pemilik resto bisa mengontrol pengunjung baik itu ngobrol-ngobrol ataupun pake masker," ujarnya.

Dia pun merasa jika imbauan soal tidak mengobrol ketika momen buka bersama nanti mustahil untuk diterapkan. Karena itu, dia meminta agar pemerintah memakai aturan yang sudah ada dan dipahami masyarakat.

"Iya kalau jaga jarak kan masih masuk akal, terus pakai masker ketika ngobrol juga masih masuk akal. Tolong pembuat kebijakan diperhatikan," tuturnya.

 

* Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

2 dari 3 halaman

Aturan Membingungkan

Sementara dari sisi masyarakat yang turut menyambut diperbolehkannya bukber ketika Ramadhan juga menilai jika aturan itu sulit untuk diterapkan.

"Aturannya sulit untuk diikuti sih, ya biasanya bukber kan jadi moment untuk silaturahmi kerabat atau teman yang udah jarang ketemu. Jadi ya pasti banyak yang diobrolin," tutur Alya salah satu pekerja startup di kawasan Jakarta.

Dia pun turut mempertanyakan terkait teknis nantinya apabila imbauan ini menjadi aturan resmi untuk diterapkan sebagai protokol kesehatan dikala acara bukber puasa.

"Menurutku sih iya. Untuk kontrolnya gimana? Mau dipantau terus orang yang bukber? Ini diperuntukan untuk bukber di luar ya? Kalo bikin bukber di rumah tapi yang dateng 20 orang lebih gimana?" tanya Alya.

Menurutnya, berkaitan imbauan lebih baik pemerintah menyarankan kepada masyarakat untuk sadar akan kondisinya mereka. Ketika kondisi tubuh sedang tidak fit sebaiknya istirahat dan tidak berkumpul untuk mengikuti bukber.

"Yang lagi kurang enak badan tau diri, jangan maksain dateng. Kesadaran diri sendiri sih, kalau sehat baru ikut bukber," tuturnya.

Lebih lanjut pendapat lain disampaikan, Safa salah satu pekerja media dan aktivis organisasi di Jakarta Selatan menilai aturan bukber dilarang ngobrol itu paradoks yang membingungkan masyarakat.

"Kebijakan harus rasional, jangan paradoks apalagi membingungkan. Bukber tanpa ngobrol dan jaga jarak menghilangkan keakraban. Justru esensi bukber itu ngumpul barengnya merayakan Ramadhan yang dirindukan Umat Islam," sebutnyam

"Tapi, kalau peserta bukber itu sudah booster? Boleh dong ngobrol dan tak perlu jaga jarak. Kereta aja sudah enggak ada physical distancing," sambungnya.

Dia pun merasa jika imbauan ini seperti tebang pilih, ketika keramaian yang diselenggarakan pemerintah tidak ada wacana-wacana imbauan baru yang dikeluarkan.

"Makan normal dan seperti biasa aja. Apalagi sudah herd immunity kan? Tebang pilih sasaran kebijakan enggak bagus untuk tata kelola pemerintahan. Mandalika aman terkendali diperbolehkan, masa bukber aja ribet. Jangan paradoks," ungkapnya.

 

3 dari 3 halaman

Imbauan Soal Larangan Ngobrol

Sebelumnya, Satgas Covid-19 tetap mengingatkan agar tetap mematuhi protokol kesehatan dengan beberapa catatan yang harus dipatuhi. Salah satunya untuk menjaga jarak dan tidak ngobrol di saat acara bukber dilangsungkan.

"Kalau buka puasa bersama sebaiknya dijaga jarak yang cukup dan tidak usah berbicara pada saat makan," kata Juru bicara Satgas Covid-19 Wiku Adisasmito dalam diskusi virtual Forum Merdeka Barat 9, dikutip Selasa (29/3).

"Jangan lupa cuci tangan sebelum makan supaya kita betul-betul bersih dan sehat. Jadi semua bisa dilakukan asal betul-betul adaptasinya dengan protokol kesehatan," sambungnya.

Selain itu, Wiku juga menjelaskan terkait aktivitas tempat ibadah yang telah diperbolehkan untuk digelar berjemaah. Sesuai ketentuan yang berlaku dalam level PPKM di daerahnya, dengan tetap mematuhi protokol kesehatan menjadi yang utama

"Selama kita beribadah kalau di masjid pastikan masjidnya tidak terlalu penuh, dan terlalu lama di masjid sehingga potensi penularannya menjadi besar, caranya ventilasi masjidnya dibuka lebih baik dan tidak terlalu lama di dalam masjid, interaksi berbicara juga relatif terbatas, yang tidak berbicara menggunakan masker saja," jelasnya

Selain itu, Satuan Tugas (Satgas) Penanganan Covid-19 mengingatkan masyarakat tetap disiplin menerapkan protokol kesehatan atau prokes pada Ramadhan nanti. Pasalnya, aktivitas masyarakat pada bulan puasa cenderung meningkat.

Menurut Wiku, meski pemerintah sudah melakukan sejumlah pelonggaran dalam berbagai aktivitas, masyarakat tetap harus menjaga prokes.

"Tahun ini kita mencoba normal seperti dulu, tapi prokes harus tetap dijaga. Jadi tidak apa-apa berinteraksi seperti dulu tapi dengan kehati-hatian," ujar dia.

Wiku, aktivitas masyarakat saat Ramadhan dimulai lebih dini dan diakhiri lebih larut. Tingginya aktivitas itu berisiko terjadi penularan sehingga menjaga prokes menjadi kunci utama untuk menghindari risiko tersebut.