Liputan6.com, Jakarta - Pemerintah Kota Depok mempertanyakan maksud dan tujuan Setara Institute yang melabeli Depok sebagai kota paling intoleran.
Wali Kota Depok, Mohammad Idris, mengatakan, penyebutan Depok sebagai kota intoleran perlu dikaji lagi secara ilmiah. Idris menduga tujuan tersebut untuk menjatuhkan pemerintahannya.
Baca Juga
“Bersaing secara sehat, jangan berkomentar jahat, kalau tujuannya mau menjatuhkan pemerintah,” ujar Idris, Senin (4/4/2022).
Advertisement
Idris mengungkapkan, belum mengetahui secara pasti motif maupun indikasi tujuan dari riset Kota Depok intoleran. Namun, ia menduga tujuan riset itu terkait politik jelang 2024.
“Namanya riset itu tidak sembarangan, ilmiah dan rasional. Silahkan diadu dengan riset lainnya,” ungkap Idris.
Idris menjelaskan, sebelumnya melalui sebuah riset, Kota Depok disebut sebagai kota toleran. Riset tersebut dikeluarkan Universitas Indonesia dan Chusnul Mar'iyah. Untuk itu, riset yang menyebutkan Kota Depok intoleran dapat didiskusikan dengan riset dari UI dan Chusnul Mar’iyah.
“Itu survei UI loh, ibu Chusnul Mar’iyah dan kawan-kawan,” jelas Idris.
Apabila Kota Depok disebut intoleran berdasarkan permasalahan Ahmadiyah, Idris meminta titik letak intolerannya. Penyegelan masjid Ahmadiyah dilakukan berdasarkan fatwa MUI dan SKB 3 Menteri terkait larangan ajaran Ahmadiyah.
“Jika MUI berani mencabut Fatwa MUI tentang sesatnya ajaran Ahmadiyah silahkan, yang kami hentikan itu penyebarannya karena dilarang,” tegas Idris.
Idris menuturkan, penyegelan masjid Ahmadiyah untuk menjaga keamanan dan ketentraman masyarakat. Menurutnya, masyarakat sekitar merasa tidak nyaman akan keberadaan ajaran Ahmadiyah.
“Justru kami menjaga Ahmadiyah, kalau mereka di serang kita kena undang-undang HAM,” tutur Idris.
Idris menambahkan, Pemerintah Kota Depok tidak melarang adanya pendirian gereja, selama mendapatkan persetujuan dari FKUB dan akan memberikan surat keputusan. Selain itu di Kota Depok tidak pernah terjadi keributan antar suku.
“Jadi harus dikaji secara ilmiah, jangan asal bunyi,” pungkas Idris.
Riset Setara Institute
Pada pemberitaan sebelumnya, Direktur Eksekutif Setara Institute, Ismail Hasani mengungkap bahwa Kota Singkawang berhasil meraih penghargaan sebagai peringkat pertama indeks kota toleran (IKT) di Indonesia tahun 2021 menggeser Kota Salatiga yang pada tahun 2020 menduduki posisi tersebut.
Penghargaan itu sebagai hasil dari riset yang dilakukan Setara Institut pada tahun 2021 dengan menilai berbagai aspek untuk kemudian memberikan Kota Singkawang sebagai peringkat pertama dengan nilai 6,483 naik satu peringkat dari 2020, dengan indeks 6,450.
"Kami selalu menerbitkan laporan ini dengan berbasis pada riset yang serius yang ditujukan untuk mengukur kinerja kota-kota di Indonesia. Jadi bukan semata-mata mengukur kinerja walikota atau wakil walikota," kata Ismail di Jakarta, Rabu, (30/3/2022).
Sementara Kota Depok, Jawa Barat menempatkan urutan terakhir dalam riset studi sebagai kota toleran dan menempati posisi terbawah yakni ke-94 dalam indeks kota toleran (IKT) yang dirilis Setara Institut.
Ismail Hasani mengatakan jika masalah utama yang menempatkan Depok dalam urutan terakhir adanya produk hukum yang diskriminatif. Semisal, dia mencontohkan Wali Kota Depok yang dinilai tidak terbuka dengan keberagaman.
"Jadi bisa bayangkan atas dasar perintah walikota, gak ada angin gak ada hujan, tiba-tiba sebuah masjid disegel gitu, ini kan problem. Jadi bukan hanya di level aturan yang itu bobotnya 20 persen, tapi juga tindakan politik walikota yang tidak toleran," kata Ismail.
Advertisement