Sukses

Kejagung Periksa 4 Eks Dirut Krakatau Engineering Terkait Kasus Korupsi Pabrik BFC

Kejagung tengah mengusut kasus dugaan korupsi proyek pembangunan pabrik Blast Furnace Complex (BFC) oleh PT Krakatau Steel tahun 2011.

Liputan6.com, Jakarta - Kejaksaan Agung (Kejagung) memanggil empat mantan Direktur Utama (Dirut) PT Krakatau Engineering sebagai saksi terkait kasus dugaan tindak pidana korupsi pada proyek pembangunan Pabrik Blast Furnace Complex (BFC) oleh PT Krakatau Steel tahun 2011.

"Pemeriksaan saksi dilakukan untuk memperkuat pembuktian dan untuk melengkapi pemberkasan dalam perkara dugaan tindak pidana korupsi pada proyek pembangunan Pabrik Blast Furnace oleh PT Krakatau Steel pada tahun 2011," tutur Kapuspenkum Kejagung Ketut Sumedana dalam keterangannya, Senin (4/4/2022).

Keempat saksi adalah Imam Purwanto selaku Dirut PT Krakatau Engineering Tahun 2011, Bambang Purnomo selaku Dirut PT Krakatau Engineering Tahun 2013, Wisnu Kuncoro selaku Dirut PT Krakatau Engineering Tahun 2016, dan Lussy Adriaty Dede selaku Dirut PT Krakatau Engineering Tahun 2018.

"Seluruhnya diperiksa terkait dugaan tindak pidana korupsi pada proyek pembangunan Pabrik Blast Furnace oleh PT Krakatau Steel pada tahun 2011," kata Ketut.

2 dari 2 halaman

Jaksa Agung Beberkan Kronologi Kasus

Sebelumnya dalam konferensi pers pada Kamis (24/2/2022) lalu, Jaksa Agung ST Burhanuddin menyampaikan, pada awalnya proyek pembangunan pabrik Blast Furnace (BFC) tersebut dilaksanakan oleh Konsorsium MCC CERI (asal China) dan PT Krakatau Engineering sesuai hasil lelang tanggal 31 Maret 2011 dengan nilai kontrak setelah mengalami perubahan adalah Rp 6,92 triliun.

Kontrak tersebut telah dibayarkan ke pihak pemenang lelang senilai Rp 5,3 triliun, namun demikian pekerjaan kemudian dihentikan pada tanggal 19 Desember 2019. Padahal, pekerjaan belum 100 persen dan setelah dilakukan uji coba operasi biaya produksi lebih besar dari harga baja di pasar.

Selain itu, pekerjaan sampai saat ini belum diserahterimakan dengan kondisi tidak dapat beroperasi lagi. PT Krakatau Steel membangun Pabrik Blast Furnace (BFC) dengan menggunakan bahan bakar batubara agar biaya produksi lebih murah.

Pembangunan proyek tersebut menggunakan bahan bakar gas sehingga memerlukan biaya yang lebih mahal. Menurut Supardi, pabrik peleburan tersebut tidak bisa dioperasikan, karena akan mengeluarkan biaya tinggi.

"Tidak bisa beroperasi, kalau dipakai high cost tidak bisa bersaing," ujar Supardi.