Liputan6.com, Jakarta Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) meminta Polda Sumatera Utara segera menahan delapan tersangka kasus kerangkeng manusia di rumah Bupati nonaktif Langkat Terbit Rencana Peranginangin.
"Termasuk harapan kita supaya para pelaku segera ditahan," kata Wakil Ketua LPSK Edwin Partogi kepada Merdeka, Rabu (6/4/2022).
Permintaan itu bukan tanpa alasan, karena tidak ditahannya para tersangka yang berjumlah delapan orang itu, yakni SP, TS, HS, IS, RG, DP, JA dan HG, turut menyebabkan mantan penghuni kerangkeng trauma.
Advertisement
"Ya memang benar (trauma), tidak ditahannya para pelaku itu berpengaruh besar terhadap para korban ya. Seolah mengatakan bahwa mereka itu masih mendapatkan perlakuan yang berbeda dengan warga negara lain," kata Edwin.
Dia pun heran kepolisian tidak menahan para tersangka ini. Padahal, mereka diancam dengan pasal berlapis, mulai dari Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO) hingga KUHP terkait penganiayaan yang mengakibatkan nyawa orang menghilang.
"Ini mungkin satu-satunya tindak pidana kejahatan terhadap tubuh yang ancaman hukumannya 15 tahun tapi tidak dilakukan penahanan. Jadi ada yang unik kan, rasanya memang pantas publik bertanya kenapa tidak ditahan," kata Edwin.
Pertanyaan itu pun telah dilayangkan LPSK kepada Ditreskrimum Polda Sumut saat mereka berkunjungan ke Kantor LPSK pekan lalu. Namun, mereka tetap tak mendapat jawaban yang jelas atas alasan tidak dilakukan penahanan.
"Kami menyampaikan kapan tersangka ditahan. Ya saya tidak mendapatkan jawaban yang konkrit terhadap jawaban itu. Sekalipun Polda sudah membuka diri mengajukan permohonan diri untuk meminta perlindungan kepada korban ke LPSK," tutur Edwin.
Kontras dkk
Pada kesemptan lain, Tim Advokasi Penegakan Hak Asasi Manusia atau TAP-HAM juga mengharapkan jika para tersangka turut ditahan. Hal itu sama halnya temuan LPSK jika para korban turut trauma mendengar para tersangka belum ditahan.
"karena ini menyangkut keamanan mereka, terlebih kita tahu bahwa tersangka belum ditahan, dan masih banyak sebenarnya tersangka lainnya yang belum terekspos oleh kepolisian," kata Anggota TAP-HAM dari KontraS Sumut, Rahmat Muhammad.
"Jadi kita bener-benar masih merasa khawatir atas keamanan para korban klien kami," sambungnya.
Sementara, terkait kondisi keempat korban klien kerangkeng yang diberikan pendampingan Tim Advokasi Penegakan Hak Asasi Manusia atau TAP-HAM berada dalam kondisi baik, secara fisik tidak tidak ada masalah.
"Hanya saja tentu secara psikis kita melihat masih ada traumatis dari para korban. Tentu saja itu mengingat pada kejadian kelam yg mereka alami, mereka dikurung, disiksa dengan sedemikian menyakitkan dan dipekerjakan dengan tidak manusiawi di kerangkeng eks bupati," ujar Rahmat.
"Tentu ada trauma yang mereka alami, ada korban yang bahkan masih takut untuk membuka akses dirinya ke publik. Mereka takut teridentifikasi, terutama melalui luka-luka pada tubuh mereka," sambungnya.
Untuk diketahui jika sampai saat ini Polda Sumatera Utara (Sumut) telah menetapkan delapan tersangka diantaranya SP, HS, IS, TS, RG, JS, DP dan HG. Namun mereka tidak ditahan karena dinilai masih kooperatif selama penyidikan.
Sementara terbaru penyidik akhirnya menetapkan Bupati Langkat nonaktif Terbit Rencana Perangin Angin atas kasus kerangkeng manusia di Langkat sebagai tersangka dengan pasal berlapis.
Dalam kasus ini, penyidik mempersangkakan Terbit Rencana sama dengan para tersangka lainnya dengan melanggar Pasal 2, Pasal 7 Pasal 10 UU nomor 21 Tahun 2007 tentang tentang pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO).
Dan atau pasal 333 ayat 1, 2, 3 dan 4 dan atau pasal 170 ayat 1, 2, 3 dan 4, dan atau pasal 351 ayat 1, 2, 3 dan atau pasal 353 ayat 1, 2, 3 jo pasal 55 ayat 1 ke 1 dan ke 2, mengakibatkan korban meninggal dunia.
Reporter: Bachtiarudin Alam
Sumber: Merdeka
Advertisement