Sukses

Pimpinan MPR: Harus Ada Upaya Konsisten untuk Atasi Kecukupan Gizi Bagi Generasi Bangsa

Data BKKBN menyebutkan, saat ini Indonesia masih memiliki angka prevalensi stunting yang tinggi, yaitu 24,4%.

Liputan6.com, Jakarta - Wakil Ketua MPR RI, Lestari Moerdijat mengungkapkan, mempersiapkan generasi penerus bangsa yang tangguh lewat penuntasan masalah gizi dan stunting harus konsisten dan terukur. Sebuah gerakan bersama harus dilakukan untuk mewujudkannya.

"Kita merencanakan untuk mencetak generasi cerdas untuk mewujudkan Indonesia Emas 2045, tetapi persoalan mendasar soal terpenuhinya kecukupan gizi anak bangsa belum bisa teratasi. Harus ada upaya yang konsisten dan terukur untuk atasi kecukupan gizi bagi generasi penerus bangsa," kata Lestari Moerdijat saat membuka diskusi daring bertema Mengantisipasi Generasi yang Hilang Akibat Stunting yang digelar Forum Diskusi Denpasar 12, Rabu (6/4/2022).

Diskusi yang dimoderatori Tenaga Ahli Wakil Ketua MPR RI, Koordinator Bidang Penyerapan Aspirasi Masyarakat dan Daerah, Arimbi Heroepoetri itu dihadiri Kepala BKKBN Republik Indonesia dr Hasto Wardoyo, Ketua Komisi IX DPR RI Felly Estelita Runtuwene, Direktur Gizi dan Kesehatan Ibu dan Anak, Kementerian Kesehatan RI dr Erna Mulati dan Rektor Universitas YARSI – Pakar Ilmu Gizi dr Fasli Jalal sebagai narasumber.

Hadir pula, Ketua Bidang Perempuan dan Anak DPP Partai NasDem Amelia Anggraini dan Ketua Umum Pimpinan Pusat Nasyiatul Aisyiyah 2016-2020 Dyah Puspitarini sebagai penanggap.

Menurut Lestari, data Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) menyebutkan saat ini Indonesia masih memiliki angka prevalensi stunting yang tinggi, yaitu 24,4%.

Artinya, jelas Rerie, sapaan akrab Lestari, satu dari empat anak di Tanah Air stunting dan angka tersebut masih di atas angka standar yang ditoleransi WHO, yaitu di bawah 20%.

"Pada kondisi ini, kita harus mempersiapkan generasi muda agar mampu mengelola bangsa ini dengan baik di masa datang," tambah Rerie.

 

* Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

2 dari 6 halaman

Jangan Hanya Tetapkan Angka

Karena itu, menurut Rerie, yang juga anggota Majelis Tinggi Partai NasDem itu, target pengentasan stunting jangan hanya menetapkan angka-angka. Tetapi harus direalisasikan dalam berbagai langkah untuk mewujudkan target tersebut.

"Masalah stunting, bukan soal kesehatan semata, namun lebih dari itu bisa mempengaruhi ketahanan bangsa. Bagaimana generasi penerus yang kekurangan gizi bisa mempertahankan kedaulatan negeri ini?" ujarnya.

Keterlibatan semua pihak, tegasnya, sangat diperlukan agar segera mengatasi masalah stunting di Tanah Air.

"Apalagi konstitusi kita telah menetapkan tujuan negara yang melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia, memajukan kesejahteraan umum dan mencerdaskan kehidupan bangsa," tambah Rerie.

 

3 dari 6 halaman

Ancaman Stunting Kian Besar

Sementara itu, Direktur Gizi dan Kesehatan Ibu dan Anak, Kementerian Kesehatan RI, Erna Mulati mengungkapkan Indonesia mengalami double burden terkait kekurangan gizi baik secara mikro maupun makro nutrisi.

Erna menilai ancaman stunting akan semakin besar pascabalita mendapat makanan tambahan.

Untuk mengatasi kondisi itu, menurut Erna, Kementerian Kesehatan telah berupaya melakukan intervensi gizi sebelum kelahiran dan setelah bayi lahir.

"Intervensi sebelum kelahiran ditujukan kepada para remaja putri dan Ibu hamil antara lain lewat pemberian tablet tambah darah dan tambahan asupan gizi," ujar Erna.

Sedangkan intervensi gizi setelah kelahiran, ungkapnya, lewat pemberian ASI eksklusif dan makanan pelengkap ASI. Sasaran intervensi gizi saat ini, ujar Erna, tercatat 12 juta remaja putri dan 4,8 juta Ibu hamil.

 

4 dari 6 halaman

Upaya Mengatasi Stunting

Adapun Ketua Komisi IX DPR RI, Felly Estelita Runtuwene mengungkapkan upaya mengatasi stunting merupakan hal yang penting, karena dampak stunting antara lain dapat menekan PDB sebesar 3% per tahun.

Pada kesempatan itu, Felly mengungkapkan upaya negara Peru yang mampu menekan angka stunting sebesar 14% dalam 8 tahun.

Menurut Felly, upaya yang serius dari semua pihak harus dilakukan dan perlu program yang spesifik terutama pada 1.000 hari pertama kehidupan bayi.

"Sangat diperlukan program spesifik yang punya daya angkat, sehingga harus ada konvergensi antar sektor untuk mewujudkan Indonesia dengan pravelensi stunting yang lebih baik," ujarnya.

 

5 dari 6 halaman

Jadi Perhatian Bersama

Sedangkan Kepala BKKBN RI, Hasto Wardoyo menegaskan saatnya kualitas SDM menjadi perhatian bersama, karena hari ini perbaikan kualitas keluarga memerlukan kualitas SDM anggota keluarga yang baik.

Menurut Hasto, kalau kualitas SDM tidak dipersiapkan dengan baik, Indonesia akan kehilangan peluang mendapat bonus demografi.

"Pembangunan SDM, harus jadi super prioritas dan tidak bisa ditawar-tawar lagi," tegasnya.

Mengingat waktunya terbatas, ujar Hasto, untuk mewujudkan pravelensi stunting yang lebih baik harus memperkuat konvergensi sejumlah sektor dalam mewujudkannya.

Pakar Ilmu gizi yang juga Rektor Universitas YARSI, Fasli Jalal berpendapat upaya untuk mencegah stunting memerlukan asupan gizi yang cukup dalam waktu lama, perilaku pengasuhan yang baik dan ketersediaan pangan yang memadai di tingkat rumah tangga.

Fasli menilai kondisi saat ini 22% bayi mengalami stunting sejak lahir, bisa dipangkas lewat intervensi gizi di tingkat remaja putri dan Ibu hamil.

 

6 dari 6 halaman

Ada Peluang Turunkan Angka Stunting

Dengan langkah itu, menurut Fasli, ada peluang penurunan angka stunting 10%-12% bila dilakukan intervensi di fase sebelum kelahiran ini.

Ketua Bidang Perempuan dan Anak DPP Partai NasDem, Amelia Anggraini berpendapat mengingat banyak faktor yang mempengaruhi stunting, semua pihak harus terlibat dalam upaya perbaikan angka stunting ke arah yang lebih baik.

Menurut Amelia, perlu sinergi antarlembaga yang lebih baik dan pemutakhiran data agar upaya menekan angka stunting tepat sasaran.

Ketua Umum Pimpinan Pusat Nasyiatul Aisyiyah 2016-2020, Dyah Puspitarini menilai masalah stunting di Indonesia erat dengan budaya yang ada di tanah air. Sehingga pendekatan dari sisi intervensi budaya, menurut Diah, juga sangat diperlukan.

Wartawan senior, Saur Hutabarat menilai solusi program untuk mengatasi stunting sudah sangat jelas. Yang belum jelas, menurut Saur, adalah intervensi skala mikro di tingkat desa karena belum ada gambaran yang jelas terkait desa dengan jumlah penderita stunting.

Selain itu, tegasnya, perlu imbauan atau larangan iklan susu untuk bayi 0-6 bulan agar memaksimalkan pemberian ASI eksklusif.

Upaya lain yang harus dilakukan, tambah Saur, adalah mencegah pernikahan dini, karena ketidaksiapan Ibu untuk melahirkan merupakan salah satu penyebab bayi lahir dengan stunting.