Liputan6.com, Jakarta - Kolonel Priyanto, terdakwa kasus pembunuhan dua remaja sipil di Nagreg, Jawa Barat pada Kamis 7 April 2022 kembali menjalani sidang lanjutan di Pengadilan Militer Tinggi II, Jakarta Timur.
Dalam sidang tersebut, Kolonel Priyanto mengemukakan ide membuang tubuh korban muncul karena ingin melindungi anak buahnya.
"Alasan tidak membawa ke rumah sakit adalah saya punya hubungan emosional dengan sopir, yaitu anak buah saya Kopral Dua (Kopda) Andreas Dwi Atmoko. Dia sudah lama menjaga keluarga saya sehingga berniat menolong dan melindungi dia," kata Kolonel Priyanto, Kamis 7 April 2022.
Advertisement
Baca Juga
Meski begitu, dirinya mengaku salah dengan ide untuk membuang tubuh dua korban remaja Handi Saputra (17) dan Salsabila (14) ke Sungai Serayu di Banyumas, Jawa Tengah. Namun, sebagai atasan, Kolonel Priyanto ingin melindungi anak buahnya.
Ide tersebut muncul hingga akhirnya memilih Sungai Serayu, Jawa Tengah, menjadi lokasi membuang jasad Handi-Salsa. Dengan membuangnya ke lokasi tersebut, dia berharap korban bisa lenyap dimakan ikan atau terbawa arus hingga ke laut lepas.
"Karena saya lihat yang kita lewati ini tidak ada tempat pembuangan kecuali sungai," kata Priyanto.
"Kok bisa muncul kenapa tidak dibuang ke semak-semak, dibuang di hutan?" kata hakim.
"Saya berpikir kalau di sungai bisa ke laut kemudian dimakan ikan, atau hilang sama sekali," timpal Priyanto.
Selain itu, Kolonel Priyanto pun mengakui sempat menginap dengan rekan perempuannya sebelum insiden tabrakan terjadi, di Jalan Nagreg, Jawa Barat tersebut.
Berikut sederet pengakuan Kolonel Priyanto, terdakwa kasus pembunuhan dua remaja sipil di Nagreg, Jawa Barat yang terungkap dalam sidang lanjutan di Pengadilan Militer Tinggi II, Jakarta Timur dihimpun Liputan6.com:
Â
1. Jelaskan Alasan Buang Jasad Handi-Salsa ke Sungai Serayu
Persidangan dengan agenda pemeriksaan terdakwa di Pengadilan Militer Tinggi II Jakarta, atas kasus pembunuhan dua remaja di Nagreg oleh Kolonel Priyanto, memunculkan temuan-temuan baru.
Terdakwa perwira menengah TNI Kolonel Infanteri Priyanto dalam persidangan yang digelar Kamis 7 April 2022 mengemukakan, ide membuang tubuh korban muncul karena ingin melindungi anak buahnya.
"Alasan tidak membawa ke rumah sakit adalah saya punya hubungan emosional dengan sopir, yaitu anak buah saya Kopral Dua (Kopda) Andreas Dwi Atmoko. Dia sudah lama menjaga keluarga saya sehingga berniat menolong dan melindungi dia," kata Kolonel Priyanto.
Priyanto mengakui ide untuk membuang tubuh dua korban tersebut ke Sungai Serayu di Banyumas, Jawa Tengah, memang merupakan hal yang salah. Namun, sebagai atasan, dia ingin melindungi anak buahnya.
Ide tersebut muncul hingga akhirnya memilih Sungai Serayu, Jawa Tengah, menjadi lokasi membuang jasad Handi-Salsa. Dengan membuangnya ke lokasi tersebut, dia berharap korban bisa lenyap dimakan ikan atau terbawa arus hingga ke laut lepas.
"Karena saya lihat yang kita lewati ini tidak ada tempat pembuangan kecuali sungai," kata Priyanto.
"Kok bisa muncul kenapa tidak dibuang ke semak-semak, dibuang di hutan?" kata hakim.
"Saya berpikir kalau di sungai bisa ke laut kemudian dimakan ikan, atau hilang sama sekali," timpal Priyanto.
"Oh jadi berpikir begitu?" tanya kembali majelis.
"Siap hanya berpikir itu," ujar Priyanto
Priyanto berpendapat, jika jasad Handi dan Salsabila di buang di darat, pasti akan dengan mudah ditemukan orang. Akhirnya, sungai jadi pilihan membuang dua sejoli tersebut.
"Karena kalau di darat?" tanya majelis hakim.
"Di darat pasti ditemukan," pungkas Priyanto.
Â
Advertisement
2. Dibuang ke Sungai dalam Kondisi Hidup
Dalam kasus ini berawal dari Kolonel Priyanto dan dua anak buahnya, yaitu Kopda Andreas dan Koptu Ahmad Sholeh menabrak Handi Saputra (17) dan Salsabila (14) di Nagreg.
Mereka tidak membawa korban tersebut ke rumah sakit, namun justru membuang tubuh Handi dan Salsa di Sungai Serayu, Jawa Tengah.
Salsa dibuang ke sungai dalam kondisi meninggal dunia, sedangkan Handi masih hidup. Atas hal itu dalam perkara ini Oditur Militer telah mendakwa Priyanto melakukan tindak pidana lebih berat dari kecelakaan lalu lintas, yakni pembunuhan berencana hingga membuang mayat dalam bentuk dakwaan gabungan.
Pasal Primer 340 KUHP tentang Pembunuhan Berencana jo Pasal 55 ayat 1 KUHP tentang Penyertaan Pidana, Subsider Pasal 338 KUHP tentang Pembunuhan, jo Pasal 55 ayat 1 KUHP.
Subsider pertama Pasal 328 KUHP tentang Penculikan juncto Pasal 55 ayat 1 KUHP, subsider kedua Pasal 333 KUHP Kejahatan Terhadap Kemerdekaan Orang juncto Pasal 55 ayat 1 KUHP.
Subsider ketiga Pasal 181 KUHP tentang Mengubur, Menyembunyikan, Membawa Lari, atau Menghilangkan Mayat dengan Maksud sembunyikan kematian jo Pasal 55 ayat 1 KUHP dimana turut terancam hukuman paling berat yakni pidana mati, seumur hidup, atau pidana 20 tahun penjara.
Â
3. Akui Sempat Jemput Teman Perempuan Bernama Lala di Cimahi
Kemudian Kolonel Priyanto mengakui sempat menginap dengan rekan perempuannya sebelum insiden tabrakan terjadi, di Jalan Nagreg Jawa Barat.
Priyanto mengaku jika sosok perempuan itu bernama Nurmala Sari alias Lala yang dikenal sejak tahun 2013 Saat bertugas di Cimahi, Jawa Barat.
Kemudian, sosok Lala adalah teman sekamar Priyanto saat hadir dalam rapat evaluasi intel di Markas Pusat Zeni Angkatan Darat, Jakarta, 6 sampai 7 Desember 2021.
"(Perkenalan) sejak saya pernah tugas di Cimahi," kata Priyanto ketika menjawab pertanyaan dari Ketua Majelis Hakim Brigjen Faridah Faisal saat sidang di Pengadilan Militer Tinggi II, Jakarta Timur.
Adapun, sebelum insiden kecelakaan terjadi, Priyanto bersama Kopda Andreas Dwi Atmoko dan Koptu Ahmad Sholeh menjemput Lala di Cimahi. Penjemputan dilakukan seusai rombongan berangkat dari kediaman Priyanto di Sleman menuju Jakarta menggunakan mobil.
"Berangkat dari Jogja bertiga? berangkat dari Cimahi berempat?" tanya Ketua majelis hakim, Brigjen Faridah Faisal.
"Siap," jawab Priyanto.
"Jemput siapa di Cimahi? saudara Nurmala Sari?" tanya hakim lagi
"Siap," beber Priyanto.
Â
Advertisement
4. Mengaku Sosok Lala Teman Sekamar Sebelum Tabrak 2 Sejoli yang Dibuang Ke Sungai
Dalam acara rapat evaluasi intel, Priyanto dan koleganya menginap di dua hotel berbeda, yakni Hotel Holiday Inn dan Hotel 88. Dimana Priyanto tidur sekamar dengan Lala, sedangkan Andreas sekamar dengan dan Ahmad Soleh.
"Siap menginap di Holiday Inn kemudian kegiatannya waktu itu di Pusat Zeni Angkatan Darat. Kegiatannya di aula Pusziad, hari Senin kegiatannya tanggal 6 adalah di aula Pusziad," ucap Priyanto.
Kemudian besoknya, mereka pindah ke Hotel 88. Formasi masih sama, Priyanto sekamar dengan Lala dan Andreas sekamar dengan Achmad Sholeh.
"Terdakwa sekamar dengan siapa?" Brigjen Faridah.
"Siap dengan saudara Lala ini," ucap Priyanto.
Setelah acara rapat evaluasi intel selesai, Priyanto melanjutkan perjalanan menuju Cimahi dan mengantarkan Lala pulang. Saat itu, Priyanto Cs sempat menginap lagi di hotel.
Selepas mengantar Lala, tepat pada Rabu 8 Desember 2021, mobil yang berisi Priyanto, Andreas, dan Achmad Soleh menambrak korban Handi Saputra (17) dan Salsabila (14). Kecelakaan tersebut terjadi di Nagreg, Jawa Barat.
Sekedar informasi, jika sosok Lala pertama kali diungkapkan pada sidang di Pengadilan Militer Tinggi II Jakarta, Jakarta Timur, Selasa lalu 15 Maret 2021, terungkap sosok perempuan bernama Lala yang disebut-sebut sebagai teman wanita Kolonel Priyanto.
Sosok Lala ini diungkap oleh Kopda Andreas Dwi Atmoko, sopir terdakwa Priyanto yang dihadirkan sebagai saksi dalam sidang kasus tersebut.